Mohon tunggu...
Atara Loveana Wijaya
Atara Loveana Wijaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin Universitas Airlangga

Mahasiswa Teknologi Sains Data

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia Darurat LGBTQ+

13 Juni 2022   17:37 Diperbarui: 13 Juni 2022   18:09 1062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : dokumen pribadi

            LGBT merupakan singkatan dari ragam identitas seksual yang menyimpang, yaitu Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender. Istilah LGBT ini mulai umum digunakan pada tahun 1990-an menggantikan istilah komunitas gay (Krisdianto, 2017). Seiring berjalannya waktu, akronim LGBT tersebut kembali berevolusi menjadi LGBTQ+, yang cakupannya meliputi seluruh penyimpangan seksual yang ada di masa kini.

      Sudah menjadi hal yang umum bahwa menjadi bagian golongan LGBTQ+ merupakan sebuah aib yang harus sangat ditutupi. Namun, belakangan ini di Indonesia mulai bermunculan pelaku-pelaku LGBTQ+ yang tanpa rasa malu menunjukkan perilaku yang menyimpang di sosial media. Beberapa diantaranya bahkan tidak malu memamerkan hal tersebut di tempat-tempat umum. Pelaku yang seharusnya malu, kini justru merasa bangga dengan alasan mengikuti perkembangan zaman. Tidak jarang hal ini menuai kontroversi di kalangan masyarakat. Sebagian beranggapan hal tersebut merupakan hal yang wajar di masa sekarang dan mendukung penetapan legalitas terhadap kegiatan LGBTQ+. Sebagian lainnya menentang dan mengaku ‘jijik’ dengan perilaku yang ditunjukkan kaum LGBTQ+.

      Perdebatan mengenai legalitas kegiatan LGBTQ+ sudah sering menjadi topik hangat di Indonesia. Mulai dari masyarakat, hingga tokoh-tokoh besar Indonesia terbagi ke dalam golongan pro dan kontra terkait dengan persoalan ini. Berpikiran luas dan terbuka atau yang kerap diistilahkan “open minded” menjadi salah satu alasan banyaknya masyarakat yang mendukung kaum LGBTQ+. Tidak jarang dalam aksinya menuntut hak dan kebebasan, para pendukung LGBTQ+  mengatasnamakan hak asasi manusia. Alasan tersebut jelas tidak dapat diterima. Tertulis dengan jelas dalam pasal 28J ayat 2 UUD 1945 bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap individu diwajibkan untuk tunduk terhadap pembatasan yang telah ditetapkan dengan undang-undang demi menjamin hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai keagamaan, dan ketertiban umum. Pembatasan tersebut tentunya diselenggarakan bukan tanpa alasan. Sebagai negara yang berasaskan ketuhanan, Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Oleh karena itu, dalam pembentukan kebijakan di Indonesia, seluruhnya berdasar atas nilai-nilai keagamaan. Penyimpangan-penyimpangan terhadap orientasi seksual tersebut tentunya juga berbanding terbalik dengan nilai moral dan etika yang diterapkan oleh bangsa Indonesia. Sehingga tidak tepat rasanya jika normalisasi terhadap kaum LGBTQ+ diselenggarakan di Indonesia.

      Sebagai individu yang memegang kepercayaan, sudah seharusnya warga negara Indonesia menentang keberadaan kaum LGBTQ+ di Indonesia. Pemerintah sebagai regulator juga perlu melihat kasus ini dengan serius dan mengambil langkah nyata untuk menanggulanginya. Kebijakan baru yang sesuai dengan kasus ini dirasa perlu untuk membatasi kegiatan kaum LGBTQ+. Bahkan jika diperlukan, dapat diadakan sanksi hukum dan sanksi sosial terhadap para pelaku LGBTQ+. Dengan begitu, gejala bangga LGBTQ+ akan hilang dari Indonesia seiring berjalannya waktu. Hal ini juga dapat menghindarkan generasi Indonesia selanjutnya dari kebudayaan-kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, seperti LGBTQ+. Selama sila pertama dari Pancasila tidak berubah, maka LGBTQ+ akan terus ditentang keberadaannya di Indonesia.

Referensi :

Krisdianto, Didit (2017) Konsepsi Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) perspektif Jaringan Islam Liberal (JIL). Masters thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun