Mohon tunggu...
Avanti DM
Avanti DM Mohon Tunggu... Guru - bukan siapa tak punya apa

tak ada yang lebih menakutkan dari mempertahankan hidup

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Toleran, Pemaaf, dan Baik Hati

6 September 2019   23:11 Diperbarui: 6 September 2019   23:13 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tiga imej yang diharapkan dimiliki secara sempurna oleh umat Islam. Ketika anjing masuk masjid maka Islam diharapkan pemaaf karena yang memasukkan adalah nasrani yang "dianggap" tidak tahu bahwa anjing tidak boleh memasuki masjid. Jadi ingin tahu apa gereja juga mengijinkan, atau pura, atau vihara, klenteng, atau rumah ibadah sebelah mana yang mengijinkan hewan masuk. Atau hidup di sebelah mana dari Indonesia, sampai tidak tahu kalau hewan tidak diijinkan masuk ke rumah ibadah manapun.

Ketika bendera Rasullulah dikibarkan dan dianggap makar, maka kembali Islam diharapkan toleran, meski bendera bintang kejora berkibar di depan istana. Itu bukan indikasi makar bagi petinggi negeri ini yang teriakan NKRI harga mati membahana. Sama sekali tidak merongrong persatuan dan kesatuan negeri ini. Pasukan tahan bacok, berani mati yang hobi membubarkan pengajian, nggak muncul di sana. Pengajian yang mengajarkan bela negara, menentang segala bentuk penjajahan, menjadi ancaman bagi petinggi negara ini. Coba carikan isi pengajian ustadz yang sering dibubarkan pengajiannya yang menganjurkan pemberontakan lepas dari NKRI?

 Ketika beberapa daerah menerapkan peraturan daerah yang mengadopsi syariah, seperti DI. Aceh, Propinsi Banten, dan beberapa daerah lain, ramai tanggapan dari para ahli syariah dadakan, seakan lebih tahu dari yang punya daerah. Ibarat kata tetangga mengomentari aturan rumah tangga tetangga lainnya, atau Pak RT protes karena warganya menerapkan aturan mematikan televisi, sementara Bu RT hobi nonton sinetron.

Penerapan aturan syariah dianggap tidak toleran karena memaksakan aturan bagi non muslim di wilayah mayoritas muslim. Ini aneh sekali. Kalau penerapan syariah itu di Denpasar, Jayapura, Manado, bolehlah teriak sekencangnya tentang penerapan syariah. Lha ini di Serang, Padang, Banda Aceh, kota yang memang mayoritas muslim. Dan yang ribut adalah warga di luar wilayah yang menerapkan. Dan beragama Islam. Uaneh sekali.

Takbir keliling, suara adzan dianggap sangat mengganggu, hingga perlu dibuatkan aturan volume adzan. Sementara penggunaan atribut Natal bagi pramuniaga berjilbab, sama sekali tidak mengganggu keimanan, justru didengungkan sebagai bentuk toleransi. Semua ribut menterjemahkan apa itu keimanan seakan mempelajari dengan detail keilmuan tentang keimanan sehingga memiliki kompetensi mengkritisi definisi keimanan yang disampaikan oleh mereka yang menyandang predikat ulama. 

Caci maki, hujatan bahkan kriminalisasi dilayangkan kepada para ulama, karena menghasut umat tidak menghargai kebhinnekaan. Padahal ayat tentang hal ini jelas termaktub dalam Al Qur an surat Al Kafiruun, yang berbunyi, "Lakum dinukum walliyadin." yang jelas menghargai kebhinnekaan. Bhinneka bukan berarti mengikuti kegiatan keagamaan semua agama, melainkan membebaskan para pemeluk melaksanakan ibadah dan kegiatan keagamaan. Maka disanalah muncul toleransi, tak perlu nyinyir ketika warga muslim tetap bekerja di hari Natal, dan tak usah ikut libur bagi Nasrani ketika umat Islam tengah ber Idul Fitri. 

Dimana tempatnya minoritas bisa mengatur mayoritas selain di Indonesia. Kurang toleran pemaaf dan baik hati yang bagaimana lagi umat Islam di Indonesia? Wajah islam yang toleran, pemaaf dan baik hati adalah Islam dalam definisi mereka, yang menginginkan liberalisasi keagamaan. Sesuai dengan bebutuhan. Mengakomodasi pembenaran yang kontadiksi dengan ajaran yang disampaikan Rasul melalui pewahyuan Al Quran.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun