Mohon tunggu...
Axel Jhon Calfari
Axel Jhon Calfari Mohon Tunggu... Penerjemah - Ilmu Politik 2019, Universitas Brawijaya.

Kekirian, pembelajar, dan semoga tidak cepat pintar. Selamat/suksma/Sukses.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Media Masa Kini: Gatekeeper atau Gatewatcher?

7 Mei 2020   10:37 Diperbarui: 7 Mei 2020   11:29 2358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh: Axel Jhon Calfari

Sudah sejak lama media dikenal dan telah menjadi bagian dari masyarakat di seluruh dunia. Layaknya kehidupan, dalam perkembangannya tak lepas juga dari polemik-polemik dan hal-hal yang telah menjadi bagian dari media itu sendiri. Yakni, istilah gatekeeper atau gatewatcher.

            Sebenarnya istilah dari gatekeeper itu sendiri telah dikenal sejak 1922, namun pada saat itu belum ditetapkan sebagai teori ataupun istilah. Hingga pada akhirnya konsep ini dikenalkan oleh Kurt Lewin pada 1947 dianalogikan seperti seorang ibu rumah tangga yang merupakan “gatekeeper” atau penjaga bagi keluarga dalam mengenalkan dan memilih makanan-makanan yang akan dihidangkan. Sehingga terjadi proses filtering sehingga pada 1950 mulai diakui sebagai ilmu.

            Dalam praktiknya seorang gatekeeper akan berperan sebagai “penjaga gawang” pihak yang akan menengahi komunikator (pengirim pesan) dengan publik. Komunikator akan memberikan pesan kepada gatekeeper, dan gatekeeper akan memberikan feedback kepada pengirim pesan. Dan dimana nanti pembaca dapat memberikan feedback kepada komunikator dan gatekeeper (Ardianto, Komala & Karlinah, 2007, p. 38-39).

Dalam komunikasi massa, salah satu komponennya adalah gatekeeping dengan fungsi terciptanya sebuah social control. Hal ini dikarenakan peran gatekeeper dalam menentukan dan pengemasan pada sebuah berita. Mereka berperan dalam menentukan penyajian tayangan atau peristiwa yang akan ditampilkan di media, tentunya secara tidak langsung dapat memengaruhi perilaku dan opini di masyarakat. Gatekeeper juga berfungsi sebagai seseorang yang menambah atau mengurangi, menyederhanakan, dan mengolah informasi agar dapat dipahami dan diterima oleh masyarakat.

Shoemaker dan Reese berpendapat bahwa isi media yang disampaikan kepada khalayak tidaklah berasal dari “ruang hampa” yang netral, bebas kepentingan, dan kemudian disalurkan melalui medium yang bebas distorsi. Akan tetapi, isi dari sebuah media merupakan hasil dari pengaruh kebijakan internal dan eksternal sebuah media (Krisdinanto, 2014, p. 8)

            Pengaruh isi media terbagi menjadi lima level, yakni:

  • Level Individu, yang dimana menurut Shoemaker dalam berita tidak akan terlepas dari faktor individu pencari berita atau jurnalis.
  • Level Rutinitas Media, yaitu bagaimana media dalam mengemas sebuah berita. Media rutin terbentuk dari tiga unsur, yakni sumber berita, organisasi media (redaksi media dalam mempublikasikan berita), dan audience (konsumen)
  • Level Organisasi, pada level ini dianggap memiliki pengaruh yang besar dibanding level 1 dan 2 karena kebijakan terbesar tetap dipegang oleh pemilik media.
  • Level Ekstra Media, yang dimana pihak-pihak diluar media juga memengaruhi.
  • Level Ideologi, yang sangat berbeda dari keempat lainnya karena abstrak yang dapat memengaruhi isi media melalui ide-ide. (Shoemaker dan Reese, 1996, p. 105-253)

Disini terlihat jelas bahwa gatekeeper akan mengolah dan menyeleksi berita yang akan dihadirkan oleh komunikator sebelum di publikasikan ke publik. Sehingga menyebabkan berita yang akan dihadirkan oleh media telah terpengaruh oleh hasil penyeleksian oleh gatekeeper sehingga rentan akan potensi kepentingan maupun pemilihan diksi dalam publikasi berita.

Banyak media masa kini yang kita kenal seperti Tirto.id, Kumparan, dan The Jakarta Post yang dikelola dengan proses gatekeeping. Karena dalam internal mereka terdapat para gatekeeper seperti pemimpin umum, pemimpin redaksi, pemimpin perusahaan, dewan redaksi, reporter, pagemaker, setter dan sebagainya. Dalam realitanya media massa Indonesia sebagian besar menerapkan sistem gatekeeper. Jika kita menelusuri latar belakang media massa di Indonesia, pemmilik atau pembiayaannya tidak terlepas dari sekelompok pengusaha yang turut berpolitik. Sebut saja media detik.com yang menjadi bagian dari CT. Corp milik Chairul Tandjung, Sindo dan MNC News milik Hary Tanoesoedibjo, Republika dari perusahaan Mahaka milik Erick Thohir. Sehingga kehadiran gatekeeper dalam pemberitaan di media ini akan terpengaruh oleh orientasi penyokongnya. 

Gatewatcher Sebagai Media Alternatif

Namun, pada saat ini proses gatekeeping tidak menjadi pilihan satu-satunya sejak adanya internet. Saat ini kehadiran gatewatcher muncul sebagai alternatif. Citizen journalism menjadi tren baru yang muncul dalam perkembangan di masyarakat dimana mereka biasanya mempublikasikan jurnalistik nya melalui media sosial (mis. twitter) yang informasinya dikumpulkan dari berbagai sumber di media sosial dan memutuskan kebenaran dari diri mereka sendiri berdasarkan pendapat mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun