Mohon tunggu...
Ayah Farras
Ayah Farras Mohon Tunggu... Konsultan - mencoba menulis dengan rasa dan menjadi pesan baik

Tulisan adalah bagian dari personal dan tak terkait dengan institusi dan perusahaan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

SOS! Perlu Bansos Pariwisata Ketika Rindu Liburan tapi Isi Dompet Cekak

19 Juni 2020   18:54 Diperbarui: 20 Juni 2020   09:41 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: HarapanRakyat.Com

Rasanya senang sudah ada pelonggaran dan masuklah kita di masa transisi "New Normal". Saat masa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) kita sudah rasakan bagaimana gerakan dan aktivitas terhimpit. 

Bahagia tak terucap ketika diumumkan kita masuk masa transisi new normal. Ada nafas segar yang membebaskan pengap hingga seperti ikan di daratan kembali ke air yang tak jadi pingsan atau bahkan mati. 

Betapa tidak karena gerakan rasanya terbentur hingga bisa disebut mati angin. Mati angin jika dalam hobi memainkan layangan penuh upaya dan berkeringat. Layangan tak naik alias mengudara karena tak dapat angin sementara tenaga habis terkuras. 

Sungguh harapan terbaik yang terbersit di kepala ya kita mesti piknik alias liburan berwisata. Harapan sudah menggebu-gebu dan berandai-andai dalam hati. "Awas ya nanti jikalau sudah masuk waktunya pelonggaran status PSBB pasti akan berlibur dan wisata ke tujuan yang kita inginkan" Gumam dalam hati. 

Mau ke puncak, pedesaan atau pantai laut pokoknya harus pergi sampai tujuan. Sudah semingguan ini masuklah kita ke era transisi dan kita syukuri status kondisi sudah tak ketat seperti sebelumnya. Tentunya dengan sikap tetap patuh dengan anjuran dan protokol kesehatan yang sudah ditentukan yaitu bermasker, jaga jarak dan jangan lupa cuci tangan. Semua berharap roda ekonomi dan keuangan pulih dan berjalan kembali. 

Bayangan saya, anda atau semuanya ya wisata liburan mesti kita rebut agar semua rasa tekanan selama ini tumpah. Siapa yang tidak "ngiler" lihat tayangan televisi mengenai adanya sebagian masyarakat berwisata di lokasi wisata masing-masing daerahnya. 

Dalam tayangan tersebut penuh upaya para petugas terkait menertibkan standar dan prosedur yang mesti dilakukan pengunjung lokasi wisata. Macam-macam respon pengunjung diberikan mulai dari yang santai dan serius. Ada yang santai mengutarakan bahwa lokasinya ada di wilayah zona hijau jadi tak mengenakan masker sambil duduk di suatu pantai wisata. Ada juga yang tetap menjalankan standar dan prosedur mengenakan masker. 

Kondisi ini tentunya berpulang dari kesadaran seluruh anggota masyarakat yang turut menikmati masa pelonggaran tersebut. Hanya saja ini menjadi hal mengerikan bagi yang tetap hati-hati terhadap masih adanya penyebaran Covid 19. Bukan tidak mungkin akibat keteledoran yang dilakukan sebagian masyarakat menyebabkan trend kenaikan positif corona menjadi-jadi dan akhirnya kembali ke masa PSBB lagi. 

Kita pahami hal ini menjadi euforia meluapkan rasa dengan berbondong-bondong menuju lokasi wisata. Hal ini butuh upaya keras semua pihak tak hanya petugas terkait agar tetap menjalankan gaya hidup bersih dan sehat guna menangkal dan mempersempit pergerakan Covid 19.

Nah katakanlah wisata bisa dijalankan oleh sebagian masyarakat yang memiliki pendapatan lebih atau masih ada stok di kocek masing-masing sekalipun ada yg murah.

Ada fenomena lain yang terjadi saat ini yaitu mengendurnya nadi ekonomi dan keuangan. Jika memang sudah dibukanya lokasi pariwisata di berbagai tempat ini menjadi celah pemerintah lakukan intervensi. Lakukan satu hal kebijakan lagi yang menyenangkan rakyatnya.

Cara apa dalam hal ini? 

Jelas selama masa pandemi semua merasakan bagaimana rasanya tertekan. Urusan perut sudah jelas dan pasti ada yang sangat merasakan langsung karena keuangan dan himpitan ekonomi. 

Sungguh mesti dipahami bahwa masa pandemi tak hanya urusan uang dan perut. Sosiolog dan pakar psikologi negara mesti turut andil memberikan sumbang saran karena tak sedikit masyarakat perlu wisata melepas lelah beban psikologinya.

Berikan insentif akses masuk lokasi tujuan wisata dan jangan lupa dengan penunjangnya seperti uang saku atau voucher belanja sebagai bekal di dalam lokasi wisata. Hal ini diyakini bisa menghidupkan sendi-sendi ekonomi kerakyatan karena ada roda dan mesin yang pasti bergerak cepat dan bertumbuh. 

Segera susun program bagi kementerian terkait agar bangun jaringan pengaman psikologi dalam tatanan masyarakat yang. Jelas hal ini langkah kongkret dan bisa terasa di segala lini masyarakat. 

Bukankah sebelum masa pandemi Presiden pun memberikan progam menarik untuk pariwisata? Seperti dilansir satu media. 

Inilah saatnya program itu dilaksanakan sebagai bagian relaksasi batin yang terkungkung berbulan-bulan akibat pandemi. Pasti akan terjadi gayung bersambut di tengah masyarakat. Berangkat ke lokasi wisata dengan percaya diri perut kenyang dan ada uang di kantong. Sebut saja ini bagian rasa berbaik hati pemerintah kepada rakyatnya yang sedang hadapi impoten keuangan dan ekonomi. Bukan tidak mungkin saat ini ada yang sudah alami pemotongan gaji, dirumahkan atau bahkan di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) alias nganggur. (Isk)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun