Mohon tunggu...
Atep Afia Hidayat
Atep Afia Hidayat Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati sumberdaya manusia dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Money

Alih Teknologi Pertanian

2 Juli 2011   16:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:59 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1309624062175846616

Oleh : Atep Afia Hidayat - Upaya pengembangan industri pertanian tidak terlepas dari pemanfaatan teknologi secara optimal, baik menyangkut teknologi budidaya, sarana produski hingga pasca panen. Di beberapa daerah pertanian yang maju teknologi sudah diterapkan, umpamanya melalui pemanfaatan traktor secara sehamparan, penggunaan mesin pasca panen, dan sebagainya.

Teknologi itu memang mahal, makin canggih suatu teknologi efisiensi yang didapatkan idelanya makin tinggi, namun sayangnya justru semakin mahal. Skala usaha yang kecil-kecil kurang memungkinkan untuk menerapkan teknologi tinggi.

Di beberapa daerah yang telah dibuka menjadi perkebunan besar, baik milik swasta atau BUMN tampak jelas adanya kesenjangan penggunaan teknologi dengan usaha tani kecil di sekitarnya.

Sebagai contoh untuk komoditi teh di daerah Kertasari, Pangalengan dan Ciwidey, Bandung Selatan, kalau di perkebunan milik BUMN penanaman sudah menggunakan klon-klon unggul hasil penemuan terbaru, dengan beberapa sifat seperti tingkat produksi yang tinggi, respon terhadap pemupukan, tahan serangan hama, dan sebagainya, sedangkan petani setempat hanya menanam jenis apa adanya dan tak jelas klon atau varietasnya.

Begitu pula dalam langkah-langkah budidaya seperti pemupukan, pengairan, pengendalian hama dan penyakit di perkebunan-pekebunan besar sudah menyertakan teknologi atau produk teknologi yang lebih maju.

Untuk mengendalikan rumput-rumput liar (gulma) di perkebunan besar sudah sejak lama dimanfaatkan semacam pestisida yang khusus untuk mengendalikan rumput (herbisida), lengkap dengan peralatannya (knapsack sprayer). Sedangkan petani masih menggunakan kored dan cangkul. Dalam segi pasca panen dan pemasaran, apa yang dilakukan petani masih berpola bisnis tradisional, yang tidak menghasilkan nilai tambah optimal.

Lalu bagaimana caranya agar petani pun mampu memanfaatkan teknologi yang lebih baik, sekaligus mampu “membelinya”. Jika dilakukan secara perorangan mungkin sulit menjangkaunya, namun kalau petani bersatu membentuk kelompok tani yang andal, maka teknologi yang mahal itupun bisa dijangkaunya.

Lahan pertanian yang sempit bisa dijadikan pola sehamparan, hal itu untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Dengan adanya pola sehamparan maka pemanfaatan mesin-mesin pertanian bisa lebih mudah, pemeliharaan tanaman bisa serentak, begitu pula panen dan pengolahannya.

Konsep tersebut sebenarnya sudah dikembangkan sejak lama, seperti Perkebunan Nusamba Indah di Jawa Barat, memiliki pabrik tersendiri yang khusus untuk mengolah teh rakyat (teh yang dihasilkan petani kecil).

Dalam proses alih teknologi diperlukan adanya katalisator yang berperan sebagai perantara serta mendefinisikan dan memudahkan pemahaman petani terhadap teknologi. Bahasa teknologi perlu disederhanakan sedemikian rupa hingga bisa dimengerti dan langsung diaplikasikan oleh petani.

Media informasi seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, tabloid, website dan blog yang sarat dengan informasi teknologi populer dan tepat guna, sebisa mungkin harus menggunakan bahasa yang sederhana. Begitu pula penyajian foto atau gambar ilustrasi hendaknya yang tidak terlalu rumit.

Koran Masuk Desa (KMD) keberadaannya bisa diaktifkan kembali, atau bisa saja diganti dengan Web Masuk Desa (WMD) atau Blog Masuk Desa (BMD), sehingga jangkauannya bisa makin meluas. Untuk media cetak khusus pertanian yang masih bertahan, seperti Sinar Tani dan Trubus, perlu lebih intensifdan progresif dalam mendekati petani. Konten kedua media tersebut sangat diperlukan sebagai media alih teknologi pertanian.

Memasuki era globalisasi di segala bidang, kebutuhan informasi sepertinya menjadi sesuatu yang penting dan tak bisa ditunda-tunda. Globalisasi informasi menyentuh semua lapisan masyarakat, menjangkau segenap profesi, dan petani pun mau tidak mau harus bersentuhan dengan berbagai dampaknya. Oleh karena itu petani pun harus siap mengantisipasinya. Pertanian akan lebih berkembang jika petani sudah siap dengan proses alih teknologi. (Atep Afia, pengelola PantonaNews.com).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun