Mohon tunggu...
M. Auritsniyal Firdaus
M. Auritsniyal Firdaus Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Alumni S1 Jurusan Muamalah Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Walisongo Semarang - Mahasiswa S2 Prodi Hukum Bisnis Syariah Jurusan Hukum Islam Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Pasca Putusan MK Nomor 93/PUU-X/2012

19 Juni 2015   19:59 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:38 1279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

       Mengenai badan peradilan yang berwenang menyelesaikan perselisihan jika terjadi sengketa perbankan syariah memang sempat menjadi perdebatan di berbagai kalangan. Apakah  menjadi kewenangan Pengadilan Umum atau Pengadilan Agama. Dengan di amademennya UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama oleh UU No. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama memberikan  keluasan, ruang lingkup tugas dan wewenang memeriksa, mengadili, maupun menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dalam bidang ekonomi syariah meliputi : bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksa dana syariah, obligasi syariah, surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah. Yang dimaksud dengan antara orang-orang yang beragama Islam adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama. Adapun sengketa dibidang ekonomi syariah yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama :

  1. Sengketa dibidang ekonomi syariah antara lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah dengan nasabahnya.
  2. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara sesama lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah.
  3. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara orang-orang yang beragama Islam, yang mana akad perjanjiannya disebutkan dengan tegas bahwa kegiatan usaha yang dilakukan adalah berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

       Selain dalam hal kewenangan, UU No. 3 Tahun 2006 juga mengatur kompetensi absolute (kewenangan mutlak) Pengadilan Agama. Di dalam Pasal 55 ayat (1) UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah juga mengatakan penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Namun ada problematika kewenangan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa di bidang perbankan syariah, dimana dalam UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah terjadi perbenturan kewenangan  dalam  penjelasan pasal 55 ayat (2)  berisi tentang penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan sesuai akad meliputi: arbitrase, alternatif penyelesaian sengketa, dan peradilan umum. Penjelasan pasal 55 ayat (2) menimbulkan ketidakpastian hukum dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah. Namun Putusan MK Nomor 93/PUUX/2012 memang telah menyelesaikan problem dualisme penyeleseaian sengketa secara litigasi, yaitu menyerahkan kewenangan absolute menyelesaikan sengketa perbankan syariah secara litigasi kepada Pengadilan Agama. Walaupun penjelasan pasal 55 ayat (2) dihapus, secara non litigasi dikembalikan lagi pada pasal 55 ayat (2) yang berbunyi : Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu pada Pengadilan Agama, penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad. Pasal 55 ayat (2) mempunyai arti penyelesaian sengketa perbankan syariah dapat dilakukan sesuai dengan akad atau perjanjian. Jadi setelah adanya putusan MK Nomor 93/PUUX/2012, penyelesaian sengketa perbankan syariah secara litigasi ditangani oleh Pengadilan Agama. Adapun secara non litigasi ditangani oleh Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa lainnya. Arbitrase dalam hal ini diselesaikan oleh Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS), sedangkan alternatif sengketa lainnya diselesaikan melaui kesepakatan penyelesaian sengketa yang didasarkan pada iktikad baik. Apabila sengketa tersebut tidak dapat diselesaikan, maka secara tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seseorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator.

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun