Mohon tunggu...
Atep Abdul Rohman
Atep Abdul Rohman Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Santri dan Mahasiswa

Pria asal Bandung yang hobi naik gunung tapi takut ketinggian.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Banyak Orang Belum Paham, Ini Fakta Seputar Pesantren

5 Agustus 2022   07:22 Diperbarui: 5 Agustus 2022   07:38 1959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para santri Ponpes Dalwa sedang berkumpul di lapangan utama. (Dokumentasi: Dalwa Berita)

Di zaman sekarang, banyak orang-orang yang memandang sebelah mata terhadap pondok pesantren dan santrinya. Mereka menilai bahwa lembaga pendidikan tertua di Indonesia ini sangat kolot dan tidak ada kemajuan, sehingga lulusan pesantren dinilai tidak akan bisa menjawab problematika di zaman yang sudah serba canggih ini.

Pesantren dinilainya sebagai lembaga pendidikan yang monoton. Kegiatannya hanya ngaji dan ngaji. Sesekali para murid diruruh khidmah dengan bersih-bersih lingkungan pesantren, mencangkul di sawah atau kegiatan lainnya yang akan sangat gengsi jika hal itu dilakukan oleh anak milenial, apalagi oleh pemuda Gen-Z zaman sekarang. Santri di pesantren juga dinilai kurang update terhadap informasi yang sudah tersebar di lapangan. Hal tersebut membuat para orang tua ragu memasukan anaknya ke pesantren, karena ditakutkan akan menjadi anak yang kolot, gaptek dan gagal dalam meraih masa depannya.

Padahal, secara umum tujuan belajar di pesantren bukanlah untuk mengejar kesuksesan dunia yang dinilai dengan berlimpahnya harta dan kemewahan. Bukan pula untuk menjadi negarawan yang terkenal sampai ke manca negara. Akan tetapi, tujuan belajar di pesantren untuk menjadikan insan yang mandiri dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mendapatkan Rida-Nya. Karena belajar ilmu agama merupakan perkara wajib bagi setiap muslim yang tidak bisa ditolak dan disanggah dengan alasan apapun.

Pesantren mendidik santrinya dengan didikan khas yang tidak akan didapati di sekolah-sekolah umum. Pendidik di pesantren selalu memberikan sentuhan batin kepada para santrinya, karena hal tersebut dinilai sangat efektif untuk membersihkan hati yang kotor. Jika hati sudah bersih, maka ilmu akan mudah masuk. Karena ilmu itu suci dan harus ditempatkan di tempat yang suci pula.

Hal yang semakna juga ditulis oleh Amrizal, seorang Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau dalam jurnalnya yang bertajuk Sekolah Versus Pesantren. Dalam jurnal tersebut tertulis bahwa kecerdasan intelektual (Intellectual Quotien: IQ) hanya berkontribusi 20% terhadap keberhasilan seseorang, sedangkan 80% lagi ditentukan oleh kecerdasan emotional (EQ). Bahkan menurut Ari Ginanjar Agustian, IQ dan EQ saja tidak cukup untuk seseorang. Maka hal itu harus dilengkapi dengan kecerdasan spriritual (Spiritual Quotient: SQ). Ia mengatakan bahwa IQ dan EQ tanpa adanya SQ hanya akan menghasilkan "Hitler-Hitler atau Firaun-Firaun" kecil di muka bumi.

Kecerdasan spiritual yang sangat berpengaruh terhadap kesuksesan seseorang itu tidak akan didapati kecuali di lembaga pendidikan pesantren. Karena pesantren dengan metode pendidikan yang khasnya sehingga nilai-nilai spiritual terus ada sampai sekarang. Untuk membuktikan hal tersebut, Moh. Sakir dari Universitas Sains Al-Qur'an (UNSIQ) Wonosobo menulis sebuah jurnal dari hasil penelitiannya dengan judul Pesantren Sebagai Basis Pendidikan Spriritual Dalam Pembentukan Karakter Jati Diri Manusia. Pada jurnal tersebut dibahas secara lengkap mengenai metode dan pendidikan spiritual yang ada di pesantren.

Di zaman ini, pertumbuhan dan perkembangan pesantren sangatlah pesat. Kementerian Agama mendetailkan, jumlah pesantren di Indonesia sebanyak 26.975 unit hingga April 2022. Seluruh pesantren itu mendidik sebanyak 2,65 juta santri. Adapun jumlah pesantren terbanyak berada di Provinsi Jawa Barat, yaitu 8.343 unit. Jika dibandingkan menurut Databoks, sekolah menengah atas terbanyak ada di Jawa Barat dengan jumlah 1.648 dan SMK sebanyak 2.898. Perbandingan data tersebut tentu jauh berbeda. Di Jawa Barat saja pesantren sudah unggul jauh jumlahnya, menunjukkan bahwa minat belajar di pesantren sangat tinggi.

Selain secara kuantitatif meningkat, justru secara kualitatif pondok pesantren tidak kalah hebatnya dengan lembaga pendidikan yang lain. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya lulusan pesantren yang sukses dalam berbagai bidang. Sebagai contoh, Ahmad Fuadi namanya melangit tatkala sukses menulis novel dengan judul Negeri Lima Menara, Hb. Ali Al-attas yang ditunjuk menjadi salah satu delegasi Mahasiswa Kedokteran Islam Indonesia di Cyberjaya University College of Medical Science Malaysia, Yudian Wahyudi yang dikenal sebagai salah satu guru besar di Tufts University Amerika Serikat, juga ada Wali Band yang berhasil mengubah image santri menjadi lebih gaul dan kekinian.

Walaupun pondok pesantren identik dengan tempat kaderisasi ulama, seperti yang pernah dikatakan oleh Mukti Ali, mantan Menteri Agama RI bahwa tidak ada ulama yang lahir selain dari rahim pesantren. Namun faktanya, banyak lulusan pesantren yang justru terjun dan sukses di bidang lain, seperti beberapa contoh yang sudah disebutkan di atas. Maka sangatlah benar ungkapan H. Saiful Yusuf yang mengatakan bahwa pesantren bukan hanya bisa melahirkan ulama yang intelek atau sebaliknya, akan tetapi seorang ilmuan-ulama, yakni orang yang ahli di bidang sains teknologi dan sekaligus memahami, menghayati dan mengamalkan nillai-nilai agama Islam. Di masa sekarang, hanya pesantrenlah yang dirasa paling tepat untuk mengemban misi profetis tersebut.

Maka dari itu, setiap santri yang belajar di pondok pesantren harus bangga dengan apa yang sudah ditakdirkan Allah padanya. Karena dinilai dari perspektif agama, jelas sangat unggul dan berpahala banyak. Begitu juga jika dinilai dari perspektif keduniaan, pesantren yang merupakan lembaga pendidikan Islam tertinggi ini tidak kalah hebatnya. Oleh karena itu, lembaga pesantren bukan tempat belajar orang yang ingin menjadi kiyai saja, akan tetapi tempat orang yang ingin sukses dunia tanpa melalaikan kewajibannya sebagai seorang hamba.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun