Mohon tunggu...
Aurelius Haseng
Aurelius Haseng Mohon Tunggu... Freelancer - AKU yang Aku tahu

Mencari sesuatu yang Ada sekaligus tidak ada

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Minotaur Labirin Labuan Bajo

8 Januari 2021   08:09 Diperbarui: 8 Januari 2021   18:03 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto by JONNY | http://firsttimewanderer.com/

"ha."

"Akan ada penertiban perumahan di pesisir pantai ini. Katanya agar tidak kumuh. Di pesisir ini direncanakan akan menjadi tempat pelabuhan kapal-kapal yacth. Untuk menunjang itu, akses ke dalamnya harus lebih baik. Bukan tidak mungkin, rumah-rumah kita ini akan kena dampaknya."

"Berarti rumah-rumah kita akan dipindahkan."

"entahlah."

***

Dokpri
Dokpri
Ahmad tergolong anak yang cerdas dan kritis. Asupan gizi dari ikan dan seafood lainnya, juga dipermak oleh ilmu-ilmu selama sekolah membentuk otaknya menjadi lebih berpacu cerdasnya. Aku katakan demikian, karena ia selalu berpikir out of box. Hidupnya sebagai nelayan tidak mematikan karakter akademisnya.

Bagi dirinya, pariwisata adalah kamp konsentrasi orang-orang kecil (termasuk dia). Jika dahulu Hitler membunuh dengan cara-cara bringas dan tidak manusiawi, saat ini sebaliknya, pembunuhan ini dibungkus dengan janji-janji lapangan kerja, uang, kesejahteraan. Orang-orang kecil menjadi sasaran empuk dari godaan tawaran ini.

Bukan tanpa alasan ia katakan demikian: Pernah ia dilarang mancing di seputar pulau Rinca. Padahal, di situ sudah menjadi tempat biasa bagi nelayan untuk menangkap ikan. Petugas-petugas Taman Nasional Komodo beralasan bahwa itu adalah daerah taman laut yang harus dilindungi. Di sana para turis diving sering menyelam. Sakit hati itu masih membekas dalam ingatannya.

Tidah heran, posisinya melabeli konsep pembangunan yang diproklamasikan oleh pemerintah dianggap sebagai kerangkeng baru feodalisme, yang tuan-tuannya adalah pemodal. Wajah feodal yang terkesan perhambaan dan kolonial ini diperburuk oleh pemuja-pemuja proyek pembangunan. Seperti semut mengerumuni gula, begitu perlakuan kelompok-kelompok ini.

Aku sudah mengatakan, tidak baik melawan arus pembangunan. Percuma. Buang-buang tenaga. Misalnya, tentang pulau Rinca yang ditolak menjadi geopark bagi komodo, sampai saat ini perlawanannya gantung. Kelompok kontra pembangunan kalah dengan sogokan uang. Yang teriak-teriak di jalanan menolak pembangunan, bukannya berjuang bagi bonum commune, malah jatuh pada iming-iming popularitas dan kepentingan terselubung.

Aku tawari dia cara hidup oportunis saja. Cari hidup yang aman. Jangan pedulikan orang-orang yang tidak peduli dengan hidupnya sendiri. Sebab Labuan Bajo sudah diujung peralihan tangan ke asing. Aku sodorkan bukti-bukti sederhana: tanah-tanah di pesisir pantai yang sajikan panorma cantik, sebagian besarnya telah dijual. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun