Mohon tunggu...
atanera de gonsi
atanera de gonsi Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menyanyi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Sebatas Hoax

27 Januari 2023   11:27 Diperbarui: 27 Januari 2023   12:23 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerpen oleh Sirilus Gonsi

Hari siang. Panas. Gerah. Jeket kubuka, membiarkan udara menabrak kulitku yang dibalut gerah.
Motor revoku Melaju. Pulang. Aku kembali Ke rumah, pulang menuju kampungku. Seorang tukang ojek, kalau pergi, tetap selalu pulang. 

Bekerja menjadi tukang ojek merupakan sebuah pekerjaan melayani. Ia bekerja penuh tanggung jawab serta memikirkan keselamatan penumpang juga keselamatan hidupnya. Ia adalah pekerja sekaligus pelayan. Ia adalah pekerja yang ramah dan komunikatif.

Sifatnya alteristis. Baginya kehadiran penumpang dan kehadiran orang lain adalah berkah dan rahmat yang mendatangkan upah. Baginya penumpang adalah saluran berkah dan upah yang Tuhan berikan. Karena itu, kepercayaan dan optimisme merupakan sikap yang melekat pada Dirinya.  Sebagai tukang ojek, hal-hal ini melekat pada diriku.

Pergi dan pulang adalah hal biasa dalam menjalankan tugas. Pergi tentunya untuk melampaui jarak. Begitupun pulang. Jarak adalah titik yang selalu ditempuh  dalam waktu oleh seorang tukang ojek. Karena itu bagiku jarak adalah sebuah syarat dalam kesepakatan upah. Kalau jaraknya panjang, upahnya bertambah, dan Kalau jaraknya pendek upahnya melemah.  Jarak adalah titik penentuan harga bagi diriku sebagai tukang ojek.

Jarak jauh adalah tugas yang kujalankan saat ini. Bagaimanapun bebannya hidup tetap dijalani. Panasnya terik matahari tetap kulewatkan dalam tugas pelayan seorang tukang ojek. 

Rasa lelah mengumpal dalam diriku. Lelah seakan membunuh tubuh yang resah dibalut gerahnya suasana siang ini. Jalur-jalur panjang dan rute yang berkelok-kelok adalah Jalan yang kutempuh dalam perjalanan pulang saat ini.  

Naik dan turun bukit adalah rute yang manantang keberanian. Dan kini perjalanan pulangku menurun menuju spot wisata alam Wae Bobok. Rel jalan menurun ini mengingatkanku akan hangatnya pelukan Icha semalam.  Dinginnya situasi hutan Wae Bobok membuat Icha makin mengeratkan pelukan semalam. Rasa lelah makin menghantam diriku, dan akupun berhenti sebentar.

Udara dingin hutan Wae Bobok menampar wajahku yang ditindih beban lelah. Panorama alam hutan yang rindang memikat mata. Laut yang indah yang dipandang dari jarak yang jauh dari titik aku duduk seakan memberi ketentraman jiwa. Hutan yang lebat dan rindang seakan mengobati lelah tubuhku saat ini. Aku duduk sendiri sambil bermain handphone. Pandanganku tertuju arah laut di bagian barat. 

Langit biru merata dan awan putih bergantungan di cakrawala arah barat. Lelahku sudah mulai berkurang oleh kenangan dan intensitas pelukan Icha semalam. Pelukannya yang hangat masih Teresa. Jadinya aku membayangkan Icha yang cantik dalam balutan kulit putih langsat.  Aku membayangkan seolah-olah Icha milikku.

************
Icha tersenyum Manis. Senyumannya terpancar dari bibir mungil milikknya. Pandangannya tertuju Padaku. Ia duduk dihadapanku. Tangan kami berpegangan dan jari kaki kami bersentuhan. Jantung berdegup, gugup dan gagap saat berbicara.  Icha mengeratkan pegangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun