Mohon tunggu...
Aulia GitaNaila
Aulia GitaNaila Mohon Tunggu... Editor - MAHASISWA

Mahasiswa FISIP UNTIRTA 2019

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Di Indonesia Yang Carut Marut

6 Desember 2019   19:29 Diperbarui: 20 Mei 2023   15:13 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fanatisme adalah salah satu hal yang sedang gencar gencar nya dikaitkan dengan perpolitikan, fanatisme terhadap politik di Indonesia telah mengakibatkan polarisasi masyarakat, pudarnya kerukunan, dan menguatnya kebencian antarkelompok yang berbeda pandangan. Seharusnya pandangan terhadap politik tidak hanya di lihat dari satu sisi melainkan harus dari berbagai sisi. Lalu bagaimana politik saat ini?

Menurut saya politik di indonesia bukan lagi politik yang damai, bukan lagi politik yang bebas, dan sampai saat ini indonesia belum mencapai negara demokrasi. Mengapa? Bukankah indonesia sudah menganut sistem luber dan jurdil? Bukankah indonesia sudah menetapkan pemilihan umum dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat? Bukankah di indonesia menganut bhineka tunggal ika?

Pertanyaan pertanyaan tersebut memang jawabannya adalah benar, jika dilihat dari kacamata eksternal, namun yang perlu diketahui bahwa jika dilihat dari kacamata internal betapa bobroknya negara ini. Kenapa?

Di mana letak damai nya ketika pemilihan presiden kemarin saja bentrok dan mengakibatkan banyak korban jiwa, damai dalam segi apa ketika masih banyak sebagian dari kita yang masih kemiskinan sedangkan para petinggi negara dengan bangga nya duduk di kursi kehormatan.

Namun dengan kejadian yang ada, siapa yang pantas disalahkan? sampai saat ini banyak dari kami yang masih tidak mengerti dengan sistem yang tidak jelas ini, seakan kita sedang memperkaya orang yang sudah kaya dan membuat miskin orang yang sudah miskin.

Apa sebenar nya yang terjadi saat ini? Seakan semua nya bungkam, isu isu yang seharusnya dipublikasikan justru di timbun oleh isu yang tidak terlalu penting.

Perbudakan, pelecehan, konflik SARA, bahkan perang antar saudara. Semua itu bukan lagi hal yang tabu untuk diperbincangkan. Tanpa kita sadari, kita sudah ada di zonasi itu,dan kita sedang bermain di zonasi itu, tapi kita seolah tidak mau tahu dan seolah takut untuk menyuarakan.

Seperti yang kita ketahui bahwa setiap tindakan yang mengarah kepada pemerintahan akan langsung menerima hukuman tanpa terkecuali. Segala macam bentuk politik selalu menghalalkan segala cara untuk menjadikan kesalahan bagi rakyat kecil, yang salah menjadi lebih salah, dan yang benar menjadi salah. Berbanding terbalik dengan para penguasa

bahkan yang salah justru cenderung dibenarkan, sebagai contoh nya yaitu korupsi bahkan hukuman yang diterima lebih ringan dari pada yang dilakukan rakyat biasa yang mengambil kayu untuk bertahan hidup.

Mereka yang mempunyai uang banyak dan memiliki kedudukan yang tinggi pasti aman dari gangguan hukum atau pasal yang akan dituduhkan. rakyat biasa yang melakukan hal kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara, sedangkan seorang yang mampunyai gelar pejabat melakukan tindakan korupsi menggelapkan uang ratusan juta rupiah dapat berkeliran dengan bebas nya tanpa rasa malu sedikit pun atas apa yang dilakukan, sungguh miris tanah air bumi pertiwi ini.

Setiap manusia mempunyai hak dan keadilan atas diri mereka masing masing baik dari lingkungan dimasyarakat mau pun ditanah air,seperti yg tercantum dalam pancasila sila ke-5 yang berbunyi "keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia". Hal itu sangat jelas bahwa setiap masyarakat berhak mendapat keadilan diri mereka sendiri tanpa terkecuali, tidak pandang bulu, golongan, tahta, kekayaan, orang miskin, orang kaya, disabilitas, penyandang penyandang tuna netra, rungu dan sebagainya.

Tujuan hukum yang seharusnya adalah untuk mendapatkan keadilan yg sebaik baik nya, namun dalam kondisi yg terjadi pada tanah air seperti sekarang ini hukum di indonesia dinilai belum mampu memberikan keadilan terhadap masyarkat yang tertindas, dan krisis di tanah air. saat ini kekuasaan justru malah sebaliknya hukum menjadi alat bagi pemegang kekuasaan.

Ketidakadilan hukum antara para petinggi negara dengan rakyat kecil di tanah air telah memperburuk kondisi saat ini, sudah nampak jelas bahkan terlalu jelas walaupun hanya di lihat sekilas dengan mata kita. Keadaan seperti ini akan memperburuk citra diri bangsa sebagai negara beribu ribu pulau dan sebagai negara yang memiliki berbagai budaya. Seharusnya sedikit ada rasa malu dengan moral moral yg terkandung dalam NKRI, bahkan indonesia belum dapat dikatakan merdeka.

Politik tidak pernah terlepas dari kecurangan dan teknik dalam melakukan berbagai tindakan, tanpa kedua hal itu politik tidak akan menang dan tidak akan berjalan dengan baik. Tidak jarang bagi mereka yang terlibat politik selalu mengatasnamakan agama dan selalu membawa agama dalam upaya segala tindakan nya. Banyak yang mengatakan bahwa politik itu

kotor, politik itu tidak baik maka jangan melibatkan agama dalam politik, justru sebenar nya politik adalah sebagian dari ruang lingkup agama terutama agama islam sehingga tidak bisa di pisahkan.

Persoalan menjadi serius ketika identitas agama ditaklukkan dan ditunggangi oleh kepentingan politik. Sehingga yang muncul bukannya wajah agama yang asli melainkan politik bertopeng agama untuk perebutan kekuasaan. Fenomena politik kekuasaan dengan menjadikan agama sebagai alat politik telah merubah pola pikir (mindnset) kita menjadi kecanduan. Entah kekuasaan sebagai tujuan atau sebagai alat mencapai tujuan.

Lalu bagaimana konteks politik islam di indonesia sendiri? Tanpa kita sadari kita sedang dihadapkan pada keadaan dimana kita masuk kedalam wilayah terpaksa atau dipaksa.

Jika kita tidak memiliki wilayah politik maka kita akan menjadi pecundang, kita akan terus ditekan, didzalimi, dianiaya, dan bahkan tidak akan diberikan hak hak kita sebagai warna negara.

Hal mendasar yang semestinya disadari adalah demokrasi sudah selayaknya lebih mengacu pada kebebasan dan kemerdekaan untuk berekspresi secara rasional, tanpa harus ada intimidasi dan diskriminasi yang dibangun demi ideologi dan cita-cita segelintir orang. Sebab Indonesia sudah cukup menjadi bukti bahwa Islam dan demokrasi merupakan dua kutub yang tidak saling berseberangan, serta dapat bersanding dan tidak saling bertentangan antara satu dengan yang lain.

Tidak jarang dari kita selalu menyalahkan pemimpin dalam negara ini, dengan dalih bahwa dia tidak beragama, dia berelasi dengan orang non muslim, dia membela umat non muslim.

Namun tetap saja sekarang kita sudah terlambat untuk mengambil tindakan karena seharusnya dari awal kita harus lebih bisa memilih dan memilah bagaimana pemimpin yang baik untuk negara ini. Jika dilihat dari sejarah bahwasanya diakhir nanti islamlah yang akan memimpin dunia, islamlah yang akan memberikan perdamaian dunia dan islam juga yang akan menjadi pemenang dunia.

Seperti yang kita ketahui diindonesia mayoritas beragama islam dan seharusnya pemimpin yang prioritaskan untuk diangkat adalah seorang muslim yang adil, mempunyai akhlak yang mulia, taat beribadah, menjadi sesorang yang pantas untuk di teladani, dan memiliki ketaatan yang luar biasa pada syariat islam, dan ini mutlak.

Peperangan sudah mulai pada tahap awal, konflik sudah merebak dimana mana dan tidak dapat dihindari lagi. Maka untuk kedepan nya haruslah membuka seluas luasnya pikiran kita terhadap apa yang akan terjadi setelah ini. Semua yang terjadi bukan untuk dihindari namun

untuk dihadapi, sehingga apapun yang terjadi kita harus siap menghadapinya. Melihat kejadian ini, masyarakat haruslah kritis dalam menyikapi gerakan politik dengan menggunakan jargon dan simbol agama untuk kepentingan politik dan ideologi tertentu lewat politisasi dan manipulasi agama agar kita mampu menerawang citra agama berwajah ganda. Karena di satu sisi agama dipuji dan dipertahankan dengan kesuciannya sedangkan di sisi lain dipakai sebagai penghancur peradaban kebangsaan.

Sebagai kaum yang berpikir rasional, tentunya kita dapat menyadari bahwa bukan lagi hal baru ketika dosis agama akan menguat dan memiliki pengaruh pada setiap saat mengahadapi politik. Penggunaan dosis agama dalam berpolitik inilah sering kita sebut sebagai politisasi agama yang didesain dan disusun secara sistematis oleh segelintir orang sehingga menjadi gerakan politik yang sangat massif dan efektif. Jika tidak dicegah maka akan ada kemungkinan ancaman potensi pemecah belah ummat.

*Penulis adalah mahasiswa Semester 1 mata kuliah pengantar Ilmu Politik, program studi Ilmu Komunikasi, FISIP UNTIRTA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun