Mohon tunggu...
Aura Daraf
Aura Daraf Mohon Tunggu... Freelancer - a human being

Modernity Has Failed Us.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Si Marhaen, Bukan Proletar

10 Oktober 2019   11:10 Diperbarui: 21 Oktober 2020   15:52 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source:  https://tirto.id/m/sukarno-ei

sebuah Critical Review buku Herbert Felth &  Lance Castle yang berjudul "Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965" Jilid 1 BAB IV "Nasionalisme Radikal": Marhaen, Soekarno, Lambang Kekuatan Bangsa Indonesia (1957). jakarta: PT Pustaka LP3ES, 1988.

Soekarno Marhaen, Lambang Kekuatan Bangsa Indonesia (1957). Tulisan ini berasal dari "Marhaen dan Kaum Proletar", sebuah pidato yang disampaikan oleh presiden pertama Indonesia di depan pada saat rapat PNI, Tanggal 3 Juli 1957, dalam rangka ulang tahun ke-30 partai tersebut.

Pada pidatonya dalam memperingati 30 tahun berdirinya PNI,  soekarno menjelaskan maksud dan motif didirikannya Partai Nasional Indonesia. Yang pertama soekarno menyampaikan tak lain dan tak bukan ialah suatu masyarakat yang adil dan makmur, yang pada tahun 1972 dikenal dengan istilah "masyarakat sama rasa sama rata". 

Soekarno berkata bahwa tujuan ini haruslah tetap dan tidak boleh berubah ubah.Yang kedua , soekarno mengatakan bahwa syarat mutlak yaitu syarat terpenting untuk mencapai tujuan ini ialah kemerdekaan nasional.

Kemudian yang ketiga, tujuan masyarakat adil makmur, atau masyarakat sama rasa sama rata atau dengan kata yang lebih dikenal seluruh dunia ialah masyarakat sosialis.

Untuk mencapai masyarakat sosialis Soekarno berkata bahwa kita yaitu bangsa indonesia harus mencapai Indonesia merdeka. Lantas bagaimana caa mencapainya? Maka melalui PNI inilah yaitu dengan satu massa aksi revolusioner,atau bahasa lainnya yaitu  Revolusionaire massa actie.  

Melihat catatan sejarah pada waktu itu, dalam bukunya Herbert dan Lance menjelaskan dimana waktu itu Indonesia diberi janji janji kemerdekaan oleh Belanda yaitu melalui perjanjian November 1918 yaitu perundingan dengan Belanda dalam Volksraad yang dimana hak hak kemerdekaan diberikan sebagai satu geste atau kebaikan hati. 

Tentu Soekarno muda pada saat itu tidak setuju dengan jalan kemerdekaan yang seperti itu, melihat hal ini PNI dengan tegas pada tahun 1927 berkata bahwa Kemerdekaan Nasional tidak bisa dicapai dengan cara meminta atau memohon kepada pihak Belanda tetapi harus dengan cara revolutionnaire massa actie tersebut.

Kemudian timbul pertanyaan apa itu massa? Massa aksi revolusioner? atau Revolusioner massa actie?.  terdapat kutipan perkataan dari saudara Soewirjo " Rakyat Indonesia, Massa indonesia itu yang terutamakebanyakan  ialah buruh dan tani, tapi diluar golongan itu masih banyak sekali yang bukan keduanya misalnya nelayan, pedagang warung kecil, tukang roda, melihat itu ada istilah yang terkenal pada tahun 1926 yautu Proletar, Lantas  apakah mereka termasuk proletar?

Banyak di antara mereka yang mengaku proletar padahal proletar sendiri adalah orang yang menjualkan tenaganya kepada orang lain dengan tidak ikut memiliki alat produksi. Tetapi bangsa kita ini tidak semuanya proletar karena banyak yang tidak menjual tenaganya kepada orang lain dan banyak yang memiliki alatalat pekerjaan atau produksinya sendiri.

Dalam pidatonya Soekarno bercerita bahwa suatu hari ia berjalan jalan ke sawah Kiduleun Cigelereng, ia berjumpa dengan seorang petani yang sedang memacul, kemudian ia bertanya apakah tanah itu miliknya? petani itu pun mengangguk , Soekarno pun bertanya lagi,  Apakah alat produksi seperti pacul itu miliknya?

Petani itu pun mengangguk lagi dan kebingungan, oleh Soekarno pun ditegaskan dan mengambil sebuah kesimpulan bahwa ia bukan proletar tetapi jembel yaitu sengsara, miskin, kekurangan tapi bukan proletar karena ia tidak menjual tenaganya kepada orang lain dan memiliki alatnya sendiri. Kemudian Soekarno pun menanyakan nama sang petani yang akhirnya ia gunakan istilah itu untuk menggambarkan rakyat indonesia kala itu sendiri yaitu Marhaen.

Kemudian dari situ timbulah  pertanyaan apa sebab hampir seluruh masyarakat indonesia itu jembel? Soekarno menerangkanya bahwa imperialisme belanda yang bekerja di Indonesia lah penyebabnya. Ini lain hakekatnya dari Imperialisme Inggris di India, yang bersifat Imperialisme dagang. Di mana koloni inggris memberikan pendidikan kepada rakyat India agar tidak terlalu jembel. Sehingga dapat membeli dagangan Inggris.

Dari situlah timbul reaksi yaitu gerakan swadeshi yaitu mengadakan barang sendiri yaitu barang asli India. Tetapi kemudian bagaimana dengan Imperialisme Belanda di Indonesia, Belanda dengan "Finance Capital" yaitu membawa uang ke Indonesia untuk didirikan pabrik serta mengeruk kekayaan di Indonesia. Akibat dari hal ini ialah Handels Imperialisme yaitu buruh buruh dan rakyat tidak diberi pengetahuan yang tinggi sehingga sewa tanah tetap murah dan buruh diupah dengan murah juga.

Oleh karena itulah terjadi di Indonesia yang dinamakan Pauperisering Process dimana indonesia ini lantas  tidak dibantu kenaikan kebutuhanya segalanya lantas di cap kecil; buruh kecil, petani kecil, nelayan kecil, pedagang kecil. Dan itulah menjadi simbol dari orang kecil Indonesia. Simbol dari tenaga rakyat Indonesia, simbol dari bahan peledak untuk mencapai Indonesia merdeka, begitulah pidato sukarno.

Pada akhir pidatonya Soekarno berkata bahwa Imperialisme Belanda di Indonesia tidak dapat digagalkan dengan gerakan swadeshi di India yang dipimpin Mahatma Gandhi tetapi melalui Partai Nasional Indonesia dengan tegas menyatakan bahwa Imperialisme Belanda di Indonesia dapat di gagalkan dengan massa aksi revolusioner yaitu massa aksi dari seluruh marhaen Indonesia itu sendiri.

Lantas melihat dari pidato sukarno dan juga istilah Marhaen untuk menggambarkan masyarakat Indonesia yang bukan proletar bukan juga majikan, tercapaikah cita cita bung karno tetang kesejahteraan kaum Marhaen itu sendiri?

Seperti diketahui bahwa Bung karno sendiri mengatakan jika Marhaenisme ialah Marxisme yang diterapkan di Indonesia sehingga saat ia tergantikan oleh soeharto yangjelas  bertentang dan menolak dengan paham kiri inilah yang akhirnya membuat marhaenisme seolah menjadi angan angan ataupun frase frase heroik saja. Jadi, ajaran marhaenisme pasca bung Karno adalah Marhaenisme tanpa Marxisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun