Secara sederhana, elastisitas permintaan mengukur sejauh mana jumlah permintaan terhadap suatu barang atau jasa berubah ketika terjadi perubahan harga. Jika perubahan harga menyebabkan pergeseran signifikan dalam jumlah permintaan, maka permintaan tersebut dikategorikan sebagai elastis. Di sisi lain jika dampak perubahan harga terhadap permintaan relatif kecil maka permintaan tersebut dianggap inelastis. Konsep ini tidak hanya berfungsi sebagai teori ekonomi, tetapi juga dalam praktik bisnis sehari-hariÂ
Sebagai ilustrasi, produk-produk mewah seperti mobil sport atau gadget canggih cenderung memiliki permintaan yang elastis karena konsumen dapat dengan mudah menuntut pembelian atau mencari alternatif. Sementara itu, barang kebutuhan pokok seperti beras atau listrik biasanya memiliki permintaan elastis mengingat konsumsi barang-barang tersebut tetap diperlukan terlepas dari fluktuasi harga.Â
Ada berbagai faktor yang menentukan apakah permintaan suatu barang atau jasa bersifat elastis atau inelastis. Diantara faktor-faktor tersebut adalah:Â
1. Ketersediaan substitusi: produk dengan banyak alternatif yang mudah dijangkau cenderung memiliki permintaan elastis, sebaliknya jika produk unik dan tanpa pengganti biasanya permintaannya lebih inelastis.
2. Persentase pengeluaran dari pendapatan konsumen: barang yang menyerap porsi besar dari pendapatan seperti properti atau kendaraan, cenderung memiliki permintaan yang lebih elastis dibandingkan barang yang hanya memerlukan sedikit pengeluaran seperti garam atau gula.
3. Jangka waktu: dalam jangka pendek, permintaan seringkali lebih in elastis karena konsumen belum memiliki cukup waktu untuk menyelesaikan kebiasaan belanja mereka. Namun dalam jangka waktu panjang, elastis dapat meningkat seiring dengan pencarian alternatif atau perubahan pola konsumsi.
4. Sifat barang: barang yang termasuk kebutuhan primer biasanya memiliki permintaan yang inelastis, sedangkan barang yang sekunder dan tersier cenderung lebih elastis.
Pemahaman tentang elastisitas permintaan sangat penting bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan ekonomi. Sebagai contoh, dalam penerapan pajak pemerintah cenderung menargetkan barang-barang dengan permintaan inelastis seperti bahan bakar dan rokok karena konsumen akan tetap membelinya meskipun harga meningkat.
Sebaliknya, jika pajak tinggi dikenakan pada barang yang permintaan elastis konsumen akan gampang beralih ke produk alternatif sehingga pendapatan pajak yang dikumpulkan justru menurun. Di sisi lain, dalam kebijakan subsidi pemerintah sering memberikan dukungan pada produk atau sektor dengan permintaan elastis seperti pendidikan dan transportasi umum. Langkah ini bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat dan memastikan aksesibilitas terhadap barang dan jasa yang dianggap penting bagi kesejahteraan umum.
Bagi perusahaan pemahaman elastisitas permintaan bisa menjadi kunci dalam merancang strategi harga. Perusahaan yang menjual produk dengan permintaan elastis harus berhati-hati dalam menentukan harga kenaikan harga meskipun kecil dapat mengakibatkan penurunan permintaan yang signifikan. Karena itu keputusan seringkali menerapkan strategi diskon, promosi, atau peningkatan kualitas layanan untuk mempertahankan pelanggan. Contoh sektor yang seringkali memiliki permintaan inelastis adalah industri farmasi dan energi, yang memungkinkan mereka mengatur harga tanpa mengalami penurunan permintaan yang signifikan.Â
Di tengah dinamika dunia ekonomi pemahaman mengenai elastisitas permintaan menjadi hal yang sangat penting baik bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan ekonomi maupun bagi pelaku bisnis dalam merancang strategi harga dan pemasaran. Dengan mengetahui bagaimana konsumen merespon perubahan harga dan pendapatan, kita dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana dan lebih siap menghadapi perubahan di pasar.