Mohon tunggu...
Atik Muttaqin
Atik Muttaqin Mohon Tunggu... Freelancer - Mom blogger

Mom blogger, Voice over, Podcaster, Freelancer. Dapat ditemui di instagram @bundanisadotcom dan di blog www.bundanisa.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyoal Rohingya dari Sudut Pandang Seorang Bunda

30 September 2017   05:16 Diperbarui: 30 September 2017   05:44 1046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakabar? Mudah mudahan selalu sehat dan sejahtera. Saya termasuk seorang bunda yang sangat kuper dan tidak banyak berinteraksi dengan isu isu hangat yang berkembang di masyarakat. Televisi pun hanya kerap menyala saat program upin ipin memulai aksinya dan putri sofia yang mulai menyanyi di awal acara. Koran? Saya hanya membaca berita online itupun kalau sedang tidak repot momong nisa yang sedang rewel atau aktif berlari kesana kemari.

Tapi saya tergelitik untuk menyoal kasus Rohingya karena kebetulan suami mengajak diskusi tentang itu. Saya coba kulik informasi tentang etnis ini dan mencari beberapa sumber dari teman saya yang aktif di gerakan perdamaian dengan peace generationnya.

Dari beberapa literatur, Rohingya telah menancapkan kukunya di bumi myanmar tepatnya di Rakhine sejak abad ke-7, sebagian lainnya menyebut sejak abad ke-16. Nenek moyang Rohingya merupakan campuran dari Arab, Turki, Persia, Afghanistan, Bengali, dan Indi-Mongoloid.

Populasi mereka di Rakhine mencapai lebih dari 1 juta jiwa. Sebagian besar hidup di Kota Maungdaw dan Buthidaung di mana di sana mereka adalah mayoritas.

Terasing di negeri sendiri, tak memiliki kewarganegaraan, didiskriminasi, dan menjadi sasaran siklus kekerasan yang tak terduga. Begitulah kurang lebih gambaran kondisi warga muslim Rohingya yang diberikan oleh Gregory B. Poling, analis dari CSIS yang saya kutip dari situs liputan 6 dot com.

Konflik antara penduduk Rohingya dengan pemerintah Myanmar sudah lama terjadi dan konflik ini lambat laun berubah menjadi kekerasan hingga kini.

Gelombang baru kekerasan terjadi kembali sejak 25 Agustus 2017 lalu yang menewaskan kurang lebih 400 orang yang sebagian besar adalah gerilyawan. Informasi ini saya kutip dari situs Deutsche Welle Indonesia.

Diamnya seorang ibu peraih nobel perdamaian

Adalah Su Kyi seorang ibu yang cukup berpengaruh di Myanmar sekaligus penerima nobel perdamaian justru seolah diam seribu bahasa melihat kekejaman yang terjadi atas etnis Rohingnya. Ia diam ketika berhadapan dengan suara mayoritas di Myanmar. Tentu hal tersebut bisa dimaklumi karena hawa nafsu kekuasannnya tidak mau kehilangan suara mayoritas yang menyokong perolehan suara untuk dirinya di pemerintahan.

Saya hanya heran apakah dia sebagai seorang ibu tidak sakit hatinya melihat ratusan wanita dan anak anak di usir dengan kekerasa ,di rampas hak haknya di negara tempat ia berusaha untuk mendapatkan nobel yang katanya nobel perdamaian.

Ketika Agama Dikambinghitamkan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun