Mohon tunggu...
Avi NurSafitri
Avi NurSafitri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa PGSD FTIK UNISNU Jepara

Masa depan bertabur bintang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tahap Perkembangan Kognitif Anak Usia Sekolah Dasar dan Implikasinya dalam Kegiatan Pembelajaran

9 Januari 2021   13:32 Diperbarui: 9 Januari 2021   13:53 9244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

      Perkembangan kognitif mempunyai kaitan terhadap perkembangan otak, dimana perkembangan otak ini menyangkut ukuran dan fungsi otak. Perkembangan kognitif ini dipengaruhi oleh kecepatan perkembangan otak. Perkembangan otak ini terbagi menjadi dua, yaitu otak kiri yang meliputi kemampuan berfikir rasional, ilmiah, logis, analitis yang mempunyai keterkaitan dengan belajar membaca, berhitung dan berbahasa. Sedangkan otak kanan meliputi kemampuan untuk berfikir holistik, non-verbal, intuitif, non-linier, dan kreatifitas.
      Anak sekolah dasar mengalami perkembangan kognitif yang berbeda satu dengan lainnya. Anak akan mengalami dua fase di usia 7-12 tahun ke atas, yaitu operasional konkret yang merupakan fase ketika usia antara 7 smapai 11 tahun dan yang kedua fase operasional formal yang merpakan fase ketika anak berusia antara 11 sampai 12 tahun ke atas. Perkembangan kognitif ini akan berbeda di setiap anak karena dipengaruhi berbagai faktor, antaranya adalah faktor gizi, faktor genetika, pendidikan dan juga faktor lingkungan. (Puspitasari dkk, 2011: 52-60).
      Perkembangan kognitif anak usia sekolah dasar sebelumnya telah disebutkan diatas terbagi menjadi dua fase, apabila fase-fase tersebut dideskripsikan dan diimplikasikan terhadap kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
Perkembangan kognitif anak usia 7-11 tahun dan implikasinya di dalam pembelajaran
      Pada usia 7-11 tahun menurut teori Piaget, anak memiliki pemikiran operasional konkret. Operasional konkret sendiri merupakan kondisi dimana anak sudah mampu menggunakan akalnya untuk berfikir logis terhadap sesuatu yang konkret. Menurut Upton (2012:160) menyebutkan bahwa anak masih mengalai penalaran yang terbatas walaupun mampu menalar secara logis juga mampu memahami hubungan-hubungan kasual, namun mereka belum mampu melakukan penalaran bersifat abtrak.
      Bujuri (2018) telah mendeskripsikan kemampuan kognitif anak berdasarkan usia / kelas dan implikasinya dalam pembelajan sebagai berikut:
Kemampuan anak usia tujuh tahun (kelas 1 SD)
Kemampuan kognitif anak pada tahap pengetahuan dan pemahaman masih terbatas. Sebagaimana teori Taksonomi Bloom, di fase ini anak memasuki ranah  C1 (mengingat) dan memasuki awal jenjang C2 (memahami). Anak juga sudah masuk pada jenjang C3 (menerapkan) namun masih dalam level rendah. Contohnya anak mampu mengeja, menyalin dan berbahasa Indonesia juga bertanya ketika belajar. Selanjutnya pembelajaran yang dilaksanakan haruslah menggunakan pembelajarn yang bersifat kontekstual yang mana mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari. Pada fase ini, karena anak masih berada pada masa bermain, maka guru haruslah menciptakan pembelajaran yang kreatif juga menyenangkan sebagai contoh dengan cara bernyanyi, mendongeng dan memainkan peran.
Kemampuan kognitif anak usia delapan tahun (kelas 2 SD)
Anak sudah memasuki jenjang C2 (memahami) dan tahap C3 (menerapkan) yang semakin bertambah baik. Menurut Piaget anak usia 7-8 tahun dapat mengetahui hubungan yang terdapat dalam sebuah kumpulan tingkat (objek) dan dapat menyusunnya berdasarkan ukuran. Dan untuk pembelajaran yang dapat diterapkan adalah pembelajaran berbasis alam atau lingkungan sekitar agar anak tidak jenuh dan bosan. Pada fase ini anak sudah mampu belajar secara formal namun masih membutuhkan pembelajran yang menyenangkan.
Kemampuan kognitif anak usia sembilan tahun (kelas 3 SD)
Anak pada fase ini masuk pada ranah C3 (menerapakan) yang mana mampu menggunakan atau menerapkan materi yang telah dipelajari pada situasi baru yang menyangkut aturan dan prinsip. Anak pada fase ini sudah bisa untuk diberlakukannya sistem pembelajaran yang metode diskusi kelompok namun kemampuan anak masih terbatas. Guru dalam pelaksanaannya juga harus mengendalikan, mengawasi dan membimbing proses belajar anak secara intensif.
Kemampuan kognitif anak usia sepuluh tahun (kelas 4 SD)
Kemampuan kognitif anak sudah berada jauh lebih baik pada ranah C3 (menerpkan) pada usia 9-10 tahun juga anak sudah memasuki ranah C4 (menganalisis). Anak mampu menganalisis dan menghubungkan teori dengan fakta yang ada guna menarik sebuah kesimpulan. Pembelajaran pada fase ini bisa diterapkan sistem belajar kooperatif atau belajar dalam kelompok-kelompok kecil. Pada pembelajaran kooperatif anak mampu diajak bernalar kritis dan bertukar gagasan untuk memecahkan suatu masalahan.
Perkembangan kognitif anak usia sebelas sampai dua belas tahun ke atas dan implikasinya di dalam pembelajaran
      Pada fase ini anak disebut berada pada fase operasional formal yang mana anak sudah mampu memikirkan sesuatu yang mungkin terjadi atau hipotesis juga sesuatu yang bersifat abtrak. Ginsburg dan Opper (dalam Bujuri, 2018)  menyatakan bahwa di tahap ini anak sudah mampu berfikir fleksibel dan juga efektif juga mampu menghadapi persoalan yang bersifat kompleks. Pada fase ini pula anak sudah mampu menggunakan pemikiran hipotesis-deduktif, siklus pemikiran ini sangat baik untuk mengembangkan daya kritis anak pada pemahaman konsep.
     Pada konteks pendidikan anak berada pada level kelas 5 dan 6. Pada usia sebelas tahun atau kelas 5 SD, anak memasuki ranah kognitif C5 (mengevaluasi dan menilai) dan C6 (menciptakan) dan pada usia dua belas tahun ke atas ( kelas 6 SD) anak memasuki C5 dan C6 yang lebih baik. Di fase ini pula sudah dapat diterapkan model pembelajaran yang terpusat pada siswa atau student center, model pembelajaran inkuiri adalah salah satunya yang dapat diterapkan. Pada level kemampuan berfikir anak di usia ini metode belajar yang dapat digunakan bukan hanya metode kooperatif atau inkuiri saja, namun sudah mampu diterapkan pembelajaran konstruktivisme. Karena anak sudah memiliki kemampuan untuk membentuk pertimbangan terhadap suatu kondisi juga menentukan pilihan dengan dasar ilmiah.
     
Daftar Pustaka:
Bujuri, Dian Andesta. 2018. Analisis Perkembangan Kognitif Anak Usia Dasar dan Implikasinya dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Jurnal Literasi. 9 (1): 37-50.
Chamidah, Nur Atien. 2009. Deteksi Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jurnal Pendidikan Khusus. Vol. 5 No. 2.
Puspitasari, Fithia Dyah dkk. 2011. Hubungan antara Status Gizi dan Faktor Sosio Demografi dengan Kemampuan Kognitif Anak Sekolah Dasar di Daerah Endemis Gaki. Jurnal Gizi Indon. 34(1) : 52-60.
Upton, Penney.2012. Psikologi Perkembangan. Terj. Noermalasari Fajar Widuri. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun