Pandemi Covid-19 terjadi pada Maret 2020 yang menyebar di seluruh dunia. Para ilmuan berusaha mencari penangkal yaitu vaksin. Penemuan vaksin di berbagai negara menjadi usaha sebagai upaya membawa keluar dari pandemi agar keadaan dapat kembali seperti semula. Pemerintah menargetkan 181.554.465 penduduk diatas 18 tahun dapat divaksin secara bertahap sampai akhir 2021.Â
Target vaksinasi yang diperlukan untuk menciptakan kekebalan kelompok atau herd immunity, yaitu 70% dari jumlah populasi suatu negara yang sesuai dengan WHO dan Penasihat Ahli Imunisasi Nasional.Â
Vaksinasi tersebut dilakukan secara bertahap, yakni dari tahap pertama nakes, kedua pelayan publik, ketiga masyarakat berumur 18 keatas, dan vaksinasi untuk anak-anak. Sehingga semua kalangan umur mendapatkan vaksin secara merata.
Dalam memberikan vaksinasi memerlukan ijin edar dari BPOM dan MUI. Lembaga keagamaan seperti MUI, NU, dan Muhammadiyah memiliki peran yang sangat strategis dalam membantu menyukseskan program vaksinasi Covid-19.Â
Terdapat vaksin Covid 19 yang memiliki pro dan kontra mengenai haram dan halalnya vaksin yaitu vaksin Astra Zeneca yang disinyalir memiliki kandungan babi, sehingga menjadi perdebatan di masyarakat.
MUI mengeluarkan fatwa Nomor 14 Tahun 2021 tentang hukum penggunaan Vaksin Covid-19 produk Astra Zeneca yang ditetapkan pada 16 Maret 2021, terdapat banyak pro dan kontra yang muncul ditengah masyarakat.Â
Dapat disimpulkan menurut Fatwa MUI terhadap vaksin Astra Zeneca adalah "haram-mubah". Haram dikarenakan mengandung unsur babi, dan mubah (boleh)digunakan dalam kondisi mendesak. Masyarakat awam yang belum mengetahui tentang fiqh, fatwa haram tapi boleh itu sedikit membingungkan.
Pro dan kontra muncul karena adanya Fatwa oleh Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur yang ditetapkan pada 21 Maret 2021 yang menyatakan vaksin Asta Zeneca halal dan suci. Menyatakan halal karena hasil akhir yang didapat ditemukan unsur najis.Â
Karena adanya fatwa tersebut penyuntikan Vaksin Astra Zeneca langsung dilakukan berbagai kalangan Kyai Pengasuh pondok pesantren.Â
Selain didukung oleh MUI Jatim, fatwa PWNU jatim juga didukung oleh pemerintah pusat secara penuh. Dan disaksikan kehadiran Presiden Jokowi yang menyaksikan secara langsung proses vaksinasi.
Mengapa berbeda Fatwa MUI Pusat dan dari Fatwa MUI Jatim. MUI pusat cenderung lebih mendalam pertimbangannya terkait dengan ilmu kesehatan. Sedangkan PWNU Jatim sebenarnya sudah melakukan dialog pakar sains dalam hal, ini, perbedaan fatwa tersebut secara akademik menarik untuk dikaji lebih mendalam.