Mohon tunggu...
Atep Afia Hidayat
Atep Afia Hidayat Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati sumberdaya manusia dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Makna di Balik Getar Hati

7 Oktober 2010   22:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:37 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh Atep Afia Hidayat -

Hati adalah organ tubuh yang selalu dinamis, selalu bergetar. Namun masih ada kontroversi, apakah kalau bicara qolbu itu identik dengan hati atau jantung. Kalau pikiran itu adalah kerjanya otak, lantas apakah perasaan itu kerjanya hati (liver) atau jantung.

Dalam bukunya, Menyelam ke Samudera Ma’rifat dan Hakikat, Syekh Ahmad Ibnu Athaillah, menjelaskan, getar hati yang pertama kali dating di hati setiap hamba menjadi timbangan dan ukuran bagi keimanan dan ketauhidannya. Bagi orang yang lalai, ketika dating waktu pagi, yang timbul dalam suara hatinya ialah berhubungan dengan pekerjaan yang hendak dikerjakan buat dirinya. Hatinya disibukkan oleh rencana yang akan dikerjakan buat dirinya, sehingga membuat lalai pada kekuasaan Allah SWT. Hal tersebut menyebabkan akan kelelahannya, dan mengurangi akan keberhasilan rencana yang dikehendakinya.

Sedangkan orang yang berakal sehat, pertama kali getaran yang timbul dalam hatinya adalah terkait dengan pertanyaan, apa yang diperbuat Allah terhadap diriku. Pandangannya selalu terfokus pada Allah SWT. Harapan dan cita-citanya digantungkan kepada Allah, dia ridha dengan ketentuan takdir Allah dengan tetap beramal dan terus semakin meningkatkannya, sehingga hatinya menjadi tenang dan namai. Demikian Syekh Ahmad, membuat perbandingan antara getar hati orang yang lalai dengan getar hati orang yang berakal sehat.

Arena kehidupan begitu melelahkan, banyak rintangan yang dihadapi, mulai rintangan yang kecil, ringan, sederhana, sampai rintangan yang besar, berat dan rumit. Tetapi bagi orang yang hatinya dipenuhi getar-getar kesadaran akan keberadaan Allah, maka rintangan apapun selalu dipikiri, dirasai dan disikapi dengan penuh kebahagian. Baginya semua perkara itu dating dari Allah, maka tak ada kesempatan dan ruang untuk berkeluh kesah atau berduka cita, semuanya menggembirakan, semuanya begitu menyejukkan, karena semuanya dikembalikan kepada Tuhan yang maha kuasa. Tidak ada daya dan upaya kecuali atas pertolongan Allah, sudah selayaknya semua piker, semua rasa dan semua tindak dipasrahkan kepada Allah.

Menurut Umar bin Abdul Aziz, “Tidak ada yang membahagiakan aku di setiap pagi, kecuali kerelaan menjalankan tugas yang telah ditetapkan sebagai takdir Allah SWT”. Ada aturan Allah yang berkaitan dengan waktu, misalnya waktu shubuh apa saja yang harus dikerjakan, waktu siang sampai petang, waktu malam dan dipernghujung malam. Ada waktu-waktu tertentu yang diistimewakan Allah, sepertiga malam menjelang shubuh, hari Jumat, bulan Ramadhan, dan sebagainya. Pada saat-saat itu sudah semestinya getar hati semakin kencang sehingga makin dekat dengan Allah. Tetapi bukan berarti di luar waktu-waktu itu kita bisa lalai dari upaya mendekatiNya.

Allah begitu dekat, bahkan lebih dekat dari urat leher sendiri. Tetapi manusia seringkali merasa jauh, menjauhi bahkan tidak peduli dengan Sang Pencipta. Getar hati sebenarnya begitu sensitif untuk merasakan kehadiranNya, setiap manusia dianugerahi kepekaan untuk mendeteksi kebesaran Tuhan. Dengan adanya mata maka sebagian yang diciptakanNya bisa dilihat dengan jelas, apakah itu sesama manusia, hewan, tumbuhan, benda-benda mati, benda angkasa dan yang lainnya. Adanya telinga memungkinkan setiap manusia dapat mendengar ayat-ayat Tuhan dalam kitab suci atau di alam semesta seperti suara burung, suara debur ombak di pantai, dan sebagainya. Begitu pula adanya organ lainnya menyebabkan getar hati untuk memahami Sang Pencipta bisa lebih mudah. Eksploitasi dan eksplorasi ‘pencarian Tuhan’ bisa lebih leluasa, apalagi dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sudah semestinya berujung pada peningkatan kesadaran akan ke-Maha Besar-an Tuhan. Allahu Akbar. (Atep Afia)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun