Mohon tunggu...
Muhammad Athallah Arsyaf
Muhammad Athallah Arsyaf Mohon Tunggu... Ilmuwan - Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2019

Belajar sepanjang hayat agar suatu hari bisa bangga menyebut diri sendiri sebagai dokter.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Euthanasia: Solusi atau Masalah? (Esai Isu Kedokteran PSAF FK UI 2019)

19 Agustus 2019   21:52 Diperbarui: 19 April 2021   13:24 1021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi euthanasia. | idntimes

Euthanasia adalah kata yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti kematian yang baik. Euthanasia itu sendiri sering dikenal sebagai kematian disengaja yang dibantu oleh seorang profesional seperti dokter atau tenaga kesehatan. Pada prinsipnya, jika seseorang ingin mengakhiri hidupnya dengan cara yang damai dan aman maka euthanasia merupakan salah satu pilihannya. Euthanasia juga dapat dilakukan secara sukarela maupun tidak. (1)

Euthanasia dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Euthanasia yang bersifat aktif adalah secara langsung dan sengaja mengakibatkan kepada kematian seseorang. Sedangkan, euthanasia pasif adalah dengan membiarkan kematian tanpa intervensi untuk mengakhiri kehidupan orang tersebut secara langsung. Sebagai contoh, ketika memberikan analgesik dalam dosis berlebih untuk mengakibatkan kepada kematian seseorang termasuk bentuk dari euthanasia aktif.

Jika kematian seorang pasien disebabkan oleh penghentian atau penolakan terhadap perawatan mau itu dalam bentuk pengobatan atau terapi maka termasuk sebagai bentuk dari euthanasia pasif. Contoh kasus dalam euthanasia pasif adalah mematikan life-support machine atau tidak melakukan operasi yang dapat memperpanjang waktu hidup. (2)

Seringkali isu ini menjadi sebuah dilema akibat berbagai aspek dinamika seperti legal, etika, dan hak asasi manusia. Karena pada dasarnya, Euthanasia ini masih termasuk sebagai perilaku yang mengakhiri kehidupan seseorang. Maka hal tersebut masih merupakan cukup sensitif untuk dibicarakan pada komunitas yang cenderung konservatif. Euthanasia juga masih dilarang di banyak negara. Baru sedikit saja negara yang memperbolehkan hal tersebut yakni Kanada, Swiss, Belgia, Belanda, Luxemburg, Kolombia, dan beberapa bagian negara AS. (3)

Perilaku atau kecenderungan untuk bunuh diri sering dikaitkan dengan gangguan kejiwaan seperti depresi, schizophrenia, atau bipolar.  Maka itu, esensi dari bunuh diri yang terdapat dalam euthanasia terklasifikasi sebagai gangguan kejiwaan pada ranah ilmu kedokteran psikiatri. Karenanya, sistem untuk menilai terlebih dahulu posisi kejiwaan seorang pasien euthanasia sebelum benar ingin menjalankan prosedur sangatlah penting. (1, 4)

Banyak juga yang berpendapat bahwa euthanasia menjadi alternatif yang baik bagi para penderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Tetapi setelah beberapa negara resmi memperbolehkannya, alasan yang digunakan pada nyatanya menjadi sangat berbeda. Seperti contoh, di Belgia para orang lanjut usia banyak yang memilih untuk melakukan euthanasia karena merasa mereka "tidak lagi produktif".

Kasus seperti ini sangat menguntungkan untuk pemerintah karena beban negara terhadap pengeluaran biaya untuk kesejahteraan orang lansia akan terus berkurang. Sama halnya juga di belanda dimana semenjak euthanasia dilegalkan, pelayanan untuk para pasien dengan penyakit kronis mengalami kemunduran drastis. Hal ini membuktikan bahwa euthanasia memiliki pengaruh negatif terhadap nilai-nilai yang sebelumnya ditanamkan di masyarakat. (4)

Euthanasia juga bisa disalahgunakan oleh pihak keluarga pasien yang melenceng dari tujuan awal euthanasia sebagai "pilihan terakhir". Seperti contoh jika anggota keluarga tidak memiliki cukup uang untuk membiayai kebutuhan pasien atau untuk mendapatkan harta warisan, maka euthanasia bisa menjadi salah satu pilihan.

Fungsi dari euthanasia sebagai mercy killing juga bisa disalahgunakan jika tidak dikelola dengan benar. Seperti contoh di Belanda, sebanyak 500 kasus euthanasia tidak disertai dengan informed consent dan tidak dilaporkan kepada negara sedangkan Belgia sendiri memiliki 3 kali lebih banyak dari jumlah itu. Dari setiap 5 orang yang di euthanasia, 1 diantaranya tidak memberikan persetujuan secara jelas dan 12% dilakukan oleh perawat tanpa keberadaan dari seorang dokter. (4)

Walaupun memang awalnya dirancang untuk melibatkan setidaknya 3 dokter dimana salah satu harus independen, hal ini tidak diimplementasikan secara baik dan benar. Sering diperdebatkan bahwa objektivitas pembuatan keputusan oleh dokter juga diragukan, karena asesmen pasien sering dilakukan oleh dokter yang memang pro-euthanasia.

Hal ini dapat menyebabkan bias terhadap hasil pengujian independen. Situasi ini sudah menjadi bukti yang cukup bahwasanya dengan regulasi yang ketat pun, pengawasan terhadap euthanasia sulit untuk dikontrol. Jika masyarakat mengetahui bahwa euthanasia itu pilihan yang tidak diatur dengan benar, maka dapat menyalahi aturan awal dari euthanasia itu sendiri. (4)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun