Mohon tunggu...
Aswin
Aswin Mohon Tunggu... Lainnya - Setiap waktu adalah kata

Berusaha menjadi penulis yang baik

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Panasnya Jalan Politik dan Kekuasaan

1 Oktober 2022   19:16 Diperbarui: 1 Oktober 2022   19:18 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang hari, seorang anak kecil itu terjatuh dari sepedanya, dan seketika menjerit jerit memerah kepanasan, lantaran kulitnya menyentuh aspal jalan yang terbakar cuaca panas sekitar 20  derajat celcius keatas.

Memanglah, Jakarta beberapa hari ini diterpa hawa panas yang lumayan sangat ekstrem. Sempat menyentuh angka 30 derajat Celcius. Ruangan berkipas dan ber AC pun tak mampu menghalau rasa panas dan gerahnya didalam, terkecuali AC itu benar benar dipusatkan atau dinaikan suhu dinginnya (mungkin bisa menghilangkan hawa panas). Namun demikian, semakin banyak penggunaan teknologi pendingin, (sadar atau tidak) akan dapat memicu terik panas matahari semakin bertambah ekstrem lagi bagi warga penduduk bumi, tak terkecuali bumi Jakarta. Sehingga tidak mengherankan jika ada suatu himbauan para pencinta lingkungan dan sejumlah negara yang memiliki kepedulian terhadap bumi yang hijau untuk mengurangi penggunaan energi listrik. Bahkan untuk mematikannya  selam dua jam saja.

Pengalaman empiris. Suatu hari, saya pernah pergi keruang sejarah perjalan Nabi Muhammad Saw, ke Jabal Uhud. Belum keluar dari bus AC, atau baru berdiri dipintu keluar bus, seketika angin panas menampar kulit diwajah, dan seperti melepuh rasanya. Maklum, pada saat itu cuaca panas di Arab Saudi, lumayan sangat ektrem panasnya, mencapai 40 derajat Celcius. Untuk mengurangi rasa panas dikepala, saya menyiramkan kain pembungkus kepala (sorban) dengan sebotol air mineral. Namun tidak sampai hitungan 5 menit, kain yang basah itu telah kembali mengeringnya. Ketika saya sampai di Bukit Uhud, terlihat didepan sejumlah makam para syuhada, sahabat Rasul, yang wafat di Medan Pertempuran Jabal Uhud. Suhu panas yang ekstrem itu, perlahan lahan membuat kepala (saya) pusing, dan nyaris membuat  pingsan.

PANASNYA MEMBAKAR

Kata guru saya, bahwa iklim panas dibumi tidaklah sepanas iklim politik dan kekuasaan. Bahkan iklim panasnya, mampu melampau iklim panas di manapun didunia ini, termasuk di Timur tengah, yang panasnya mampu mencapai 50 derajat Celcius. Politik tidak hanya mampu membakar semangat patriotik kader kader partai dan kelompok kelompok lainnya yang cenderung oportunis, melainkan juga mampu membakar uang kertas hingga mencapai milyaran, dan bahkan trilyunan rupiah. 

Kalau membaca karya karya Marx, terlihat jelas bahwa uang adalah segalanya. Uang mampu melakukan perubahan secara signifikan dan revolusioner dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan ada yang mengkaitkannya dengan suatu hubungan asmara : " Ada uang, Abang sayang. Tak ada uang, Abang pun ditendang". Angka prakmatis pun kian kentara dipasarkan diruang ruang publik. Dan publik pun tergoda untuk mencumbuinya, hingga mencapai klimak dari persetubuhannya.

Anak anak kapitalis dan oligarkis pun semakin bertambah populasinya, dan menyebar sampai kepelosok pelosok negeri, tak terkecuali Indonesia. Kini, sikap prakmatis telah menghantui dan  menggelayuti kehidupan warga masyarakat dan rakyat Indonesia. Warga masyarakat menjadi semakin materialis dalam menyikapi realitas kehidupan, termasuk dalam hubungan sesama manusia dan lingkungannya. Mereka cenderung tak lagi memikirkan tentang fatsoen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tak peduli lagi tentang cita cita pendiri bangsa; tentang Pancasila, dan tentang Undang undang Dasar 1945. Kalau pun mereka berbicara tentang idealitas kehidupan berbangsa dan bernegara, hanya sekedarnya saja.

Terkait dengan persoalan pergeseran  pola hidup warga masyarakat dan rakyat Indonesia itu, dapat dilihat dan dipahami dari gejala gejala kehidupan yang berkelindan. Dan sebagai contoh sederhana untuk memahami gejala gejala itu, saya akan mencoba menguraikannya sedikit, sedikit saja. Mudah mudahan bisa membantu untuk melihat realitas warga masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Suatu hari, saya mendapatkan beberapa undangan melalui whatsap. Undangan pertemuannya berbunyi dirumah, dan hingga di Caffe. Saya pun menyempatkan untuk menghadiri undangannya. Tak seperti biasanya, menu hidangan pun lumayan sangat eklusive, mulai dari kuliner, buah pencuci mulut, rokok dan jenis minumannya. Memasuki pembicaraan, dan terungkap substansinya. Mereka berbicara tentang politik 2024. Ada yang sudah didaulat menjadi ketua relawan capres 2024. Dan ada pula yang telah didaulat menjadi ketua relawan pemenangan calon Gubernur DKI Jakarta.

Mereka lumayan lama dan mengajak saya berkeling dulu untuk sampai pada penyampaian dan penawaran untuk ikut bergabung didalamnya. Mereka lumayan sangat fasih berbicaranya dan lumayan sangat meyakinkan. Saya kagum dengan bahasa yang disampaikannya. Sebagai bentuk apresiasi, saya pun tersenyum sumringah tanpa memberikan suatu jawaban yang pasti kepada mereka. 

Mereka mendapatkan dana dari mana untuk memulai perkerjaan atau pergerakannya? Lumayan sangat sederhana untuk menemukan jawabannya. Pertama ialah menggunakan dana pribadi untuk memulai pergerakannya. Dalam dunia ekonomi dikenal dengan istilah investasi. Mereka menganggap dana yang dikeluarkannya itu sebagai investasi politik. Dan kedua ialah dana dari capres atau team capres untuk memulai pergerakannya. Intinya ialah bahwa pergerakan politik itu membutuhkan dana segar untuk membuat jaringan, dan menangkap suara rakyat. Rakyat akan memberikan suaranya jika diberikan harga yang sesuai. Dan team capres maupun cagub sudah mempersiapkannya, siap membayar harga harga yang diminta publik untuk dapat memenangkan demokrasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun