Di pedalaman Kalimantan Barat, sebuah kampung kecil bernama Engguri menjadi saksi dari perjalanan panjang sebuah pelayanan yang dimulai dengan langkah iman.
Pada suatu hari di bulan September 1995, GI. Daniel Suleman melangkahkan kaki dengan tekad membara, membawa kabar keselamatan kepada 4 (empat) kepala keluarga yang mencakup 11 (sebelas) jiwa.
Mereka berkumpul dalam kehangatan dan kesederhanaan, berbagi firman Tuhan, dan menumbuhkan iman bagi sebagian orang.
Tantangan demi tantangan menghadang. Medan yang sulit, jarak yang jauh dari kota, tidak menyurutkan semangat GI. Daniel.
Dengan doa dan keyakinan, tahun 1997 menjadi saksi berdirinya sebuah gedung gereja semi permanen. Itu bukanlah bangunan megah, hanya semi permanen, namun cukup untuk menjadi tempat berteduh bagi jemaat yang semakin bertumbuh.
Perjalanan pelayanan terus berlanjut. Tuhan berkarya melalui orang-orang yang setia. Pada 27 Oktober 2004, dalam sebuah ibadah khusus yang dipimpin oleh Pdt. Hardi Farianto dan GI. Ricky Batlayar (kini pendeta), GI. Daniel Suleman ditahbiskan sebagai pendeta.
Momen itu bukan hanya menjadi peristiwa bersejarah bagi dirinya, tetapi juga bagi seluruh jemaat yang telah bertahun-tahun berjalan bersama dalam kasih dan kesetiaan kepada Tuhan.
Pada tahun yang sama, gereja mengalami renovasi besar. Atap kayu yang sebelumnya rapuh digantikan dengan seng yang lebih kokoh, dan dinding papan diganti dengan bahan semen.
Jemaat semakin bertambah, dan kabar baik tentang Kristus menyebar di tengah masyarakat Engguri. Puji syukur, atas anugerah Tuhan, seluruh masyarakat desa yang terdiri dari 44 (empat puluh empat) kepala keluarga dengan 162 (seratus enam puluh dua) jiwa memutuskan untuk percaya kepada Yesus Kristus dan bergabung sebagai GEPEMBRI Jemaat Engguri.
Tahun-tahun berlalu, pelayanan semakin berkembang. Pada tahun 2016, gereja kembali direnovasi total dan diperluas dari ukuran 6x12 meter menjadi 8x14 meter.