Ikhlas jadi salah satu ilmu yang paling sulit dilakoni. Sebab, hidup tak selalu tentang beruntung. Tentu banyak situasi atau orang yang menjengkelkan kita.
Rasa sakit dan kecewa sudah jadi bagian dari hidup. Namun, memaafkan semua perasaan itu bukanlah hal yang mudah.
Saya harus memberi hormat setinggi-tingginya untuk orang yang sudah mencapai di titik itu. Pasalnya, saya belum sepenuhnya bisa mengikhlaskan segala kekecewaan di belakang.
Tulisan ini tidak akan menggurui, tetapi mari belajar bersama tentang keikhlasan atas rasa sakit hati ala Filosofi Teras.
Manampiring punya pendapat bahwa manusia saling menyakiti dan menyinggung sesamanya. Menurut saya, memang itulah hidup. Bertemu dengan orang baik juga belum tentu selamanya bernasib baik. Tidak ada yang bisa menjamin seseorang itu selalu berlaku baik.
Sebab, dunia tidak berporos padamu. Ada saja keadaan yang tidak mengenakkan. Orang lain bisa mendapatkan perlakuan buruk, begitu pun kita. Stoisisme meminta kita juga harus siap untuk itu.
"Musibah terasa paling berat bagi mereka yang mengharapkan hanya keberuntungan" -Seneca
Ingat pula bahwa semua situasi buruk tersebut berada di luar kendali kita. Tidak ada seorang pun yang bisa mengendalikan perilaku orang lain.
Satu-satunya hal yang bisa kita kendalikan ialah reaksi terhadap perlakuannya. Misal, ada seseorang yang mendekatimu, lalu tiba-tiba dia pergi.
Orang itu berniat memberimu harapan palsu, namun kamu tidak merasa bahwa dia memberimu harapan. Dengan begitu, dia tidak akan bisa membuatmu merasa buruk karena kamu yang memutuskan untuk tidak menerima perlakuannya.
"Menghina ada di bawah kendali orang lain, merasa terhina ada di bawah kendali kita" -Henry Manampiring
Namun, kita tidak perlu mengabaikan rasa sakit apabila memang ada hal yang menyakitkan. Setelah memvalidasinya, berhenti terlebih dulu untuk berpikir dan identifikasi sumber sakit itu.