Mohon tunggu...
Atep Afia Hidayat
Atep Afia Hidayat Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati sumberdaya manusia dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Nature

Manajemen Dampak dan Antisipasi Banjir

8 Oktober 2010   02:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:37 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Oleh : Atep Afia Hidayat -

Banjir merendam, menggenangi bahkan menenggelamkan ribuan rumah, tempat ibadah, gedung sekolah, pusat bisnis dan pemerintahan, pabrik dan pesawahan, serta jalan berikut alat-alat transportasi seperti mobil dan motor. Kerugian akibat banjir secara materil bisa mencapai puluhan milyar rupiah, belum termasuk kerugian akibat kehilangan produktivitas kerja dan usaha. Banjir melanda ratusan kawasan di Indonesia, bukan hanya sekitar dataran rendag seperti Jabotabek dan Semarang, dataran tinggi seperti Bandung Selatan pun tak luput dari banjir.

Pasca banjir banyak "PR" yang harus diselesaikan, selain memulihkan perekonomian, hal yang perlu segera ditangani adalah pemulihan kondisi psikologis, kesehatan dan lingkungan. Di samping itu, hal yang sangat penting ialah menyangkut manajemen banjir secara keseluruhan, baik sebagai upaya pemulihan berbagai dampak, maupun sebagai langkah antisipasi bencana banjir, termasuk kemungkinan banjir dan cuaca buruk saat ini yang diperkirakan akan mereda bulan Maret 2011.

Manajemen Dampak

Setiap bencana, termasuk banjir, tentu saja bisa menimbulkan beragam dampak, baik psikologis, sosial, ekonomi, kesehatan maupun lingkungan. Ketika datang air bah yang terus meninggi, misalnya bagaimana air dari Kali Angke dan Kali Pesanggrahan secara serentak meluap dan meredam Perumahan Ciledug Indah I dan II, Kota Tangerang, bisa saja ratusan orang mengalami ketakutan yang luar biasa, sehingga tetap membekas. Inilah yang dimaksud trauma psikologis, dan terhadap korban perlu dilakukan terapi oleh psikolog atau psikiater.

Diberbagai permukiman dan perkampungan, banjir juga menyebabkan trauma sosial. Makin besar banjir makin besar pula trauma sosial yang ditimbulkannya. Trauma sosial akan sangat dirasakan oleh masyarakat yang berada pada lapisan sosial menengah atas. Sulit dibayangkan, bagaimana menghadapi perubahan yang drastis dalam kehidupan sosial, dari semua yang berstatus sosial menengah atau tinggi, mendapat penghormatan masyarakat sekitar, tiba-tiba harus menjalani kehidupan di tenda-tenda pengungsian, yang tidak ada lagi tatanan sosial. Hal ini membutuhkan kemampuan adaptasi yang tinggi, jika tidak maka akan terjadi trauma sosial yang bercampur dengan trauma psikologis.

Dalam kasus musibah seperti banjir, unsur keimanan seseorang sangat berperan dalam memulihkan trauma psikologis dan sosial. Bagaimanapun, tidak ada daya dan upaya, kecuali atas pertolongan Allah SWT, Tuhan Semesta Alam. Bagaimanapun kalau diberi musibah harus bersabar, dan diberi nikmat harus bersyukur. Paradigma dan Sikap hidup yang demikian, tentu saja bisa mempercepat pemulihan trauma psikologis dan sosial.

Dampak ekonomi banjir juga relatif sulit pemulihannya, terutama bagi masyarakat yang bekerja di sektor informal serta usaha kecil dan menengah. Selain sebagian besar barang yang dimiliki hilang atau rusak, sebagian orang mengalami kehilangan sumber pendapatan. Pemulihan ekonomi terbentur pada modal dan jaringan usaha yang terputus ketika banjir. Sedangkan bagi masyarakat dengan pekerjaan tetap, baik di instansi pemerintah atau swasta, pemulihan ekonomi tidak terlampau sulit. Pada akhirnya, barang yang hilang atau rusak dapat dimiliki kembali dikemudian hari, apalagi jika rumah, kendaraan atau barang-barang berharga milik mereka diasuransikan.

Manajemen dampak ekonomi banjir, perlu diprioritaskan bagi kelompok masyarakat yang kehilangan tempat tinggal dan mata pencahariannya. Sebagai contoh, penanganan yang dilakukan pemerintah pusat terhadap dampak bencana gempa di Yogyakarta dan sekitarnya, beberapa bulan yang lalu, melalui program transmigrasi ke Lampung dan Sulawesi Selatan. Selama empat bulan sebelumnya, masyarakat diberi pelatihan pertanian, peternakan dan perikanan, sedangkan di tempat tujuan, diberi fasilitas berupa rumah type 36, biaya hidup satu tahun dan lahan garapan beberapa hektar. Masyarakat yang kehilangan aset dan usahanya akibat banjir, bisa mengikuti program serupa.

Penanganan dampak ekonomi banjir, lebih luas lagi ialah dengan menghidupkan kembali berbagai sarana dan prasarana bisnis yang sempat terganggu, terutama sarana transportasi, perdagangan, perbankan, pertanian, industri, dan sebagainya.

Penanganan dampak kesehatan, terutama dengan mengantisipasi kemungkinan munculnya berbagai penyakit seperti demam berdarah, kulit, infeksi saluran pernafasan, diare, dan sebagainya. Baik posko kesehatan, klinik kesehatan dan rumah sakit perlu disiap-siagakan secara penuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun