Mohon tunggu...
Awalus Shoim
Awalus Shoim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Merasakan, melihat dan berfikir.. Egosentris adalah nafsu dan ambisi, "Sosialita mungkin sebuah kebutuhan"!!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kembali Pada Spirit Langgar, Sarana Ruang Tatap

16 Juli 2019   05:50 Diperbarui: 16 Juli 2019   07:48 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
langgar di Joglo Nusantara Pengasinan Depok bermodel Julak Ngapak

Spirit nilai keseimbangan Langgar 

Jangan jangan ini hanya  romantisme, hehe ?   Dalam diskusi kami di sudut perampungan prototype langgar yang mungkin terlihat grande, yaah sebagai sebuah role model, intinya pesan dan spirit Langgar itu harapan kami, dan kami saling tertawa bahwa ini hanya kemungkinan, bekmenowo (jawa: mungkin) di terima, mari kita mencoba menggaungkan dan kini bertahap kita realisasikan.

Konfirmasi kekinian apa yang terjadi hari ini, kita hadir buat dunia baru yang terlihat gigantis atau mungkin mengecil dan konekting global. Sementara kita kehilangan akal adanya kevertikalan dan kehorisontalan. 

Dalam bangunannya, spirit langgar menjadi  simbol sebagai titik penanda, kembali kepada keberadaan, refleksi pergantian dan dinamisasi perputaran revolusi, dimana letak eksistensi peradaban kita, identitas dan unsur keseimbangan dan kebutuhan dalam memanusiakan diri.

Kita berdiri dalam konteks peradaban, spirit of langgar ini antara kesadaran horisontal dan vertikal bertemu, ada presisi ruang dan nilai hidup, nilai nilai agama dan budaya ibarat ruh  menemukan raganya, dalam konteks peradaban manusia menemukan bajunya, inilah respon pada lingkunagn hdup dan negara kita, tidak sekadar narasi atau kegelisahan dan protes namun ada konkrit kehadiran ruang itu hal penting. Prototype, mahluk sosial butuh simbol, butuh bertatap.

Ketika kemudian langgar-langgar ini tersterilisasi dan  berubah fungsi atau menjadi masjid, dan masjid jami bahkan, sering kehilangan fungsi horisontalnya, Menjadi diskusi seputar ibadah mahdoh dan yang tertinggal orang tua. 

Muncul  jadi benturan-benturan antara Islam dan budaya. Sementara sisi lain ada benturan antaraI Islam kultural dan Islam mainstream. Butuh jawaban dan itu adanya di langgar sebagai inatrumen ruang pada masa lalu yang kmudian ini hilang, di sini kita coba bangun ulang.

Kesadaran ruang, cara memandang ruang yang flat, penilaian ruang adalah ekonomi financial, buang buang duit buat begini, sementara orang itu punya karakter dan identitas kemanusiaannya, mungkin romantisme, mungkin pula fitrah alami dalam bertatap muka tanpa penyekatan diri pada harapan ruang yang independen namun bersandaran pada religiusitas.  

Kepentingan bertatap dengan media lain, sanggar,  teras, ada orang main karambol ada gaple, waktu sholat ngaji mereka diingatkan dan saat kelaparan akhirnya mengambil buah dan makanan pada tetangga dan mereka melumrahkan itu. Di sini unsur kenakalan yang terstruktur dan terkontrol, kebebasan  ruang-ruang hilang terlalu sakral dan komersialisasi ruang, satu jalan surga satu jalan lain. Ruang budaya sosial menjadi dasar dalam dinamisasi masyarakat, kebudayaan kini berubah  menjadi ekonomi kreatif perlunya menarik keseimbangan pada hal yang tak memaksa menjadikan filantropi kolaboratif, ruang-ruang seperti ini hanya dikuasai oleh orang-orang mapan.

sementara seniman, budayawan kampung, kaum usahawan, pedagang dan profesi apapun terasing pada independensi berteduh dan berekspresi dalam sinergi pola hubungan dalam bingkai religiusitas.

Langgar sesederhana mungkin sebgai konsep, bentuk dan menajemen seperti apa, otoritas pak rw atau kadus, otoritas mak mak, otoritas mbah modin dan otoritas mereka yang ingin berteduh dalam peraduan langgar. kompleksitas permasalahan ruang publik harus tetap hidup dan tetep ada aturan, banyak pelaku dan pemerhati  akan hal ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun