Mohon tunggu...
Ridwan Ali
Ridwan Ali Mohon Tunggu... Freelancer - Me Myself and I

Baiklah, kita mulai. Ceritanya, lanjutannya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sedikit tentang Aku, Kami, dan Senyum Tipisku

7 Juli 2020   01:09 Diperbarui: 7 Juli 2020   01:18 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: Pixabay.com


Aku tentu saja kagum dan jelas-jelas mengagumi, mempunyai sosok seorang ayah seperti dirinya. Seorang lelaki yang bisa jadi panutan untukku. Beliau ajarkan aku menjadi seseorang yang periang menikmati keseharianku, selain berperan sebagai anak bungsu dari dua bersaudara.

Aku tentunya bangga memiliki seorang senior seperti dirinya. Senantiasa berupaya bertanggung jawab memenuhi apapun yang kami butuhkan. Kebutuhanku, juga kebutuhan anggota keluarga yang lainnya.

"Aku sangat mencintai dan menyayanginya." Itu tutur ibuku untuknya, untuk ayahku.

"Akupun sangat menghormatinya, dan berusaha mematuhi setiap perkataan yang terucap darinya." Itu tutur kakakku, yang memang merasakan secara langsung kasih sayang dari ayahku.

"Oh iya, coba perhatikan aku yang sekarang! Kemeja lengan panjang juga topi yang aku kenakan, adalah apa yang beliau pilihkan untukku."

"Oh iya, coba pandangi secara teliti senyum tipisku itu. Itu adalah senyum manis yang menawan yang belum tentu bisa dilakukan banyak orang." Kata ayahku sih begitu, hehehehe.

Aku memang masih muda, baru akan menginjak berusia 13 tahun di penghujung tahun ini. "Akupun bersyukur tentunya... di usia yang masihlah muda, sempat terlibat banyak cerita menarik tentang aku sendiri juga tentang kami sekeluarga."

Tentu saja begitulah adanya... "Untukku keluarga adalah nomor satu, dimana kami semestinya bisa saling memahami, yang bisa senantiasa mencoba bersatu padu menikmati hal-hal seru juga sarat akan ilmu yang bermutu."

"Hidup memang begitu, tak mungkin hanya jalan lurus saja. Pasti kadang ada belok kiri atau belok kanan. Malah mungkin, mesti seringkali menengadah untuk berdoa kepada-Nya... supaya tertahan dari salah jurusan." Menurut Ayahku sih begitu, itu katanya lho ya... bukan kata aku lho, tapi kata ayahku, hehehehe.

"Eh iya... mohon maaf yang sebesar-besarnya, bukan maksudku sok tau atau sok dewasa... hanya sekadar sedang sedikit bercerita tentang aku dan keluargaku, juga tentang sedikit apa yang pernah singgah, yang pernah kami alami lalu kami lalui, hehehehe... salam damai dari hati."

"Eh iya... selamat menikmati senyum tipisku yang tentu saja manis, meski tentu tak semanis madu yang itu tuh... hehehehe."




Ridwan Ali 07072020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun