Mohon tunggu...
Athala Parlambang
Athala Parlambang Mohon Tunggu... Masinis - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Suka Journalisme Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kerasnya Kehidupan "Hakim" Lapangan

12 Maret 2023   19:42 Diperbarui: 12 Maret 2023   19:53 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila kami membahas mengenai Wasit, pasti kami memiliki banyak sekali uneg yang ingin kita ucapkan. Mulai dari anggapan terlalu memihak kepada tim lawan, keputusan yang kami anggap sebagai salah, dan "wasit g0I=k". Anggapan dan perkataan tersebut merupakan santapan seharihari seorang wasit. Setiap hari seorang wasit harus mendengarkannya. 

Di Indonesia sendiri, sebelum menjadi wasit profesional, seorang calon wasit harus mengantongi Lisensi c3 dimana seseorang wajib membayar 2.750.000. Dengan C3, seorang wasit dapat memimpin pertandingan kota. Setelah mengantongi lisensi tersebut, seorang wasit dapat mengantongi Lisensi C2 dimana seseorang wajib membayar 3.000.000 dimana seseorang sudah dapat memimpin pertandingan provinsi. 

Setelah C2, seorang wasit dapat mengikuti pelatihan C1 dimana dengan lisensi ini, seorang wasit dapat memimpin pertandingan nasional. Untuk dapat mengikuti pelatihan C1, seorang wasit harus membayar 6.000.000 rupiah.  Tidak hanya itu, dalam pelatihan wasit, seorang dihrapakan untuk memenuhi Beep test, dan harus mampu berlari 75 meter dengan ditambahi jalan 25 meter (sudah berubah). 

Bisa dibayangkan bahwa mayoritas Wasit di Indonesia menyikapi profesi perwasitan mereka sebagai sidehustle , alias usaha sampingan.Namun ini tidak bisa dianggap gila, karena di USA sendiri , pelatihan wasit C3 harganya 200USD, jadi ini dapat dianggap sebagai setara.

Salah satu bukti daripada ini adalah bahwa seorang Wasit yang sempat memimpin pertandingan Piala Dunia 2014 pun masih memiliki pekerjaan utama, karena mustahil hukumnya untuk menjadikan pemasukan sebagai wasit sebagai pemasukan Utama. 

Wasit asal Amerika Serikat, Mark Geiger, yang sempat memimpin pertandingan Piala Dunia 2014, masih bekerja sebagai Guru Matematika SMA, suatu profesi yang ia geluti sampai akhirnya dapat 100 persen memfokuskan diri sebagai Wasit karena tuntutan Piala Dunia pada tahun 2014. 

Seorang wasit, pada umumnya, tidak memiliki sosial media, atau kalaupun memiliki, tidak pernah mendapatkan centang biru apalagi emas (di twitter sudah ada yang lebih berharga daripada centang biru). 

Sangat disayangi, karena saya berharap profesi wasit makin dipandang, namun juga dapat dimengerti. Instagram, WhatsApp, dan Sosial media yang mereka dimiliki semuanya diperiksa dengan cermat, karena khawatir akan ada pihak yang mengimingkan harta agar tim mereka menang. Suatu hal yang sangat mencederai citra wasit sebagai pihak yang netral. 

Peraturan yang selalu diubah oleh IFAB pun mempersulit kerjaan seorang wasit. Pergantian peraturan yang terkadang memang tidak masuk akal, namun kebanyakan merupakan sebuah fakta yang memang sudah seharusnya terjadi dilapangan karena itulah yang terjadi dilapangan pada masa modern ini, membuat banyak orang merasa paling tahu

Belum lagi VAR. VAR, suatu alat yang kami semua benci, namun bisa dikatakan bahwa VAR pun tidak selalu benar, ini diakui Wasit Jerman pada BundesLiga musim ini dimana dalam satu matchday, terdapat keputusan yang sebenarnya mereka yakini benar, namun menjadi salah karena kesalahan yang dilakukan VAR. 

Singkat cerita, menjadi wasit tidak lah mudah, dan bahkan VAR pun bisa salah, apalagi wasit. Salam wasit!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun