Mohon tunggu...
Abdullah Usman
Abdullah Usman Mohon Tunggu... Ilmuwan - sempat fakum, kini aktif kembali

Dosen agribisnis Unram, pengamat prilaku sosial keagamaan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Allah Mengazab HambaNya?

24 Juni 2012   03:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:36 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Allah mengazab hambaNya?

Di dalam Al-qur’an surat Ibrahim terdapat potongan ayat “Lainsyakartum ....inna adzaabi lasyadidd..., yang memiliki arti: azabku amat pedih”.Potongan ayat tersebut mengisyaratkan bahwa Allah mengazab hambanya.Berarti Allah kejam dan bengis?Naudzubillah min dzaalik dari pikiran kacau dan kalut.Ampuni hamba.

Allah maha rahman dan rahim, ditunjukan oleh hadis yang berbunyi “Apabila dia mendekati-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehasta. Apabila dia mendekati-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Dan apabila dia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari. (Shahih Muslim No.4832).

Allah maha penyayang, tidak tega menyiksa dan mengazab hambaNya, Allah luluh murkanya, dipadamkan oleh ampunanNya, walau hamba membawa dosa sebesar jabal uhud.Hal tersebut ditunjukan oleh kisah berikut: Si A yang punya amal 99, mendapat tambahan amal 1 dari pemberian si B sehingga genaplah amal si A menjadi 100, dan karenanya si A bisa masuk syorga.Kebaikan si B senilai 1 tersebut, dibalas Allah dengan 100 dengan memerintahkan si A mengikutkan si B masuk syorga.

Jika demikian, apa yang dimaksud azab Allah pedih dalam ayat di atas?Yang jelas, Allah tidak sadis, Allah maha adil, tidak akan mendholimi hambanya.Kalaupun hamba diazab, itu tidak lain dari ulah hamba itu sendiri.Al Quran menegaskan “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia...” (QS30:41).Padahal Allah sudah menurunkan tuntunan (hudan) yang sempurna.Namun manusialah yang tidak mempelajarinya atau tidak mengamalkannya sehingga perbuatannya melanggar batas. Mempelajari tuntunan adalah kewajiban semua insan: tuntutlah ilmu mulai dari buaian ibu sampi liang lahat;tuntutlah ilmu walau ke negeri cina.Kalau tuntunan tidak dipejari sehingga ditimpa muisbah, maka salah sendiri.Kenapa tidak belajar agar tahu, kenapa tidak turuti perintah agar selamat.

Tuntunan sudah sempurna “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (QS 5:3).Dalam khotbah terakhirnya, Rasulullah bersabda “aku meninggalkan dua pusaka, Al-Qur’an dan contoh-contohku sebagai As-Sunnah dan bila kalian mengikutinya tidak mungkin akan tersesat”.

Jika tidak mengacu pada tuntunan, lalu turun bala dan bencana, apa lantas disimpulkan Allah murka?Sudah dikasih tahu, jangan main api, nanti terbakar.Hamba yang bandel dan main api, lalu terbakar, salah Allah-kah itu?.Tidak, manusia sendiri yang mendholimi dirinya dengan melakukan pelanggaran bermain api.Begitu juga dengan bencana lainnya.

Lalu kenapa orang bermain api?Sebagian karena tidak tahu (jahil), ada tuntunan tapi tidak dipelajari.Kenapa tidak dipelajari?Seorang anak yang dilahirkan keluarga broken home, umumnya menyerahkan masa depan anaknya pada alam.Boro boro merawat anak, mengurus dirinya saja tidak benar.Akibatnya, anaknya terlantar dan tidak mendapatkan pendidikan yang mencukupi agar memiliki kapasitas belajar yang memadai.

Jika tuntutan tidak tahu, maka besar peluang dia salah jalan sehingga kehidupannya sia sia yang mengakibatkan dia masuk neraka.Lalu siapakah yang salah atas anak jalanan yang terlantar?Jelas orang tuanya punya andil dan akan dimintai pertanggungjawaban atas hal tersebut.

Bagi anak yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga yang beradab, akan mendapatkan pendidikan yang cukup sebagai instrumen dalam mendapatkan tuntunan yang dengan tuntunan tersebut maka selamatlah dia.Karena tuntunan yang dia dapat itu adalah karunia, maka akan dimintai pertanggungjawaban atas karunia tersebut, apakah diajarkan juga kepada yang lain.Dengan kata lain, kita dituntut untuk memiliki kepedulian sosial, ikut memikirkan nasib anak jalanan.

Bagaimana selanjutnya?Yang jelas kita tidak punya kapasitas untuk memberi hidayah baik kepada diri sendiri apalagi kepada orang lain.Rasulullah saja tidak mampu memberi hidayah kepada pamanya Abu Tholib.Karena itu, periksa diri apakah sudah melakukan hal hal yang diperintahkan dan meninggalkan hal hal yang dilarang?Bagaimana agar kita mengetahuinya?Belajar!Singkat dan praktisnya, amalkan ilmu yang dipelajari, tetaplah jaga pola kehidupan sederhana, asah terus semangat jihad menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangannya.Insyaallah Allah akan menunjukan kesempurnaan manajemenNya dan kita tidak akan mendapatkan azabNya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun