Mohon tunggu...
Athwar Ashar
Athwar Ashar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fraud dalam Audit - Tinjauan atas dugaan Suap Auditor BPK atas Proyek E-KTP

14 Maret 2017   04:15 Diperbarui: 16 Maret 2017   04:00 8465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu lalu dunia persilatan (baca;perauditan) digegerkan dengan pemberitaan kasus suap Auditor BPK dalam kasus E-KTP. Kasus  tersebut menambah deretan catatan hitam kasus suap terhadap auditor, sebut saja Kasus Suap audit BPK atas Pemerintah Kota Bekasi (2010)- Auditor BPK ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diduga menerima suap dari pejabat Pemerintah Kota Bekasi, Kasus Suap WDP (Wajar Dengan Pengecualian) atas LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah)  Tomohon (2007), Kasus suap Mulyana W Kusuma terhadap Auditor BPK (2004), Kasus Suap Auditor BPKP dalam joint audit  pengawasan di Kemendikbud (2009).

Bahwa sederatan kasus suap yang menimpa beberapa auditor tersebut menunjukkan adanya pelanggaran terhadap prinsip etika profesi, atau kemudian, boleh saja kita sebut sebagai “Fraud dalam audit

Fraud dalam Audit

Bahwa merupakan tanggung jawab auditor dalam memerangi Fraud (baca:kecurangan). Apakah pelaksanaan audit yang diterapkan saat ini efektif dalam memerangi Fraud? Apakah pelaksanaan audit itu sendiri terbebas dari Fraud? Untuk menjawab efektivitas audit dalam memerangi Fraud, maka seyogyanya pelaksanaan audit itu sendiri harus terbebas dari Fraud.

Apa itu Fraud? Sebenarnya tidak ada definisi fraud resmi dan standar yang jelas. Chartered Global  Management Accountant (CGMA) menyebutkan:

“There is no universal definition of Fraud. But It essentially involves using deception to make a personal gain dishonestly for oneself and/or create a loss for another.”

Menurut Kamus Hukum, mengartikan Fraud (Inggris) = Fraude (Belanda) sebagai kecurangan = Frauderen/verduisteren (Belanda) : menggelapkan. Sedangkan dalam Wikipedia (en.wikipedia.org), memberikan definisi Fraud sebagai berikut:

a fraud is a deception made for personal gain or to damage another individual. In criminal law, fraud is the crime or offense of deliberately deceiving another in order to damage them – usually, to obtain property or services unjustly. Fraud can be accomplished through the aid of forged objects. In the criminal law of common law jurisdictions it may be called “theft by deception,” “larceny by trick,” “larceny by fraud and deception” or something similar.

Yang kemudian dapat diterjemahkan (tidak resmi) sebagai berikut:

Kecurangan merupakan penipuan yang dibuat untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau untuk merugikan orang lain. Dalam hukum pidana, kecurangan adalah kejahatan atau pelanggaran yang dengan sengaja menipu orang lain dengan maksud untuk merugikan mereka, biasanya untuk memiliki sesuatu/harta benda atau jasa ataupun keuntungan dengan cara tidak adil/curang. Kecurangan dapat dicapai melalui pemalsuan terhadap barang atau benda. Dalam hukum pidana secara umum disebut dengan “pencurian dengan penipuan”, “pencurian dengan tipu daya/muslihat”, “pencurian dengan penggelapan dan penipuan” atau hal serupa lainnya.

Bagaimana caranya mengidentifikasi; apakah suatu tindakan tergolong fraud atau tidak, unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:

  1. Adanya tindakan yang disengaja;
  2. Terdapat unsur kecurangan;
  3. Menimbulkan Keuntungan pribadi atau kelompok atau kerugian dipihak lain.

Coba kita telisik kembali atas kasus suap Auditor BPK dalam kasus E-KTP (baca kompas 9 maret 2017 Dakwaan: Auditor BPK Terima Uang Proyek E-KTP)…”dalam surat dakwaan, jaksa KPK menjelaskan bahwa terdakwa S, juga memberikan sejumlah uang kepada staf BPK dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. …Bahwa setelah pemberian itu, BPK memberi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap pengelolaan keuangan DItjen Dukcapil pada 2010.”

Atas kasus tersebut, apakah tindakan Auditor BPK tersebut tergolong Fraud?

Untuk mengujinya, mari kita analisis apakah unsur-unsur di atas terpenuhi:

1. Apakah menerima suap untuk kemudian memberi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap pengelolaan keuangan Ditjen Dukcapil pada 2010 adalah tindakan yang disengaja?

  • Jawab:Iya. Dalam hal ini auditor BPK telah melanggar Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2011 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan. Bahwa dalam Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2011 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan, dalam pasal 2 disebutkan bahwa “Kode Etik bertujuan untuk memberikan pedoman yang wajib ditaati oleh Anggota BPK, Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya untuk mewujudkan BPK yang berintegritas, independen dan professional demi kepentingan Negara”. Pasal 9 (2) “….Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara dilarang: meminta dan/atau menerima uang, barang, dan/ atau fasilitas lainnya baik langsung maupun tidak langsung dari pihak yang terkait dengan pemeriksaan”.

2. Apakah menerima suap untuk kemudian memberi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap pengelolaan keuangan Ditjen Dukcapil pada 2010 adalah tindakan yang curang?

  • Jawab: Iya. Masih (merujuk) pada Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2011 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 9 (2) “….Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara dilarang: mengubah temuan atau memerintahkan untuk mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obuektif; dan mengubah dan/atau menghlangkan bukti hasil pemeriksaan.”

3. Apakah menerima suap untuk kemudian memberi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap pengelolaan keuangan Ditjen Dukcapil pada 2010 adalah tindakan yang menguntungkan diri-sendiri/kelompok?

  • Jawab: Iya. Bahwa dengan menerima suap adalah tindakan yang menguntungkan sendiri, untuk memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap pengelolaan keuangan Ditjen Dukcapil pada 2010, yang tentunya memberikan keuntungan pada pihak lain, selanjutnya memberikan opini audit tidak sesuai fakta.

Semua unsur terpenuhi, berarti tindakan Auditor yang menerima suap dalam kasus pemeriksaan E-KTP adalah dapat dikategorikan sebagai tindakan Fraud.

Apakah hal ini dapat digeneralisir, bahwa tindakan menyembunyikan fakta audit saat melakukan pemeriksaan adalah tindakan fraud? Apabila kita sepakat dengan CGMA, tanpa melihat ukuran dan kerugian yang ditimbulkan, asalkan ketiga unsur itu terpenuhi, maka suatu tindakan sudah bisa dikategorikan sebagai Fraud.


 Selanjutnya atas tindakan Fraud dalam Audit, dapat disimpulkan berdasarkan atribut-atribut audit sebagai berikut:

Simpulan audit:

Kondisi: Terdapat indikasi Fraud dalam Audit

Kriteria: Kode Etik dan Standart Audit

Sebab: Auditor tidak menerapkan Kode Etik dan Standart Audit

Akibat: Hasil audit tidak dapat dipertanggungjawabkan,

Rekomendasi: Agar dilaksanakan audit dengan tujuan tertentu atas indikasi Fraud dalam Audit. Majelis Kehormatan Kode Etik agar menindaklanjuti dugaan pelanggaran kode etik.

Na’udzubillahi min dzalik.

Semoga kita dijauhkan dari tindakan FRAUD. Amiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun