Mohon tunggu...
Atha Kirana
Atha Kirana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Hiruk-pikuk Teknologi Informasi dan Komunikasi

15 Juli 2021   23:02 Diperbarui: 15 Juli 2021   23:07 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Tahun selalu berganti, wajah-wajah baru terpampang di berbagai media, informasi dan berita bertebaran, mengalahkan banyaknya rute pesawat setiap harinya. Semakin tumbuh dan berkembangnya populasi manusia di dunia, semakin tumbuh dan berkembang pula teknologi-teknologi yang diciptakan manusia. Apapun yang menjadi keingintahuan dan harapan manusia tidak lagi mustahil untuk didapatkan dalam waktu yang singkat bahkan saat berada dimanapun selagi masih terhubung. Jacques Ellul mendefinisikan teknologi sebagai keseluruhan metode yang secara rasional mengarah dan memiliki ciri efisien dalam setiap kegiatan manusia. Benar saja efisien menjadi kata dan makna yang disenangi, dengan teknologi, manusia bisa mendapatkan segala macam informasi dan melakukan komunikasi apapun dengan efisien. Seperti yang saya lakukan saat ini, menggunakan teknologi sebagai wadah untuk menampung tulisan pribadi berisi pengalaman dan pandangan mengenai teknologi komunikasi dan informasi dari sisi positif dan negatif. Juga apa yang menurut saya kurang dari teknologi ini dan solusi atas kekurangan tersebut.

Teknologi informasi dan komunikasi memang sudah hadir jauh sebelum lahirnya generasi milenial, termasuk saya didalamnya, namun bisa dikatakan teknologi tersebut hadir perlahan secara sederhana. Pengalaman sewaktu kecil, tepatnya saat menduduki bangku sekolah dasar, saya diberikan telepon genggam. Apa yang saya lakukan dengan telepon kecil bermerek Nokia tersebut? Hanya mengutak atik aplikasi kamera, panggilan dan sms, serta permainan ringan, tidak terpikir untuk membuka jaringan internet. Dulu jelas sekali rasanya, teknologi tersebut tidak terlalu mempengaruhi masa kecil saya. Saat membawa telepon kecil itu kerumah nenek yang ada di desa, teman-teman disana awalnya tertarik, tapi tidak lama karena merasa bosan. Karena tidak punya teman untuk sekedar duduk bermain telepon, saya tinggalkan saja dan memilih untuk bermain keluar bersama mereka.

Mengingat pengalaman kecil tersebut, saya merasa kasihan dan khawatir dengan anak-anak kecil di zaman sekarang. Tidak perlu mencari contoh yang jauh, lihat saja di sekitar kita sekarang, anak-anak yang seharusnya bermain di luar malah terjebak di dalam kamar dengan benda petak yang menurut mereka bisa memberi apapun yang mereka mau, menyenangkan memang. Dalam usia yang sangat rentan, sangat bijak sekali jika orang tua tidak memberikan smartphone berlebih kepada mereka. Anak-anak harus merasakan dan menikmati dunia luar dan melakukan interaksi secara nyata kepada lingkungannya. Lagipula, terlalu banyak berhadapan dengan smartphone sangat merugikan anak tidak hanya dari arah sosial, namun juga kesehatannya, radiasi yang akan menyebabkan kerusakan sel otak pada anak misalnya, dan masih banyak lagi dampak lainnya. Tapi ini hanya pandangan dan pendapat pribadi, karena saya juga bukan seorang pakar di bidangnya.

Kembali ke pengalaman, apakah saya bukan orang yang sering berhadapan dengan teknologi? Tentu tidak, saya juga merupakan seorang pecandu teknologi. Sulit rasanya melepaskan diri dari hal yang saat ini memang terlihat tidak bisa dilepaskan. Ditambah lagi dengan adanya pandemi, semua informasi dan komunikasi dari bidang apapun harus ditampilkan dari layar gawai ini. Sekolah, perkuliahan, pekerjaan, informasi kesehatan terkini, dan masih banyak lagi yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja, atau nanti saya akan kehilangan informasi dan merasa kebingungan.

Teknologi informasi dan komunikasi juga berhasil menciptakan banyak sekali media-media baru yang saat ini kita nikmati, salah satunya adalah media sosial. Seperti namanya media sosial adalah media atau wadah dimana kita sebagai pengguna internet bisa bersosial dengan mudah, memanfaatkan kecanggihan teknologi. Terasa senang saat postingan foto mendapatkan banyak tombol suka, atau terasa nyata saat melakukan percakapan lewat fitur pesan, tapi apakah semua itu benar-benar nyata? Apakah semua tombol suka yang itu benar diberikan karena memang suka? Apakah semua pesan yang dikirim dengan tulisan "hahaha" juga emoji tertawa benar-benar menunjukkan seorang yang sedang tertawa? Jawabannya tidak ada yang pasti, kembali lagi kepada masing-masing individu, lagipula itu hanya sebuah dunia maya kan? Semua hal bebas saja dilakukan, tidak ada larangan tentang siapa saja yang boleh mengakses media sosial, atau larangan tentang bagaimana pengguna memanipulasi diri sendiri agar sesuai dengan algoritma yang ada.

Menyesuaikan alur tulisan, saya akan menjabarkan sisi negatif dari teknologi informasi dan komunikasi terlebih dahulu, lalu dilanjutkan dengan sisi positifnya. Berikut 5 pengaruh negatif dari semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi.

  • Kecanduan

Sepertinya masalah kecanduan tidak hanya dialami satu dua orang saat ini. Tidak cukup hanya menggunakan smartphone untuk mengakses informasi atau melakukan komunikasi. Apalagi dengan hadirnya media sosial yang menjadi hiburan, dan dengan sadar atau tidak banyak orang menjadikan media sosial sebagai media bercerita. Ciri-ciri kecanduan ini sangat umum ditemui, di lingkungan sekitar atau bahkan diri sendiri. Pagi hari saat baru membuka mata, bukan langsung membersihkan diri, malah membuka smartphone dengan lancer. Saat makan juga harus ada smartphone, bahkan terkadang sampai tidak memperhatikan dan menghayati apa yang sedang dimakan. Bahkan saat mandi atau aktivitas apapun di kamar mandi juga membawa smartphone, seolah-olah takut hilang padalah manusia sendiri yang menjadi hilang makna. Merasa gelisah dan tidak nyaman saat tidak dekat, selalu memeriksa ulang padahal tidak ada apa-apa, dan lebih banyak berinteraksi dengan smartphone dibandingkan dengan orang lain merupakan ciri dari kecanduan gawai. Akhirnya tidak ada yang bisa mengobati dan memberhentikan kecanduan kecuali kesadaran dan kemauan dari diri sendiri.

  • Malas dan Tidak Produktif

Salah satu penyebab seseorang menjadi malas adalah merasa kelelahan. Dalam konteks ini, tidak hanya lelah fisik, namun juga lelah mental dan pikiran. Kenapa pikiran bisa lelah? Kembali lagi pada apa saja aktivitas yang telah dilakukan dan tidak diselesaikan. Pekerjaan atau kewajiban yang seharusnya dilakukan namun tertunda karena ada gangguan merupakan penyebab pikiran berkecamuk, dan menimbulkan kemalasan. Polanya akan berputar seperti itu sampai kemudian tersadar oleh tenggat waktu. Gangguan tersebut banyak macamnya, namun yang sangat lumrah saya temui dan alami saat ini adalah gangguan notifikasi smartphone. Awalnya hanya satu dering lalu muncul lagi dering berikutnya, diam-diam hati berkecamuk memikirkan apakah itu adalah informasi yang penting. Memutuskan mengalah untuk membuka smartphone, dan benar saja ada yang penting. Membaca sekitar lima menit, lalu muncul notifikasi media sosial yang rasa-rasanya akan menghibur, kalau buka sebentar mungkin tidak masalah. Lalu yang menjadi masalah adalah saat berselancar menggulir-gulir satu persatu konten, waktu akan terasa menghilang, berharap berhenti sejenak, padahal waktu terus berjalan seiring tawa yang dikeluarkan karena hiburan yang sebenarnya hanyalah ilusi. Jadilah buang-buang waktu yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk banyak hal produktif. Saat sudah terjebak di depan layar radiasi sinar biru, akan sangat sulit melepaskannya, hanya malas-malasan menunduk kadang tersenyum melihat kearah layar. Akhirnya tenggat waktu yang mungkin bisa menyadarkan atau bahkan tidak juga sama sekali.

  • Hilangnya Interaksi Nyata

Beda dengan masyarakat maya yang interaksinya semakin maju setiap hari bahkan dengan orang yang belum pernah ditemui, interaksi masyarakat di lingkungan nyata sangat berkurang. Terutama para generasi muda yang masih dan akan terus sibuk dengan gawai canggihnya. Memang tidak semua tapi kebanyakan dari mereka terlalu asik dan tidak sadar terhanyut dalam fananya media sosial. Beberapa orang lupa bahwa manusia masih berpijak di tanah yang sama, menghirup udara yang sama, bukan hanya tertunduk pada jaringan yang sama. Coba sempatkan sesekali mendongak dan lihat betapa suramnya dunia jika semua orang hanya terfokus pada materi di gawai sedangkan materi sebenarnya bisa dipelajari dengan interaksi nyata. Pertemuan dengan teman-teman yang direncanakan lewat pesan di media sosial, wajar. Tapi mengapa setelah bertemu, berhadapan, bersebelahan, masih saja orang-orang menunduk, seolah-olah gawai adalah teman, dan teman sebenarnya hanya figuran belaka. Bukankah itu jadi pertemuan yang sia-sia? Belum lagi yang lebih disayangkan, dalam sebuah rumah yang seharusnya dijadikan sebagai tempat pulang dan bercurah, malah sama saja. Anggota keluarga juga lebih sering menunduk dan kadang mengirimkan informasi yang di dapat di internet kedalam grup percakapan semu, dibandingkan melakukan percakapan dan berdiskusi nyata tentang informasi tersebut.

  • Hoax Menyebar Lebih Cepat

Berita palsu atau yang biasa disebut hoax adalah salah satu hal yang bisa menyebabkan perpecahan dan kebingungan. Dengan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin maju dan tidak terbatas, maka semakin mudah pula para pelaku kejahatan melancarkan aksinya untuk menyebar berita palsu yang akan menyesatkan masyarakat. Seperti di tengah pandemi sekarang ini, per 7 mei 2021, Kementrian Komunikasi dan Informatika menemukan 1.401 kasus penyebaran isu hoax mengenai Covid-19, angka yang sangat banyak. Pelaku penyebaran hoax ini akan dengan sengaja membuat Clickbait yang menarik atau tidak diduga sebelumnya. Lalu mereka mengirimkannya ke grup-grup di media sosial, dan dalam hitungan detik saja berita-berita hoax itu akan menyebar dengan cepat dimana-dimana mau sejauh apapun si penerima pesan. Entah apa untungnya bagi pelaku, yang jelas berita hoax akan menimbulkan kecemasan, kebingungan, bahkan kemarahan dari masyarakat.

  • Kejahatan Dunia Maya

Tidak hanya berbuat jahat di lingkungan masyarakat, para pelaku kejahatan juga memanfaatkan teknologi informasi dan  komunikasi dengan tujuannya sendiri. Bentuk-bentuk kejahatan di dunia maya atau biasa disebut cybercrime ini sangat banyak dan berbahaya jika manusia lengah begitu saja. Pencurian data misalnya, bagaimana mereka mencuri data pribadi pengguna internet untuk kemudian dijual dan mendapatkan keuntungan dari data tesebut. Ada juga penipuan, kesannya memang seperti mudah saja mengelakkan diri, namun dengan teknik komunikasi persuasif yang baik, para pelaku kejahatan ini lebih mudah lagi untuk mendapatkan pundi-pundi uang melalui penipuan online, buktinya bisa dilihat dari banyaknya korban disekitar kita. Satu contoh lagi adalah yang paling sering ditemui di zaman media sosial ini yaitu cyberbullying atau perundungan dunia maya. Cyberbullying dikategorikan sebagai suatu kejahatan dari sudut pandang hukum karena dilakukan secara sengaja untuk menyakiti orang lain. Menghina, mencemooh, melakukan pelecehan yang di ungkapkan lewat ketikan-ketikan jari di media sosial, tentu bisa membuat orang yang dituju kepikiran, stres, depresi, bahkan tidak sedikit yang memutuskan untuk melakukan bunuh diri. Dan jelas sekali cyberbullying ini bukan hal yang bisa disepelekan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun