Mohon tunggu...
Wahyu Ali J
Wahyu Ali J Mohon Tunggu... Penulis - Bebas

Life Path Number 11 [08031980]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Peribahasa Masih Sangat Dibutuhkan sebagai Proses Pembelajaran?

9 Juni 2021   01:17 Diperbarui: 9 Juni 2021   01:20 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: ilustrasi mengajarkan peribahasa kepada anak. (Diolah kompasiana dari sumber: (Sahabat Keluarga Kemendikbud/Fuji Rachman via kompas.com)

"Teu hayang komo embung, teu embung komo deui hayang."

Lagi dan lagi kompasiana memberikan ide cemerlang bahan untuk dituliskan, dimana tema besar yang diangkat jadi topik pilihan adalah tentang peribahasa.

Negeri kita tercinta Indonesia, memiliki ragam khas dalam hal bahasa. Negeri kita tercinta ini, memang sungguh kaya akan ragam bahasa yang digunakan sebagai salah satu media untuk dialog, berkomunikasi.

Selain bahasa nasional Indonesia yang tentunya bahasa Indonesia, ada ragam bahasa daerah yang didalamnya tentu terdapat juga ragam kata sarat makna yang ditulis tertulis menjadi peribahasa.

Peribahasa sendiri adalah kumpulan kata yang katakanlah singkat, namun tentu padat berisi. Petuah dari leluhur atau para orang tua, atau siapa saja yang telah mendahului kita.

"Berkat mereka, kita belajar memahami ragam makna. Sebab mereka, kita bisa mengolah kata demi kata tersebut yang berbentuk peribahasa, menjadi proses pembelajaran yang mengandung nilai guna dan manfaat bagi kita semua yang adalah para penerus sekaligus penjaga kehormatan bangsa dan negara."

Satu peribahasa yang saya tulis di bagian atas, sebagai kata pembuka tulisan saya ini, adalah peribahasa yang berasal dari sesepuh yang pernah berdomisili di Provinsi Jawa Barat. Bahasa yang digunakan untuk peribahasa tersebut, adalah bahasa sunda, bahasa sehari-hari yang kami gunakan selama ini.

"Teu hayang komo embung, teu embung komo deui hayang", dimana ketika diartikan ke bahasa Indonesia, kurang lebih seperti di bawah ini artinya:

"Bukan untuk ingin apalagi tidak mau, bukan tidak mau apalagi untuk ingin."

Pembelajaran dari peribahasa sunda tersebut, yang kemudian bisa saya ambil hikmahnya adalah, bahwa tentang apa saja yang berkenaan dengan segala sesuatunya yang terjadi yang teralami, kembali ke keikhlasan atau ketulusan itu sendiri.

Tidak perlu mengharapkan, sebab yang namanya hak tentu saja hak, berarti akan pasti dimiliki termiliki. Sebaliknya apapun itu yang bukan haknya, tinggalkan, relakan, lupakan, ikhlaskan.

Menjalani hidup ini dengan ragam situasi yang terjadi, semestinya bisa mengontrol perasaan sesuai kebutuhan, agar keinginan yang tercapai atau tidaknya, itu semua kembali ke berkah atau tidaknya, haknya atau mungkin saja memang bukanlah haknya.

"Memberi itu indah, apalagi memberikan yang jelas-jelas berkah."

"Menerima juga akan jadi satu bukti ibadah, bilamana menerima apa saja yang memang jelas adalah haknya untuk diterimanya, tanpa unsur apapun yang memaksakan kehendaknya sendiri yang akan mungkin justru membuat pribadi yang lainnya jadi merugi."

Peribahasa ada pun tersedia, karena siapa saja yang membuat peribahasa tersebut, memang mengasihi dan tentu menyayangi kita semua yang adalah para penerusnya.

Salam Satu Indonesia
Bandung, 09062021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun