Mohon tunggu...
Dokter Avis
Dokter Avis Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Anak

Saya dr. Hafiidhaturrahmah namun biasa disapa Avis, dokter umum dari FK Univ Jenderal Soedirman, dokter anak dari Univ Gadjah Mada. Awardee Beasiswa LPDP-PPDS Angkatan 1. Saat ini bekerja di RS Harapan Ibu Purbalingga. Monggo main di blog saya www.dokteravis.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Satu Keluarga Raih Beasiswa LPDP, Ini Tipsnya!

6 Maret 2016   11:15 Diperbarui: 6 Maret 2016   22:53 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setelah menjadi viral di sini, saya sajikan ulang tulisan saya di sini.

Rasanya sedikit aneh ketika kembali menulis setelah hampir 9 bulan lebih tidak menulis resmi di blog sendiri. Kali ini masih berhubungan dengan LPDP yang sudah ramai karena makin banyak sejawat dokter yang diterima dan mendapatkan kesempatan menjadi DOKTER SPESIALIS lewat LPDP. Selamat untuk yang sudah diterima dan jangan putus asa untuk yang belum lolos karena saya pun pernah mengalaminya.

Kegagalan di satu pintu bukan berarti tidak ada pintu lain yang terbuka, selalu optimis. 

Selalu Optimis

Ini prinsip untuk kita semua bisa bertahan dari berbagai macam permasalahan. Sama halnya ketika saya mendukung adik saya untuk ikut serta LPDP dan di tahap pertama kalinya dia ikut, dia gagal di tahapan wawancara. Setelahnya, bukan hal mudah untuk memberi semangat agar coba lagi. Apalagi sama dengan saya, LPDP bukan beasiswa pertama yang kami kejar. Kami berdua adalah para pemburu beasiswa. Dan kami berulang kali gagal. Berulang kali mengabarkan kegagalan satu sama lain karena adik saya di Jakarta sementara saat itu masih di Papua.

Bagi yang pernah gagal, mari TOSS dulu. Gagal sekali di beasiswa mungkin hal biasa. Namun kalau gagalnya berkali-kali sampai orang-orang di sekitar kita mulai mencibir, menumbuhkan rasa ketidakpercayaan diri, bahkan ikut lelah. Padahal kalau dipikir yang paling lelah dan mengikuti semua jalannya beasiswa dari mulai belajar bahasa Inggris memperbaiki TOEFL, IELTS, dan beragam persayaratan lainnya adalah kita, Yup kita para Pemburu Beasiswa. Kalau dipikir lagi, orang lain hanya ikut mendoakan saja kok lelah, aneh toh. Tapi semua itu sudah kita alami bersama. Dan percayalah, akhirnya hanya kepada KELUARGAlah tempat setulus-tulusnya doa terpancar. Saya dan adik saya mengalaminya. Sebut saja berbagai beasiswa master khusus sudah kami coba, dan memang gagal, atau kalaupun nyrempet lagi-lagi hanya sampai batas wawancara.

Apakah kami lelah? IYA, karena bohong rasanya kalau semua pengorbanan lintas pulau itu tidak melelahkan. Kami manusia biasa punya keterbatasan berapa kali kami harus mencoba hingga titik darah penghabisan.

Apakah kami menyerah? TIDAK. Yah, saya dan adik saya selalu berbagi informasi beasiswa apapun itu. Karena jurusan kami berbeda, dia urusan hukum dan keuangan sementara saya kedokteran, maka lewat berbagai link yang kami milikilah informasi-informasi beasiswa itu kami bagi.

Hingga akhirnya saya ada pada percabangan mengambil beasiswa Master di luar negeri atau melanjutkan beasiswa dokter spesialis. Yup, ketika berulang kali saya gagal dan ditolak, pada saat bersamaan saya diterima di tempat-tempat bergengsi. Hingga akhirnya saya meyakinkan diri untuk menjadi dokter spesialis anak terlebih dahulu, mimpi untuk mengambil master atau mungkin nanti PhD di luar negeri belumlah mati, saya tetap menjadi Pemburu Beasiswa.

Lalu bagaimana dengan adik saya yang tingkat kegagalan dan ditolak beasiswa lebih banyak dari saya (*ups...). Saya tetap memintanya untuk mencoba kembali LPDP. Karena LPDP memberikan kesempatan maksimal DUA KALI HINGGA MASUK WAWANCARA. Tapi bukan hal mudah mengobati rasa lelah dengan optimisme untuk tetap berusaha mencoba. Jika saya berhasil menginspirasi orang di luar sana untuk akhirnya mendaftar LPDP, saya pernah  mengalami kegagalan untuk meminta adik saya mencoba lagi LPDP.

 Jangan Menyerah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun