Mohon tunggu...
Aulia Risma
Aulia Risma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pariwisata Universitas Gadjah Mada

Menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan dan bersenang-senang

Selanjutnya

Tutup

Nature

Ekowisata Indonesia: Studi Kasus Taman Nasional Komodo

6 Desember 2022   04:01 Diperbarui: 6 Desember 2022   04:15 1107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pulau Komodo | Sumber : hollandamerica.com 

Taman Nasional Komodo, terletak di bagian Pulau Komodo, Rinca, Padar dan Banta, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Taman Nasional Komodo (TNK) didirikan pada tahun 1980 dengan tujuan melindungi dan menjaga habitat komodo, seiring dengan perkembangannya wilayah semakin luas sehingga saat ini tidak hanya digunakan untuk tempat perlindungan komodo namun juga berbagai satwa dan keanekaragaman hayati lainnya. Sejak tahun 2016 lalu, Taman Nasional ini mulai mempersiapkan diri untuk menjadi destinasi ekowisata kelas dunia (Fathoni, 2016). Yang menjadi pertanyaan apakah prinsip-prinsip ekowisata di dalamnya telah berjalan dengan semestinya?

Kelumpuhan yang dialami industri pariwisata akibat pandemi covid-19 memberikan dampak negatif pada keberlanjutan destinasi wisata yang ada. Hal tersebut berawal dari pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar yang dilakukan di seluruh penjuru negri. Banyak sekali penggiat industri pariwisata yang gulung tikar akibat meruginya kegiatan usaha mereka. Penyesuaian diri dengan kondisi pandemi saat ini menjadi jalan terbaik untuk mulai mengembalikan kondisi semula industri pariwisata. Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memprediksi bahwa jenis kegiatan wisata berbasis alam atau ekowisata akan melambung tinggi dan banyak digandrungi setelah pandemi berakhir (Kemenparekraf, 2020).

Apa itu ekowisata? Menurut The International Ecotourism Society (2002) mendefinisikan ekowisata sebagai bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab terhadap kawasan alami dengan acara melakukan tujuan konservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. 

Aspek bertanggung jawab dalam hal ini lebih ditekankan kembali oleh ahli bernama Damanik, J dan Weber, H. F. di tahun 2006 dengan pernyataan ekowisata merupakan kegiatan wisata berbasis alam, bersifat berkelanjutan, dikelola secara khusus, berdampak positif terhadap lingkungan, berorientasi kepada lokal., tidak bersifat konsumtif, dan fokus pada pengalaman serta pendidikan tentang alam. 

Dan pada tahun 2017, Arida, I. N. S., & Sunarta, N. merangkum poin-poin yang telah disampaikan oleh ahli di tahun-tahun sebelumnya dengan mendefinisikan ekowisata sebagai kegiatan perjalanan wisata di daerah yang masih alami atau daerah-daerah yang dikelola dengan kaidah alam, dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahan juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi lingkungan, dan pelibatan masyarakat setempat sekitar destinasi ekowisata dalam pengelolaannya.

Mudahnya, konsep ekowisata mengajak seluruh pengelola, pemangku kepentingan, wisatawan, dan seluruh pihak yang terlibat untuk lebih responsif dengan masalah lingkungan dan sosial yang terjadi di depan mata. Oleh karenanya, dengan konsep ekowisata diharapkan sumber daya alam tetap terpelihara dengan baik dan wisatawan memiliki tingkat kesadaran lingkungan yang tinggi. Masyarakat lokal dalam hal ini juga harus dipastikan mendapatkan manfaat dari kegiatan pariwisata, karena umumnya wisatawan ekowisata datang untung bisa berbaur dengan alam dan budaya lokal.

Tetapi apakah destinasi dengan label ekowisata di Indonesia sudah berjalan sesuai dengan pengertian ekowisata sesungguhnya?

Mari kita tinjau lebih jauh dari kasus Taman Nasional Komodo saat ini. Label ekowisata yang melekat saat ini belum tentu menunjukkan bagaimana penjalanan prinsip di dalam pengelolaannya. Terkait dengan konservasi, berdasarkan data dari Balai Taman Nasional Komodo tingkat kunjungan wisatawan di Taman nasional tersebut selalu mengalami peningkatan selama 4 tahun terakhir. Dengan jumlah kunjungan sebanyak 567.253 orang, terkecuali di tahun 2020 yang mengalami penurunan signifikan akibat pandemi covid (Antara, 2021). 

Dari tingginya jumlah pengunjung yang datang pertahunnya tentu memberikan dampak terhadap keberlangsungan Taman Nasional Komodo sebagai cagar budaya. Beruntungnya diakhir bulan Juni 2022 lalu, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dolong mengumumkan pemberlakukan pembatasan kuota pengunjung di Taman Nasional Komodo sebesar 219.000 kunjungan ideal per tahun dan 292.000 kunjungan maksimal (Sjafari, 2022). Dengan tujuan utama konservasi, destinasi ini telah mengambil langkah yang tepat dengan cara menaikkan tarif masuk Pulau Komodo sebesar 3,75 juta per orang. 

Rencana ini sebenarnya sudah diterapkan sejak Agustus 2022 lalu, namun karena beberapa keluhan dari masyarakat dan para pelaku usaha pariwisata yang masih mempertanyakan kenaikan tarif yang tinggi. Pemerintah Provinsi NTT atas dasar masukan dari Presiden Joko Widodo dan para tokoh agama mengambil jalan tengah untuk memundurkan pemberlakuan tarif baru hingga Januari 2023 mendatang. Namun bagaimana dengan banyaknya pembangunan akomodasi-akomodasi baru di atas tanah Pulau Komodo?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun