Mohon tunggu...
Audria
Audria Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Universitas Negeri Malang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mari Peduli pada Pelecehan Seksual

9 Oktober 2019   18:07 Diperbarui: 12 Oktober 2019   19:39 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pelecehan seksual adalah segala tindakan seksual yang tidak diinginkan, permintaan untuk melakukan aktivitas seksual, tindakan lisan atau fisik atau isyarat yang bersifat seksual., atau perilaku lain apapun yang bersifat seksual, yang membuat seseorang merasa tersinggung, dipermalukan dan/atau terintimidasi. Contohnya seperti menyentuh, mencium, menepuk, mencubit, atau tindakan seksual tanpa seizin yang mempunyai otoritas tubuh (yang mendapat merasa terpaksa) bisa juga dari cara memandang seperti melirik atau menatap dengan tatapan mesum, sapaan yang mengandung unsur sensual, bersiul untuk menggoda, dan sebagainya.

Pelecehan seksual ini dapat terjadi pada semua orang, baik itu perempuan maupun laki laki dapat menjadi korban ataupun pelaku dari tindakan ini

Tapi seringkali banyak dari masyarakat kita yang menyepelekan pelecehan seksual yang terjadi disekitarnya, ataupun yang lebih parah mereka menyalahkan korban atas pelecehan seksual yang diterimanya, bukan pelakunya. Padahal dampak yang ditimbulkan dari pelecehan tersebut bagi korban tidak hanya pada luka fisik, namun juga psikis. Korban pelecehan bisa mengalami trauma mendalam, bahkan hingga depresi. Pikiran menyalahkan korban tersebut haruslah dihilangkan, karena korban tetaplah korban, tidak ada kasus pelecehan yang dibenarkan dengan alasan apapun,

Disadari atau tidak banyak orang yang menyembunyikan pelecehan yang dialaminya hingga membuat dia depresi justru karena ketakutannya jika Ia berbicara malah Ia yang disalahkan, entah masyarakat yang menyalahkan cara berpakaiannya, cara berperilakunya yang mereka anggap dapat mengundang seseorang melakukan pelecehan terhadapnya sehingga bisa menjadi aib keluarga, alih-alih mengecam pelakunya.

Hal inilah yang harus diubah dari pola berpikir kita tentang siapa yang salah sebenarnya dalam pelecehan seksual, bukan malah mencari cari kesalahan korban. Pelecehan seksual tidak disebabkan karena pakaian yang terbuka ataupun perilaku yang dianggap "mengundang". Pelecehan pun bisa saja terjadi pada mereka yang berpakaian tertutup sekalipun. Hal ini dibuktikan berdasarkan survei dari Koalisi Ruang Publik Aman yang di publikasikan pada tanggal 17 Agustus 2019 bahwa Dari survei itu terlihat pakaian model apa saja yang dikenakan perempuan saat mengalami pelecehan seksual. Pakaian yang dikenakan korban adalah rok panjang dan celana panjang (17,47%), disusul baju lengan panjang (15,82%), baju seragam sekolah (14,23%), baju longgar (13,80%), berhijab pendek/sedang (13,20%), baju lengan pendek (7,72%), baju seragam kantor (4,61%), berhijab panjang (3,68%), rok selutut atau celana selutut (3,02%), dan baju ketat atau celana ketat (1,89%). Yang berhijab dan bercadar juga mengalami pelecehan seksual (0,17%). Bila dijumlah, ada 17% responden berhijab mengalami pelecehan seksual. Ada 19 jenis pakaian yang terpotret di survei ini.

Pelecehan seksual murni karena pikiran si pelaku yang "kotor" dan murni karena kesalahan pelaku dan pelaku harus mendapatkan hukuman yang setimpal, itulah yang harus disepakati oleh setiap orang agar pelecehan seksual ini tidak semakin marak terjadi.

Lalu jika kita memiliki saudara,teman atau orang-orang terdekat lain yang mengalami pelecehan seksual, sudah seharusnya kita memberikan dukungan kepada mereka, hal-hal yang dapat kita lakukan pada korban pelecehan seksual diantaranya:

Dengarkan cerita mereka dan beri dukungan

Dengan banyaknya orang yang masih menyalahkan korban dalam pelecehan seksual, bercerita tentang pelecehan yang dialaminya perlu keberanian yang sangat besar, jadi anda harus bisa menjadi pendengar yang baik, dan selalu beri mereka dukungan

Mempercainya

Percaya pada mereka, karena salah satu alasan mereka berat untuk bercerita, adalah takut tidak ada yang percaya cerita mereka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun