Mohon tunggu...
Kinar Set
Kinar Set Mohon Tunggu... Pustakawan - rajin dan setia

senang belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar dari Kisah Anne Frank

8 Oktober 2020   11:19 Diperbarui: 8 Oktober 2020   11:33 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nationalgeograficindonesia.com

Mungkin beberapa dari kita pernah mendengar atau membaca kisah Anne Frank yang dalam bukunya Buku Harian Anne Frank. Buku yang mengisahkan Anne  dan keseharian keluarga Anne ketika mereka bersembunyi di sebuah rumah di Amsterdam Belanda selama dua tahun (1942-1944).  Keluarga Anne Frank adalah korban Holocauts yaitu ketika Nazi mengejar orang-orang Yahudi di Eropa dan melakukan pembantaian atasnya.

Pada masa itu mereka tergantung pada sebuah sosok perempuan bernama Miep Gies yang merupakan mantan pekerja Otto Frank, ayah Anne Frank. Miep Gies memasok mereka dengan bahan makanan, keperluan rumah dan pribadi dan buku setiap tiga hari sekali. Jadi selama dua tahun mereka dikejar oleh Nazi, mereka tak lupa untuk berhubungan dengan dunia luar nelalui Miep Gies dan buku. 

Setidaknya ada tiga keluarga yang disembunyikan oleh Miep Gies, termasuk Otto Frank ayah Anne Frank. Resiko menyembunyikan orang Yahudi cukup berat, yaitu mereka bisa berurusan dengan hukum.

Pada tahun 1944, tiga keluarga itu tertangkap di Belanda. Ibunya dan Anne meninggal pada tahun 1945 di sebuah kamp konsentrasi di Jerman karena sakit tifus begitu juga saudaranya, Margot. Tapi Otto sang ayah, hidup dan menemui Miep Gies yang menyimpan barang tiga keluarga itu dengan baik. Tak lama kemudian buku Harian Anne Frank yang berjudul The Diary of a Young Girl dicetak berulang-ulang sampai 10 juta kopi dan diadaptasi dalam sejumlah drama dan film.  

Zaman Anne Frank adalah zaman di mana suku Aria (Arya) didewakan sebagai ras unggul dan mencetak bangsa Jerman yang cerdas. Mendewakan satu ras ini menyebabkan suku lain atau bangsa lain seperti Yahudi harus musnah. 

Dari sepenggal kisah itu kita bisa mengambil hikmah untuk beberapa hal. Pertama bahwa perbedaan di dunia itu adalah keniscayaan. Otto Frank berbeda bangsa dengan Miep Gies, penolongnya saat dikejar tentara Nazi. Sehingga mendewakan satu ras saja tidak bisa diterima pada masa ini

Ini berlaku juga bagi bangsa Indonesia yang punya ratusan suku bangsa dan ribuan bahasa. Dengan bermacam karakter dan keyakinan inilah Indonesia muncul sebagai negara merdeka. Perbedaanlah yang menjadi modal dari bangsa ini. Sehingga tak mungkin satu suku semisal Jawa merasa lebih tinggi dari suku Sasak di Lombok. Atau suku Bali direndahkan oleh orang dari suku Minang. Tentu saja ini bukan roh dari Pancasila.

Terlebih pada zaman sekarang, teknologi amat mudah untuk dijadikan alat untuk menyebarkan sesuatu yang berbeda dengan kenyataan. Singkat kata teknologi (baca: intenet) mudah dipakai untuk memprovokasi sesuatu. Provokasi ini malah mampu menimbulkan anarki.  Inilah concern kita akhir-akhir ini.

Karena itu mari bersama-sama kita menyelamatkan Indonesia dari keterbelahan, kesombongan suku dan perbedaan keyakinan (agama). Berkaca dari kisah Anne Frank di atas tak ada gunanya merasa unggul terutama karena suku atau ras yang berbeda. Pada akhirnya perbedaan itu harus menyatu. Kita bisa lihat dari reunifikasi Jerman Timur dan Barat.

Dengan merawat perbedaan dan bersinergi agar senantiasa harmoni,  kita bisa menyelamatkan bangsa ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun