Mohon tunggu...
Ayah Farras
Ayah Farras Mohon Tunggu... Konsultan - mencoba menulis dengan rasa dan menjadi pesan baik

Tulisan adalah bagian dari personal dan tak terkait dengan institusi dan perusahaan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hentikan Lomba Supremasi Head to Head Anies-Risma

5 Februari 2020   13:40 Diperbarui: 5 Februari 2020   13:49 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah darimana mulainya tetiba Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta) dan Tri Rismaharini ( Walikota Surabaya Jatim). Sengit kalau boleh dikatakan dan hampir semua momen kebijakan bahkan fenomena alam pun jadi pertaruhan prestasi. Mungkin ada yang perlu pemilahan atau pemetaan posisi saat ini. Anies adalah setingkat Gubernur dan Risma setingkat Walikota sudah tentu tidaklah "apple to apple" dikarenakan lingkup wilayah kerja maupun keluaran kebijakannya juga berbeda. Bahkan jika ada kesempatan bertanyapun kepada mereka berdua pastilah menolak dengan bentuk apapun jika selalu dibanding-bandingkan setiap sisi, setiap waktu dan setiap momen. Lantas ada fenomena apa hingga mereka berdua seakan selalu disandingkan bahkan dibenturkan?

Secara politik hal ini biasa saja dan bukan tanpa maksud, apalagi kalau bukan menuju panggung politik 2022 pilkada DKI dan Pilpres 2024. Secara komunikasi massa dan politik keduanya ( Anies dan Risma) tentu mendapat "feedback" dalam pemasaran politik sebab publik seperti menjadi pasar bebas yang bisa disodorkan profil dengan akselerasinya dan dikemas cerita-cerita kritis diatas rival.

Kederasan dan kritisnya daya dukung dua pendukung baik Anies maupun Risma memang sangat kencang terasa di media sosial. Bahkan saking kencangnya kini telah memunculkan dampak dengan ditetapkannya tersangka Zikria Dzatil yang sebelumnya ditangkap di kediamannya di Bogor, Jawa Barat, Jumat (31/1/2020) malam. Sebelumnya, Kasatreskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Sudamiran mengatakan, pihaknya sudah menerima laporan resmi terkait dugaan ujaran kebencian dan pencemaran nama baik terhadap Risma ( Walikota Surabaya).

Langkah penangkapan terhadap tersangka terhadap ZD berawal dukung mendukung dua figur yang sengit di medsos. Semua energi tertumpah melalui kata-kata tertulis dengan maksud ditujukan sebagai sanjungan maupun cacian, hinaan bahkan kritik. Kejadian penangkapan ZD pun sontak mendapat respon balik dari para pendukung Anies yang merasa hukum berat sebelah dan cepat bertindak jika tidak sesuai selera. Semua bukan tanpa sebab respon pendukung Anis sebab selain Risma Anies pun alami cacian dan hinaan sebagai pejabat publik. Namun sepertinya senyap dari tindak lanjut ke langkah hukum selanjutnya bahkan keluar pendapat hukum sesuai selera penguasa. Ini setidaknya menjadi perhatian serius penegak hukum agar tegak berdiri diatas hukum dan keadilan.

Secara histori DNA politik keduanya Anies dan Risma memang dua sisi yang keras batas dan garisnya walaupun Anies sempat menjadi orang dekat Jokowi sebagai bagian tim pemenangan Jokowi dan juga Menteri di Kabinet Kerja periode I. Politik tak pernah diam dan terus bergerak serta berubah. Hari ini kawan besok bisa menjadi lawan dan jangan lupa untuk selalu cerdas mengambil celah momen terbaik. Lepas dari lingkar Jokowi, Anies cerdas ambil momen ikut gelanggang pilkada DKI Jakarta dengan tiga pasang Calon peserta. Sengitnya proses pilkada yang dtempuh hingga menyisakan dua calon yaitu Anis-Sandiaga dan Ahok-Jarot jadi perhatian nasional. Mudah dibaca DNA politik pendukung Risma adalah pendukung Ahok dan tentunya Jokowi secara keseluruhan dan Anies sebaliknya.

Bukan tidak mungkin ketatnya usaha membandingkan Anies Risma akan memakan korban lagi setelah DZ. Maka dari itu Adhie Massardi mantan Jubir Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid melaporkan Risma ke Ombudsman yang dianggap telah melaporkan netizen penghina Risma di medsos. Menurut Adhie Jadi pejabat publik harus siap menghadapi hal semacam ini. Jangan merusak demokrasi hanya karena berkuasa. Adhie juga menambahkan bahwa 70 persen dari total yang menggunakan UU ITE pejabat publik.

Sementara disisi lain Anies menjawab halus terhadap para pengkritiknya dan menegaskan tidak akan menangkap orang yang mengkritiknya. Pemimpin akan teruji dan mengalami pembinaan secara alami dengan hasil yang terlihat tanpa rekayasa. Anis menegaskan Setiap warga negara berhak menyampaikan, berhak mengkritik. Bagi Anies kalau berada di ranah publik harus mau dikritik, bahkan dicaci maki pun harus biasa-biasa saja.

Timeline medsos mau tak mau akan terus berlanjut sahut menyahut tentang kelebihan dan kelemahan bahkan saling men-"Counter" dan tak sadar terjebak cacian dan hinaan tanpa tameng perlindungan seperti yang dialami ZD di Bogor tersebut. Perlu wasit dan pengawas yang berdiri ditengah dan ketat mengawasi secara berimbang. Bagi para pejabat publik sebaiknya jangan tipis telinga dan jadikan semua yang masuk adalah bagian proses perbaikan dan dorongan kerja yang lebih baik serta fokus target kerja yang lebih besar lagi. (Isk)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun