Tidak. Aku tidak pernah mengharapkanmu sebelumnya – bagaimana harus aku?
Kamu bukan cowok populer...bukan maksud untuk naif tapi, tidak ada simpang siur dari teman-temanku untukmu dan tentang dirimu yang patut digilai. Aku pernah mendengar namamu, tapi ketertarikan untuk kenal kamu pun....tidak. Walau kita entah kapan berpapasan di tempat yang sama, tiga tahun ini...aku tidak pernah tertarik olehmu. Ya...sampai hari itu...Kamu tahu kan aku paling tidak bisa memegang ucapan-ucapanku?
Mana tahu aku cinta bisa sespontan ini.
Jika suatu hari nanti aku bulatkan rencanaku untuk tidak mengenalmu—atau pura-pura tidak mengenalmu ketahuilah bahwa sesungguhnya aku menganggap itu sebagai solusi terbijak yang pernah keluar dari mulutku, juga solusi terbodoh jika aku mempertahankan keegoisanku.
Kau tak pernah tahu bagaimana di pojok ruangan dekat kipas angin itu haru tiba-tiba dariku yang suka kumat jika melihat spesies sekharismatik dirimu timbul, ketika kau menanyakan namaku...ketika kau menanyakan aku sekolah dimana...bagaimana bisa tahu nama dan peran dirimu yang sama dengan peran diriku..ketika kau menanyakan lagi namaku untuk ketiga kalinya karena kau, dan kita terlalu kikuk untuk saat pertama...ketika bola matamu tertangkap oleh sudut bola mataku memperhatikan bagian atas bibirku yang dari tadi manyun sembari senyam-senyum karena cukup merasa terbodohi oleh soal matematika... terimakasih pada wanita 20 tahunan berjilbab biru, yang dari tadi sibuk mengevaluasi hasil hitungan-hitunganmu, yang memperkenalkan kita, cukup membuatku terkesima karena sosokmu begitu bersahaja.
Kurang dari hitungan sampai satu jam aku mulai menelusuri dirimu—kamu tahu kan lawan jenismu ini penelusur paling hebat ketika mereka jatuh dalam...., ya kau tahu lah apa, kau juga sedang merasakannya ternyata dengan gadis baru tumbuh remaja itu. Kukira kau sendiri.
Buatku...rasanya ingin aku mengecup manis ‘terima kasih’ karena kau bisa buat aku jatuh cinta lagi. Baiklah...ini cukup lucu...!
Karena kau tahu apa?
*bersambung