Mohon tunggu...
Awaludin J
Awaludin J Mohon Tunggu... -

Ambilah keputusan dengan bijak, Jalani dengan penuh syukur dan sabar, Ikhlaskan tanpa pernah menyesalinya, Dan tetap bangkit meski selalu gagal.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Peran Mahasiswa dalam Pemilihan Umum 2014

23 Mei 2014   07:30 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:12 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ada baiknya peran mahasiswa untuk mengubah maindset / pola pikir masyarakat untuk lebih berpartisipasi dalam PEMILU di 2014, akan tetapi bila mahasiswa hanya terfokus oleh satu titik itu maka pemikiran seperti itu hanya akan memperkecil ruang lingkup mahasiswa di dalam kehidupan bernegara. Peran mahasiswa adalah sebagai Agent of Change. Mereka harus mampu membawa perubahan, baik itu dalam tingkat bawah maupun tingkat pusat. Merekaa tidak hanya membawa masyarakat dan menyadarkannya untuk memilih sosok pemimpin yang baik, jujur dan bertanggung jawab, tetapi mereka juga harus mampu membawa perubahan dalam struktur politik yang ada. Ketika sosok pemimpin yang muncul dalam panggung politik memang dinilai tidak layat dan kemudian minat masyarakat menjadi berkurang terhadap partisipasi politik, maka alangkah baiknya bila kita berfikir bagaimana merubah struktur politik dalam merekrut calon-calon pemimpin yang sesuai untuk memimpin bangsa ini. Apakah itu dengan sebuah konsep teori, atau pun melalui pergerakan.

Dalam sebuah buku yang berjudul Meraih Sukses dengan Menjadi Aktifis Kampus karangan Miftahul Huda bahwa misi mahasiswa adalah sebagai "Pejuang Keadilan". Dimana misi itu adalah bagaimana kita membawa masyarakat kepada pemimpin yang mampu memperjuangkan hak-hak mereka, atau kita terbawa oleh ranah politik yang kemudian menghianati rakyat dengan berpihak pada salah satu kubu. Seorang mahasiswa harus bersikap netral, perannya didalam pesta demokrasi ini pada 2014 bukanlah hanya sekedar untuk menyadarkan rakyat, tetapi mereka juga harus membangun kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi atau golongan. Keintelektualitasannya dipertanggung jawabkan dengan sebuah hasil dari proses politik untuk menampilkan pemimpin yang mampu mengatakan “Benar” sebagai “Kebenaran”, dan “Salah” sebagai “Kesalahan”.

Rakyat bukanlah tidak ingin untuk berpartisipasi dalam pemilu, GOLPUT adalah suatu kesalahan di dalam panggung politik yang terlalu banyak menampilkan ketidak adilan dan ketamakan para penguasa sehingga menimbulkan kejenuhan masyarakat, sehingga membuat mereka berfikir untuk lebih baik tidak ikut campur. Hal ini dapat kita lihat dalam PEMILU tahun lalu dengan banyaknya suara yang hilang (GOLPUT).

Ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Jeffry M. Paige dalam Subakti (1999: 144) ada beberapa tipe partisipasi masyarakat di dalam PEMILU, yaitu :

1.Apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan pada pemerintahan yang tinggi, partisipasi politik cenderung aktif.

2.Apabila seseorang tingkat kesadaran politik dan kepercayaan pada pemerintah rendah, maka partisifasi politik cenderung pasif.

3.Apabila kesadaran politik tinggi, tetapi kepercayaan pada pemerintah sangat rendah, akan lahir militan radikal.

4.Apabila kesadaran politik sangat rendah, tetapi kepercayaan pada pemerintah sangat tinggi, akan lahir partisifasi yang tidak aktif.

Yang sekarang terjadi saat ini adalah kesadaran politik rakyat yang tinggi, tetapi kepercayaan pada pemerintah sangat rendah. Ini dapat kita lihat dari berbagai macam gerakan yang lahir akibat maraknya kasus KKN yang kemudian dimunculkan issu kenaikan harga BBM, padahal bila dilihat dari demokrasi di tingkat Desa berjalan dengan kesadaran yang tinggi, tetapi ketika dihadapkan dengan demokrasi ditingkat Kabupaten/Kota sampai tingkat Pusat banyak suara yang hilang.

Maka disinilah peran mahasiswa berada. Mereka harus mampu menganalisa keadaan dimana dekadensi moral para pemimpin merajalela, tak cukup hanya dengan membawa dan menyadarkan masyarakat untuk ikut serta dalam PEMILU, dan mengabaikan bagaimana cara memperbaiki perekrutan pemimpin untuk lebih efektif dan efisien.

Seperti yang di ungkapkan Soe Hok Gie, seorang aktivis Orde Lama yang mengatakan bahwa "Bidang seorang sarjana adalah berfikir, dan menciptakan yang baru, mereka harus bisa bebas di segala arus-arus masyarakat yang kacau, tetapi mereka tidak bisa lepas dari fungsi sosialnya, yakni bertindak demi tanggung jawab sosialnya apabila keadaan telah mendesak, kaum intelejensia (pemikir) yang terus berdiam didalam keadaan yang mendesak telah melunturkan kemanusiaan. Ketika para penguasa mulai membuas, maka muncul kelompok-kelompok yang berkata tidak, mereka punya keberanian untuk berkata tidak, mereka walaupun masih muda berani menentang pemimpin-pemimpin geng-geng bajingan. Rezim Nadji, bahwa mereka mati itu bukan soal, mereka telah memenuhi panggilan seorang pemikir, tiada indahnya penghukuman mereka, tetapi apa yang lebih puitis, selain bicara tentang kebenaran? Yang kita perlukan saat ini adalah sebuah konsepsi, masalah ketidak pengertian rakyat mengenai sosok-sosok pemimpin yang di inginkan adalah masalah semua kaum intelejensia dari semua golongan." Dapat dikatakan bahwa peran seorang mahasiswa tidak cukup hanya sampai pada prosesnya saja, akan tetapi mereka harus mampu menciptakan output yang lebih baik dengan keilmuan yang mereka miliki.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun