Mohon tunggu...
Aten Dhey
Aten Dhey Mohon Tunggu... Penulis - Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Penikmat kopi buatan Mama di ujung senja Waelengga. Dari aroma kopi aku ingin memberi keharuman bagi sesama dengan membagikan tulisan dalam semangat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Watu Susu Rongga, "Air Susu" Orang Rongga

25 Mei 2019   12:48 Diperbarui: 25 Mei 2019   12:49 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok Bang Fano (Grup fb Waelengga Milenial Literasi)

Ketika aku kecil ayah selalu mengajakku menggembalakan sapi di padang sabana Ma'u Sui, Waelengga, Manggarai Timur. Padang rumput yang luas ini menjadi gudang makanan seperti bagi hewan ternak seperti sapi, kuda, kerbau, kambing dan lain sebagainya. Hewan ternak dibiarkan berkeliaran tanpa dikandangkan.

Bentuk penggembalaan seperti ini selalu menggelisahkan hatiku ketika menjadi penggembala sapi. Banyak pengalaman menarik yang kualami, salah satunya ketika harus melindungi diri dari kejaran sapi liar. Cara terbaik untuk melindungi diri adalah berlari secepat mungkin ke arah pohon dan memanjatnya.

Pada musim kemarau rumput di padang sabana Ma'u Sui mulai kering. Ternak peliharaan bertahan hidup dengan melindungi diri di bawah kaki gunung Komba. Dedaunan pohon menjadi sumber makanan dan mata air Wae Motu yang berada persis di bawah kaki gunung Komba menjadi sumber minuman mereka. 

Fenomena alam seperti ini menimbulkan kegelisahan di hati para gembala. Ayah selalu mengajak aku menyusuri hutan untuk mencari ternak peliharaan yang bertahan hidup di bawah kaki gunung Komba. Jarak tempuh yang jauh cukup menguras waktu dan tenaga. Namun, keadaan alam yang asri serta bunyi burung yang bersahutan menjadi penghibur hati di saat letih dan lelah mulai menghampiri.

Dalam pencarian itu, kami selalu beristirahat di bawah dua batu yang berukuran besar dan tinggi. Tanpa kusadari, sepasang batu itu memiliki sejarah masa lalu yang sangat berarti bagi salah satu suku yang berada di Waelengga, yakni suku Rongga. Kedua batu itu bagi orang Rongga dinamakan Watu Susu Rongga. 

Dok. Bonaventura (Grup fb Waelengga Milenial Literasi)
Dok. Bonaventura (Grup fb Waelengga Milenial Literasi)

Asal-usul

Secara harfiah Watu Susu Rongga memiliki arti Batu Susu Orang Rongga. Keduanya dinamakan demikian karena bentuknya seperti "payudara perempuan". Tinggi kedua batu berkisar tiga sampai empat meter.

Watu Susu Rongga dikelilingi oleh beberapa suku, yakni suku Lowa, Kewi, Motu dan Ndeli. Suku Lowa berada di puncak gunung Komba sedangkan suku Kewi, Motu dan Ndeli berada persis di kakinya. Suku-suku yang berada di sekitar gunung Komba menjaga kedua batu ini sebagai warisan peninggalan nenek moyang yang sangat berarti.

Masyarakat suku Rongga memiliki cerita mengenai asal-usul Watu Susu Rongga. Konon, pada masa lalu terjadi peperangan antara suku Rongga melawan Raja Todo. Ketika berad dalam tekanan, suku Rongga berlindung di atas gunung Komba. Raja Todo sudah menguasai sebagian besar wilayah Rongga dan ingin menyerang suku Rongga yang mendirikan benteng pertahanan di atas gunung Komba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun