Ketika malam aku membaca, tak berapa lama aku teringat akan goresannya. Aku kemudian mencarinya, agar bisa menemuinya. Menemukan goresannya, yang terbaru darinya.
Aku akan selalu menikmati goresannya, memang itu yang aku mau. Aku bahkan tidak peduli apakah boleh atau tidaknya, toh belum tentu dia tau. Bahkan mungkin saja, dia tidak akan pernah mau untuk tau apa saja tentang mauku.
Aku menemukan permata, aku menemukan lega, itu yang aku rasa. Kilaunya sungguh nyata, aku percaya itu! aku bisa membacanya dari setiap goresannya.
Aku menjumpai bahagia setelah mengenalnya, berkat goresannya itu. Bahasa yang tersusun olehnya memang tidak senantiasa rapi, namun tentunya bukan itu intinya.
"Intinya, adalah isinya. Isi dari semua goresannya itu, yang memang bahasa rasa. Menurutku begitu."
Aku bersyukur bisa menemukannya, meski hanya sebatas goresannya. Bahkan nyaris setiap hari aku bisa mengunjunginya, berkunjung untuk membaca serangkaian goresannya.
Bukan raganya, tentu saja bukan itu mauku, toh jelas adanya... yang aku butuhkan adalah membaca setiap goresannya, lalu berikhtiar untuk bisa lebih memahaminya, memaknainya.
"Hanya itu, dan memang cukup itu."
"Sempurna bisa terasa, meski tak bersua secara raga. Sebab bahasa, sangat bisa menjadi pintu juga jendela, mewakili cita rasa cinta yang bijaksana."
"Cita yang bagaimana?! cita yang tidak perlu berpegangan."
"Rasa yang seperti apa?! rasa yang bukan tentang berpelukan.