Mohon tunggu...
Awaludin Rauf Firmansyah
Awaludin Rauf Firmansyah Mohon Tunggu... Teknisi - Educate Yourself - Penggemar Sepak Bola, Sejarah, dan Seni

Just Sharing

Selanjutnya

Tutup

Nature

Selasar Iptek: Yuk Kenalan dengan PLTSa, Pembangkit Listrik Berbasis Pengolahan Sampah

3 Mei 2020   14:50 Diperbarui: 7 Mei 2020   10:18 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PLTSa Jatibrang (Sumber Gambar : Antara Jateng)

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang cukup melimpah. Tak ayal jumlah sampah dan limbah yang dihasilkan dari aktivitas sehari-hari masyarakat, industri, rumah sakit, dan sektor lainnya makin meningkat dari hari kehari. Tercatat pada tahun 2019 yang lalu produksi sampah di Indonesia bahkan menyentuh angka 64 juta ton per tahun. 

Indonesia juga dinobatkan menjadi penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah China. Hal ini cukup beralasan dikarenakan ketergantungan masyarakat yang tinggi akan plastik di hampir seluruh lini kehidupan. Berbagai kampanye dilakukan untuk setidaknya dapat mengurangi kebiasaan kurang baik dari masyarakat diantaranya berupa kampanye 5R di perusahaan, fasilitas publik, sekolah lalu juga kampanye pembatasan penggunaan kantong maupun sedotan plastik serta upaya-upaya pemilahan sampah dari lingkungan RT layaknya di Jepang.

Salah satu upaya pemerintah yang cukup menarik minat ialah mulai dibangunnya Pembangkit Listrik tenaga sampah atau yang bisa disingkat sebagai PLTSa. Singkatnya, proyek yang sebenarnya sudah beberapa tahun ini berjalan dan bekerjasama dengan PLN ini mengubah uap hasil pembakaran sampah untuk menggerakkan turbin yang terhubung pada generator untuk selanjutnya listrik yang dihasilkan dapat disalurkan oleh PLN. 

Tak tanggung-tanggung daya yang dihasilkan dari sistem pembangkit ini ditaksir mencapai 500 KW hingga 10 MW, sebuah harapan tentunya mengingat jumlah sampah yang cukup signifikan dan kini ada peluang pemanfaatan secara masif. Tercatat beberapa PLTSa telah mulai beroperasi di kota-kota dengan lumbung samapah yang tinggi seperti di Surabaya (PLTSa Benowo) dengan volume sampah mencapai lebih dari 9000 ton, Semarang (PLTSa Jatibarang), Bandung (PLTSa Gedebage), Jakarta, hingga Makassar.

Oke, lantas bagaimana sebenarnya proses mengubah sampah yang dianggap kurang ekonomis menjadi daya listrik yang dibutuhkan semua kalangan ? Ada dua metode yang digunakan untuk mengolah sampah dalam sistem PLTSa ini, yang pertama ialah dengan metode insinerasi (pembakaran) secara umum, metode berbasis thermal ini diawali dengan pemilahan sampah-sampah yang sebelumnya telah ditampung pada Tempat Pengolahan Akhir (TPA). Selanjutnya sampah yang telah dipilah tersebut akan diolah dengan jangka waktu tertentu pada suatu bilik pengolah berteknologi Refused Derived Fuel yang mengolah sampah menjadi suatu padatan bernilai kalor tinggi. Setelah lima hari penyimpanan, sampah hasil pengolahan RDF pun dibakar pada suatu furnace dengan suhu 800-900 derajat celsius selama 7800 jam. Hasil dari pembakaran ini berupa panas dan juga gas buang yang terdiri atas Karbondioksida, Karbonmonoksida, hingga Oksigen. Sedangkan panas (kalor) yang dihasilkan, akan digunkan untuk memanaskan boiler dan uap dari pemanasan tersebut akan disalurkan menuju turbin uap yang terhubung dengan generator. Ketika turbin berputar, maka generator pun akan beresonansi (ikut berputar) dan menghasilkan tenaga listrik yang nantinya akan disalurkan melalui jaringan PLN.  

Metode kedua yang dikenal sebagai metode LFG (Lanfill Gas Fuel), tak jauh berbeda dengan metode pertama, hanya saja metode asal Jepang ini memanfaatkan mikroorganisme untuk menfermentasi metana yang terkandung dalam sampah untuk diambil biomassnya. Singkatnya sampah ditimbun dalam sanitary landfill yakni suatu area untuk mendekomposisi sampah. Sampah akan ditimbun secara kontinyu di dalam tanah dan akan membentuk lapisan-lapisan di dalam tanah. Selanjutnya gas methan hasil fermentasi sampah akan disalurkan dari pipa-pipa yang ada didalam lapisan landfill. Setelah itu barulah gas methan akan disalurkan menuju bilik pemurnian sebelum diarahkan menuju turbin dan generator. Residu dari penimbunan sampah tadi pun dapat dimanfaatkan sebagai kompos yang tentu berguna sebagai salah satu agen penyubur tanaman.

Beberapa tantangan dalam pengolahan sampah berbasis PLTSa ini ialah kontrol dan pengolahan gas buang dari pembakaran sampah itu sendiri, yang mana menghasilkan gas yang beracun dan justru menjadi agen pencemar baru. Hal ini tentu cukup berbahaya bagi lingkungan sekitar apabila gas-gas tersebut terus terakumulasi tanpa ada penanganan yang signifikan  hingga dapat menyebabkan ledakan gas ke lingkungan. Terlepas dari hal tersebut, proyek PLTSa masih menjadi harapan dalam pengolahan sampah menjadi sesuatu yang bernilai eknomis.

Sumber : Wikipedia, Tribun Ekonomi dan Bisnis, Antara Jateng

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun