Mohon tunggu...
Abdul Wahid Ramdani
Abdul Wahid Ramdani Mohon Tunggu... Mahasiswa - awrdhani

Mahasiswa S1 Pendidikan Sejarah Universitas Indraprasta PGRI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mau Dijajah Kok Bahagia

12 April 2021   14:04 Diperbarui: 12 April 2021   14:07 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penjajah yang dimaksud dalam artikel ini adalah Jepang. Secara resmi Jepang telah menguasai Indonesia sejak tanggal 8 Maret 1942, ketika Panglima Tertinggi Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat di Kalijati, Bandung. Jepang tanpa banyak menemui perlawanan yang berarti berhasil menduduki Indonesia. Bahkan, bangsa Indonesia menyambut kedatangan balatentara Jepang dengan perasaan senang, perasaan gembira karena akan membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan bangsa Belanda. Diperkuat dengan ramalan Jayabaya, seperti dicatat Soebagijo Ilham Notodidjojo dalam Mr. Sudjono, Mendarat Dengan Pasukan Jepang di Banten, 1942 (1983: 167), inti dari ramalan itu adalah: 

Akan datang bangsa berkulit kuning dari Utara, berperawakan tidak tinggi, pendek pun juga tidak. Mereka itu nanti akan menduduki tanah Jawa, namun hanya seusia tanaman jagung. Dan akan kembali ke negerinya sendiri, sedangkan tanah Jawa akan kembali dikuasai anak negeri sendiri pula.

Penduduk Aceh dengan gembira menyambut kedatangan pasukan Garuda Kekaisaran Jepang berbaris melewati Masjid Raya Kutaraja.

 

 Selain itu, penulis Pramoedya Ananta Toer yang menyaksikan kedatangan pasukan Jepang di Blora, Jawa Tengah pada 1942 menulis: 

dengan kedatangan pasukan Jepang, hampir setiap orang di kota memiliki harapan yang tinggi terhadap mereka, kecuali di kalangan orang-orang yang mengabdi kepada Belanda." Di sepanjang jalan, pasukan Jepang disambut dengan sorak sorai "Banzai, banzai!" serta "Hidup Nippon, hidup Nippon!

 Lalu apa saja yang menyebabkan Jepang begitu dinantikan dan disambut hangat oleh bangsa Indonesia?

Jepang membiarkan rakyat Indonesia mengibarkan bendera merah putih

Tentara Jepang sangat mengahui bahwa sang merah putih adalah lambang negara Indonesia yang sangat didambakan oleh rakyat Indonesia. Pada zaman Belanda, sang merah putih tidak boleh berkibar di langit Indonesia. Dengan demikian, tindakan tentara Jepang yang membiarkan sang merah putih berkibar di langit Indonesia.

Jepang membiarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang

Jepang membiarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang di udara bahkan di pemancar-pemancar radio, meskipun hal tersebut sangat dilarang oleh pemerintah Belanda, tapi tidak meyurutkan niat pemerintah Jepang untuk menyiarkan berita kemerdekaan yang dapat ditangkap dan diperdengarkan ke seluruh penjuru dunia. Tindakan yang dilakukan pemerintah Jepang ini sangat membesarkan hati dan memberikan harapan kepada bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang lebih baik dan harapan yang cerah akan hari esok.

Rencana pemberian kemerdekaan

Pada tanggal 7 September 1944 di dalam sidang istimewa ke 85 Teikoku Ginkai (parlemen Jepang) di Tokyo, Perdana Menteri Koiso (pengganti Perdana Menteri Tojo) mengumumkan tentang pendirian pemerintah kemaharajaan Jepang, bahwa daerah Hindia Timur (Indonesia) diperkenankan merdeka "kelak dikemudian hari". Langkah Jepang berikutnya dalam recana memberikan kemerdekaan kepada Indonesia adalah pernyataan Perdana Menteri Koiso Kuniaki di depan sidang ke-85 Parlemen Jepang pada tanggal 7 September 1944 mengenai "Kemerdekaan Hindia Timur". Pernyataan tersebut adalah sebagai berikut:

. . . tahun lalu, sesuai dengan keinginan kaum pribumi, kemaharajaan telah mengambil langkah-langkah yang menyangkut partisipasi politiknya dan kaum pribumi pun telah mengerti maksud sesungguhnya dari kemaharajaan dan secara tetap melanjutkan perjuanganya mencapai klimaks dari Perang Asia Timur Raya. Menanggapi hal ini dan untuk kemakmuran Hindia Timur, bersama ini kemaharajaan menyatakan bahwa kemerdekaan akan dikukuhkan dikemudian hari.

Mengaku sebagai saudara tua

Untuk menarik simpati orang Indonesia, Jepang mengaku kepada Indonesia sebagai saudara tua. Sebagai saudara tua Jepang menyatakan bahwa kedatanganya untuk membebaskan Indonesia dari penjajah Belanda, dan semua petinggi Indonesia diberi kesempatan untuk menduduki jabatan-jabatan tertinggi yang dulunya hanya diduduki oleh Belanda.

Mendekati para ulama

Jepang yang ingin menguasai Indonesia, melakukan berbagai cara untuk menghilangkan pengaruh barat, dengan cara melakukan kerjasama dengan rakyat Indonesia serta mendekati para ulama untuk memuluskan jalanya berbagai propaganda. Mengetahui pentingnya para ulama dan kiai bagi rakyat Indonesia, terutama masyarakat pedesaan membuat Jepang merapatkan barisan dengan para alim ulama. Pada bulan Maret 1942 pemerintah Jepang mendirikan Shumubu (Kantor Urusan Agama) di bawah kolonel Horie Choso. Badan itu kemudian mengirimkan sejumlah stafnya yang terdiri dari orang-orang Jepang yang beragama Islam untuk mendekati para ulama dan pemimpin Islam lainnya. Setelah serangkaian penjajakan, pemerintah militer Jepang memutuskan untuk bersikap toleran terhadap organisasi-organisasi Islam yang ada. Untuk menggalang dukungan dari umat muslim, Horie mengatur agar 32 orang kyai diterima oleh Gunseikean di Istana Gambir, suatu kehormatan yang tidak mungkin terjadi pada zaman Belanda.

Dalam rangka memberikan kelonggaran kepada golongan Islam dipulau Jawa, pemerintah militer masih mengijinkan tetap bedirinya satu organisasi Islam dari jaman Hindia Belanda yaitu Majlis Islam A'la Indonesia (MIAI) yang didirikan di Surabaya pada tahun 1937 oleh K.H. Mas Mansyur dan kawan-kawan. Sebagai ganti MIAI pemerintah Jepang mendirikan MASYUMI (Majlis Syuro Muslimin Indonesia). Majlis Syuro Muslimin Indonesia resmi didirikan pada tanggal 22 November 1943. Tujuan Jepang mendirikan Masyum itidak lain untuk melakukan mobilisasi besar-besaran terhadap golongan Islam Indonesia.

Jepang akan membawa perubahana ekonomi

Masyarakat Indonesia mempercayai bangsa Jepang akan membawa perubahan untuk Indonesia ke arah yang lebih baik. Apalagi tersiar kabar bahwa Jepang akan membawa perubahan ekonomi ke arah yang lebih baik, kabar ini diikuti dengan menurunnya harga makanan. Di awal pendudukan Jepang kondisi ekonomi Indonesia tidaklah stabil. Harga barang, makanan dan jasa naik turun tidak terprediksi. Sebagai langkah awal, Jepang berusaha unuk memajukan produksi pangan melalui bidang pertanian, masyarakat mulai diajarkan beberapa cara menanam padi, menanam bibit dengan cara tradisional menjadi tanaman baris-berbaris, cara menanam bibit pun mulai dilakukan serta cara membuat pupuk kompos pun mulai dipraktekkan. Kabar gembira tersebut ternyata tidak berlangsung lama, rupanya rakyat Indonesi belum menyadari bahwa usaha Jepang untuk memajukan sektor ekonomi Indonesia semata hanya untuk kepentingan perang.

Untuk menduduki Indonesia awalnya Jepang tidak terlalu sulit untuk mendapatkan simpatik rakyat Indonesia. Jepang melakukan pertujukan drama, tari-tarian, nyanyian, khamisibai dan film. Dari semua itu, petugas sendenbu Jepang menyadari bahwa film adalah yang paling besar dampaknya. Ternyata semua yang dilakukan oleh jepang merupakan sebuah propaganda dan tipu muslihat untuk mengendalikan bangsa Indonesia sendiri agar mematuhi segala peraturan agar semua kebutuhan Jepang bisa terpenuhi.

Sambutan hangat dan rasa gembira tersebut mulai pecah ketika perang menginjak tingkat krisis pada tahun 1944 dimana Sekutu sudah mendekati Jepang, tuntutan akan kebutuhan bahan baku semakin meningkat. Rakyat dituntut untuk menyetor padi dan menaikan produksi padi, mereka juga dibebani pekerjaan tambahan yang bersifat wajib, seperti menanam dan memelihara jarak (tumbuhan liar). Pekerjaan ini mengurangi waktu kerja petani apalagi banyak di antara mereka dipaksa menjadi Romusha. Kaum Romusha itu diperlakukan sangat buruk. Sejak dari pagi buta sampai petang hari mereka dipaksa melakukan pekerjaan tanpa makan dan perawatan cukup. Karena itu kondisi fisiknya menjadi sangat lemah, sehingga mereka hampir tidak punya sisa kekuatan lagi. Jika ada di antara mereka yang berani beristirahat sekalipun hanya sebentar maka hal itu akan mengundang maki-makian dan pukulan-pukulan dari pengawas mereka orang Jepang. Hanya malam hari mereka berkesempatan melepaskan lelah.

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun