Mohon tunggu...
AUDIE HARIYADI
AUDIE HARIYADI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sedang belajar menjadi jurnalis yang ahli

mahasiswa yang pengen banget ngelakuin banyak hal tapi keteteran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sumiyem, Si Penjual Jamu Lemah Lembut Bermental Baja

3 Juli 2021   01:55 Diperbarui: 3 Juli 2021   01:58 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber foto: Audie Salsabila Hariyadi)

Berkat Jiwa Nekat dari Kecil, Bisa Merasakan Rantau Hingga ke Filipina 

Sebelum berjualan jamu keliling, ada kisah keberanian yang jarang ditemukan oleh seorang gadis cilik berumur 13 tahun saat itu. Sumiyem (72) atau akrab disapa Buyem, nekat pergi ke Kota Malang untuk menjadi asisten rumah tangga (ART). Lalu beberapa tahun kemudian mengabdilah ia pada tuan rumah yang berada di Komplek Arco, Sawangan, Depok. Berkat anak tuan rumah yang dinas ke Filipina, Buyem ditunjuk untuk ikut menemani. 

AUDIE SALSABILA HARIYADI, CITAYAM

Kampung Ragamukti, Desa Citayam, Kecamatan Tajurhalang, Kabupaten Bogor, di sanalah rumah sederhana Budhe Sumiyem. Di tengah teriknya matahari siang bolong, Buyem mengupas bahan makanan sup ayam untuk makan siang sembari becengkrama dengan tetangga di teras depan rumahnya. Buyem selalu murah senyum dan tertawa sesekali menceritakan berbagai hal disekitarnya. Setumpuk berbagai macam tanaman obat berada di depan rumahnya untuk stok jamu keliling, jemuran baju yang dipajang juga menghiasi halaman rumah (2/07/2021). 

Dengan akrabnya, Buyem menceritakan masa kecilnya yang jarang ditemukan untuk anak zaman millenial sekarang. Wanita yang berasal dari Kabupaten Malang, Jawa Timur ini tertarik membuat jamu dikarenakan dulu saat Buyem masih kecil, sering kali mahasiswa pertanian yang sedang kuliah kerja nyata (KKN), datang ke rumah Buyem. Orang tua Buyem yang mempunyai tanah luas di kampung, ditanami berbagai macam tanaman obat. Jenisnya pun lebih lengkap dibandingkan dengan yang lainnya, sehingga membuat mahasiswa-mahasiswa tersebut terus tertarik berkunjung ke perkebunan tanaman obat Buyem. 

"Itu kan KKN anak Malang, pada cari tempat jamu (kebun tanaman obat), aku punya 81 jenis jamu (tanaman obat) di rumahku dulu. Suka ditulisin nama tanemannya, kegunaannya apa, gitu-gitu. Orang-orang cuma lima belas, sepuluh, tiga puluh macem, tapi kalo punyaku ada 81 macem. Ya, ada tanaman obat, rempah-rempah, segala macem pokoknya. Bocah-bocah KKN sampe geleng-geleng. Tanah di kampung juga luas ga kaya di sini hehe. Ibu saya, punya lempuyang, ganclong, temu ireng, temu giring, temu kunci, temulawak, kunyit putih, lengkuas, ah segala macem ada," ujarnya dengan bangga.

Sejak saat itulah, Buyem yang berumur 10 tahun, terinspirasi membuat jamu sendiri. Ia belajar membuat jamu secara otodidak. Memotong, menumbuk, memeras, dan meracik bahan-bahan jamu sendirian. Padahal, ibunya saja tidak menekuni dunia perjamuan tersebut. Orang tua Buyem hanya menanam lalu pedagang-pedagang pasar yang menjual rempah dan tanaman obat datang untuk memasok dagangannya dari hasil panen kebun orang tua Buyem. Karna tidak sekolah, walaupun SD sekalipun, Buyem tetap tidak mau sekolah. Ia bertekad untuk membuat dan menjual jamu dari hasil kebunnya. 

"Yo, ga sekolah, ga apa, cuma bilang, 'besok kalo taneman jamu (tanaman obat) banyak, besok aku dagang jamu deh, dikit-dikit,' terus ibuku bilang 'ah, kamu kaya bisa-bisa aja,' kaya gitu, ya akhirnya apa-apa bisa bikin sendiri gitu," ceritanya. 

Dengan berjalannya jualan jamu, di umur 13 tahun Buyem ada gebrakan di dalam dirinya untuk segera merantau mencari pengalaman baru di luar rumah. Buyem mengatakan bahwa ia tidak tahan dengan omelan kedua orang tuanya yang tidak mau sekolah. Akhirnya dengan modal nekat, ia merantau ke Kota Malang dengan menjadi ART. 

Selama menjadi ART, pendapatan yang didapat selalu ia tabung. Untuk di tahun 60-an, gaji perbulannya Rp 15 ribu, karena kebutuhan sehari-harinya ditanggung oleh tuan rumah, penghasilan Buyem bersih tidak digunakan selama berbulan-bulan dan tidak pulang ke rumahnya selama setahun.

Beberapa tahun kemudian, Buyem merantau lebih jauh lagi, yaitu ke Komplek Arco, Sawangan, Depok, Jawa Barat. Dulunya, Komplek Arco terkenal dengan para penghuninya yang berasal dari karyawan pertambangan perusahaan Amerika. Tetapi, sekarang sudah tidak ada lagi dan kebanyakan penghuninya dari warga sipil. Buyem bekerja sebagai ART lagi di salah satu rumah di Komplek Arco, begitupun suaminya yang bekerja sebagai tukang kebun. Di sela-sela pekerjaan utamanya, Buyem juga sembari berjualan jamu menggunakan gerobak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun