Mohon tunggu...
Aurelia Melisa
Aurelia Melisa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

JURNALISME KUNING DALAM MEDIA ONLINE

8 Oktober 2018   15:32 Diperbarui: 8 Oktober 2018   15:52 1647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengantar

Sebagai sebuah negara demokrasi, Indonesia tentu memberikan kebabasan kepada rakyatnya salah satunya untuk berpendapat. Pers  sebagai salah satu penyalur aspirasi atau pendapat rakyat melalui media-media juga tak lepas dari yang namanya kebebasan. Sesuai dengan semangat Undang-undang no 40 tahun 1999 pers memiliki kebebasan yang ditujukan untuk mencapai kemerdekaan pers serta untuk mewujudkan masyarakat yang berdaulat berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum.  Kebebasan pers tersebut telah berlangsung lebih dari 18 tahun.

            Adanya kebebasan pers tentu memberikan dampak positif maupun negatif bagi demokrasi di Indonesia. Dampak positif yang diberikan antara lain semakin berjalannya fungsi watch dog atau pengawasan dari masyarakat melalui pemberitaan pers terhadap pemerintah, masyarakat terbantu untuk menyampaikan aspirasinya pada pemerintah, selain itu informasi yang diberikan dari pers juga semakin beragam dan informatif. Adanya kebebasan pers tak jarang memberi dampak negatif, dampak tersebut antara lain dengan adanya kebebasan, pers terkadang memanfaatkannya untuk menyampaikan berita-berita yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Berita-berita hanya mengandung unsur sensasional,  media-media ingin agar beritanya dibaca oleh banyak orang dan mendapat rating yang tinggi sehingga mendapat banyak keuntungan. Adanya kode etik  jurnalistik  yang sudah dibuat bagi jurnalis pun pada akhirnya menjadi kabur demi kepentingan keuntungan media (Sudarjo, 2013)

Apa itu jurnalisme kuning??

            Beberapa media dalam pemberitaannya menonjolkan unsur sensasional dalam bentuk judul berita, foto, isi berita, unsur pornografi atau hal-hal yang bersifat cabul. Dalam istilah jurnalistik gaya pemberitaan yang demikian disebut dengan jurnalisme kuning atau yellow journalism. Menurut David Spancer (2007) jurnalisme kuning identik dengan kaburnya fakta dan fiksi, hiperbola dan banyak sensasi, menekankan pada hal-hal negatif, meruntuhkan institusi penting masyarakat, dan gagasannya hanya merupakan komoditas untuk keuntungan semata. Sumadiria dalam Marcelino (2012) menyatakan bahwa koran kuning menggunakan pendekatan jurnalistik SCC, singkatan dari sex, conflict dan crime. Warna kuning menjadi sebutan bagi gaya pemberitaan tersebut menurut Holbrok Jackson dalam Sachsman (2013) karena warna kuning merupakan simbol dari waktu, dan semua yang aneh dalam seni dan kehidupan dengan semua yang kini sangat modern.

Bagaimana awal kemunculan jurnalisme kuning serta perkembangannya sampai saat ini?

            Kehadiran jurnalisme kuning tak lepas dari perkembangan koran di Amerika Serikat pada pertengahan abad ke 19. Stanley J. Baran dan Dennis K. Davis dalam Malik (2017) menyatakan bahwa jurnalisme kuning bisa dikatakan berawal dari adanya penny pers yang dipelopori oleh Benjamin Day dengan korannya yang bernama New York Sun. Disebut dengan penny pers lantaran koran tersebut dijual dengan harga satu penny per eksemplar, sedangkan koran lain pada jaman itu memiliki harga yang sangat mahal. Koran Sun didistribusikan di jalanan dengan konten berita yang dekat dengan kehidupan masyarakat, bukan politik dan ekonomi. Kesuksesan yang diraih oleh Sun menimbulkan persaingan yang tidak sehat sehingga kemudian melahirkan jurnalisme kuning pada tahun 1890-an.

            Kemunculan jurnalisme kuning dipelopori oleh Joseph Pulitzer dan William Randolph Hearst. Pulitzer dengan korannya New York World mengalami persaingan dengan koran San Frasisco Examiner milik Randolph. Persaingan yang terjalin diantara keduanya sangatlah tidak sehat, dan puncaknya terjadi pada saat kedua koran tersebut memberitakan tentang ketegangan antara Amerika Serikat dan Spanyol, berita ditulis dengan dibumbui dan didramatisasi hingga menimbulkan perang. Walaupun pada akhirnya menimbulkan kritikan namun jurnalisme kuning ini banyak ditiru oleh koran di Amerika Serikat.

            Di Indonesia, koran kuning ada sejak era Demokrasi Liberal, namun perwujudan yang sesungguhnya baru muncul di era Orde Baru dengan munculnya harian Pos Kota yang menyajikan informasi terkait kriminalitas, kekerasan dan seksualitas.

Jurnalisme kuning di era jurnalisme online

            Seiring perkembangan jaman dan teknologi perusahaan media juga mulai mengikuti pasarnya yang sudah mulai meninggalkan koran lantaran adanya internet. Perusahaan mediapun mulai membuka portal-portal berita online. Jurnalisme kuning yang pada awalnya menggunakan koran sebagai medianya kini praktiknya juga muncul dalam portal-portal berita online. Adanya keinginan yang sama dari perusahaan media berita online untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya serta mendapatkan banyak like dari masyarakat membuat jurnalisme kuning juga marak dalam media online.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun