Kompasiana.com - Pada Senin pagi, 21 April 2025, Paus Fransiskus wafat pada usia 88 tahun di sebuah rumah sakit di Roma akibat stroke. Kehilangan ini menyelimuti umat Katolik di seluruh dunia dan menandai dimulainya proses pemilihan Paus baru melalui Konklaf, yang biasanya diadakan 15 hari setelah Paus meninggal. Dalam suasana berkabung ini, film Conclave yang dirilis pada 2024 kembali mencuri perhatian publik. Film yang diadaptasi dari novel karya Robert Harris ini mengisahkan Kardinal Lawrence, seorang rohaniwan senior yang ditugaskan memimpin Konklaf setelah wafatnya Paus.
Dalam tradisi Gereja Katolik, para kardinal akan berkumpul di Kapel Sistina, tempat yang tertutup untuk memilih pemimpin baru Gereja. Namun, pemilihan ini ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Kardinal Lawrence menemukan sebuah rahasia besar yang bisa mengguncang jalannya pemilihan dan masa depan Gereja. Di balik citra suci para kardinal, tersimpan ambisi dan agenda pribadi yang memengaruhi proses pemungutan suara.
Â
Ketegangan semakin memuncak di tengah intrik politik yang mewarnai proses suksesi kepausan. Dalam atmosfer penuh misteri dan tekanan, film ini berhasil menggambarkan ketegangan yang terjadi di balik dinding Vatikan. Conclave menawarkan gambaran yang cukup akurat mengenai dinamika pemilihan Paus. Kathleen Sprows Cummings, seorang sejarawan Katolik dari Universitas Notre Dame yang mengamati proses pemilihan Paus Fransiskus pada 2013, mengapresiasi bagaimana film ini dengan bijak menyeimbangkan sisi manusiawi, ambisi pribadi, dan keinginan tulus untuk memilih pemimpin terbaik bagi gereja, tanpa mengabaikan peran penting Roh Kudus. Ia mengungkapkan, "Menakjubkan bagaimana mereka bisa menyentuh hal-hal rahasia dan menampilkannya secara akurat."
Kisah ini juga mengingatkan pada pengalaman Paus Fransiskus dalam konklaf tahun 2005. Dalam bukunya The Successor, Paus yang telah meninggal tersebut menceritakan bagaimana dirinya sempat "dimanfaatkan" oleh sekelompok kardinal untuk menggagalkan pencalonan Kardinal Joseph Ratzinger. Dalam proses tersebut, Bergoglio menerima 40 suara dari 115 kardinal, bukan karena ia ingin dipilih, melainkan sebagai bagian dari taktik untuk mendukung munculnya kandidat kompromi dan menjegal Ratzinger. Pada akhirnya, Ratzinger terpilih menjadi Paus Benediktus XVI.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI