Mohon tunggu...
Ausof Ali
Ausof Ali Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Sejarah-Universitas Indonesia, anggota Pandu Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora featured Pilihan

15 Januari 1974, Sebuah Tragedi

16 Januari 2012   14:00 Diperbarui: 15 Januari 2019   21:26 27189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Repro buku Hariman & Malari/merdeka.com

Tim yang disebut dengan ‘Mafia Berkeley’ karena hampir seluruh anggotanya merupakan lulusan University of California, Berkeley ini merupakan teknokrat yang menentukan seluruh kebijakan ekonomi dan anggaran negara pada masa itu. Tim ini terdiri dari dosen-dosen Universitas Indonesia yaitu, Widjojo Nitisastro, Emil Salim, Ali Wardhana, J.B. Soemarlin, dan Dorodjatun Koentjoro-Jakti.

Para teknokrat ini cukup berhasil dalam memulihkan keadaan ekonomi indonesia dengan kebijakan-kebijakan kapitalisnya namun cukup berimbas buruk pada ekonomi rakyat. Hal ini terjadi karena Indonesia berada pada keadaan dimana  ekonomi nasional  harus cepat dipulihkan.

Kemudian para teknokrat itu pun membuat sebuah undang-undang mengenai penanaman modal asing dan melakukan kerja sama dengan IMF. Hal ini membuat hutang Indonesia meningkat drastis dalam waktu yang cepat. Namun selain tim teknokrat Widjojo cs. Soeharto juga memiliki dua orang asisten pribadi yaitu Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardhani. Ali Moertopo adalah kepala operasi khusus (opsus) dan juga Aspri Presiden, hal ini membuatnya memiliki kekuasaan lebih untuk mengintervensi dan mengambil keputusan sendiri. kekuasaan ini digunakan untuk menaklukan lawan-lawan politiknya atau siapapun yang menghalangi jalannya.

Selain itu Ali Moertopo juga memiliki sebuah lembaga studi yang didirikan bersama Pater Beek untuk menjadi dapur dan think tank bagi pemerintah untuk mengkonsep sistem dan kebiajakan negara selanjutnya yaitu CSIS.  Lembaga ini didukung oleh ilmuwan-ilmuwan lulusan eropa seperti Pang Lay Kim, Daoed Joesoef, Soedjati, Harry Silalahi, dan Hadisoesastro. Dari diskusi lembaga ini mengenai kebijakan yang seharusnya diambil oleh negara kedepan kemudain dirangkum dalam sebuah buku yang berjudul “Dasar-dasar Pemikiran mengenai Akselerasi Modernisasi Pembangunan 25 Tahun”.

Buku ini diterbitkan sendiri oleh lembaga studi tersebut dan mengatasnamakan Jenderal Ali Moertopo sebagai pengarangnya. Dari kedua kubu inilah (ASPRI dan Teknokrat) kebijakan politik dan ekonomi nasional diambil. Dari kedua kubu ini jugalah kedisharmonisasian antar elemen aparatur negara terjadi.

Dualisme ini muncul karena kebijakan masing-masing kubu bertolakbelakang. Yang lebih aneh lagi adalah ketika presiden Soeharto mengambil kebijakan untuk menjalankan langkah-langkah sesuai buku “Dasar-dasar Pemikiran mengenai Akselerasi Modernisasi Pembangunan 25 Tahun” dari kubu Ali Moertopo dengan CSIS-nya namun menyerahkan tugas untuk menjalankanyannya pada Widjojo Nitisastro dengan tim Teknokratnya. Persaingan Dua Jenderal Selain Ali Moertopo, orang yang memiliki power dalam kepemerintahan adalah Pangkopkamtib Jenderal Purn. Soemitro. Soemitro dalam buku Pangkopkamtib Jenderal Soemitro Dan Peristiwa 15 Januari 1974 mengakui kalau ada usaha untuk menetralisir dirinya yang dilakukan oleh Ali Moertopo.

Hal ini dilakukan karena pak mitro dianggap menjadi penghalangnya dalam  melakukan pengambil alihan kekuasaan dari Jenderal Soeharto.

Ali Moertopo sendiri dalam buku itu digambarkan sebagai orang yang idealis. ‘Ali merupakan orang yang idealismurni dimana gerak-langkahnya didalam hidup dimotivasi oleh idealisme dan ambisi, dan bukan oleh dorongan uang,

Namun sayangnya yang salah adalah permainan Ali Moertopo yang kurang terpuji, dengan budaya, mental, pola, dan tata pikir peninggalaan zaman Nasakom. ’. Ali Moertopo dipercaya menjadi asisten pribadi Soeharto karena keberhasilannya melaksanakan tugas operasi khususnya meminimalisir jumlah partai sebagai partisipan pemilu dan menambah jumlah anggota partai Golkar.

Hal ini diperintahkan oleh presiden dan dilakukan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto dan rezim  orde baru. Kepercayaan ini dimanfaatkan oleh Ali Moertopo untuk menjalankan rencana-renacannya dalam mencapai kursi presiden. 

Adapun langkah-langkah yang dia lakukan adalah membuat sebuah gerakan yang mampu membantunya dalam menggalang dukungan, akhirnya Ali mengambil alih GUPPI (Gabungan Usaha Perbaikan Pendidikan Islam) yang bermarkas di jalan Timor, Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun