Mohon tunggu...
Astri Arnamalia
Astri Arnamalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Asisten Riset di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Jika kamu bukan anak seorang raja, bukan pula anak seorang ulama besar, maka MENULISLAH (Imam Al-Ghazali). Menulislah untuk menembus jutaan kepala dengan niat lillah.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sertifikat Halal: Upaya Perlindungan Konsumen Muslim

2 Oktober 2022   23:38 Diperbarui: 2 Oktober 2022   23:42 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seiring perkembangan zaman dan teknologi, berbagai macam produk baik pangan, sandang, dan papan hadir untuk memenuhi kebutuhan hidup. Berbagai produk hadir dengan berbagai varian. Indonesia yang juga kaya akan budaya dan adat menjadikan faktor pendukung dalam mengolah dan menginovasikan berbagai macam produk. Selain itu, Indonesia juga memiliki berbagai macam agama dan salah satunya adalah islam. Hampir masyarakat Indonesia merupakan seorang muslim. Dilansir dari Kompas.com presentasi penduduk muslim yang tinggal di Indonesia sebesar 87,2% dari total populasi keseluruhan penduduk. Ketentuan seorang muslim dalam hal makan dan minum berdasarkan dari sumber yang halal dan tayyib.

Konsep halal dan tayyib dalam produk sudah menjadi rahasia umum yang melekat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama produk pangan. Prinsip umumnya semua makanan dan minuman halal untuk dikonsumsi, kecuali ada dalil agama yang mengharamkannya, sedangkan tayyib dasarnya berasal dari kelayakan dan standar kesehatan. 

Sebagaimana Qur'an surah Al- Baqarah ayat 173 dan 219 menjelaskan bahwa bangkai, darah, babi, hewan yang disembelih selain nama Allah Swt. dan segala minuman bentuk khamr adalah haram. Sedangkan makanan yang tayyib (aman dan baik) merupakan makanan yang tidak membahayakan kesehatan tubuh. Konsep halal pasti tayyib sudah dapat dipastikan karena dalam agama Islam telah mengatur sedemikian rupa produk yang baik dan bermanfaat bagi tubuh. Akan tetapi, apabila makanan yang tayyib belum tentu halal, karena terkadang berasal dari bahan atau cara memperoleh atau pengolahannya yang tidak sesuai dengan syariat islam.

Prinsip halal merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim. Berdasarkan pasal 1 angka 5 PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan, makanan halal dapat dilihat kehalalannya dari bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, bahan bantu, dan bahan penolong lainnya termasuk bahan pangan yang diolah melalui proses rekayasa genetika dan iradia pangan serta yang pengelolaannya dilakukan sesuai dengan syariat islam (Putra, 2017). 

Akan tetapi, pada perkembangan zaman ini permasalahan kehalalan suatu produk pangan menjadi masalah yang kompleks seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembuatan pangan atau bahan pangan. Dimana muncul berbagai bahan baku, bahan tambahan pangan, dan proses pengolahan produk pangan yang belum jelas status kehalalannya (syubhat). Maka perlu adanya solusi yang memudahkan masyarakat awam dalam memilih produk pangan yang halal dan tayyib.

Terdapat peraturan dasar dalam pelaksanaan perlindungan konsumen terletak pada UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Salah satu hak konsumen diatur dalam Pasal 4 Huruf a UPPK yang menentukan bahwa konsumen memiliki hak atas kenyamanan, kemanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Kemudian UUPK juga telah mengatur terkait kehalalan suatu produk dalam Pasal 8 Ayat (1) Huruf h yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan dalam label.

Di Indonesia terdapat 2 pengaturan penggunaan produk halal yaitu labelisasi dan sertifikasi. Sertifikasi halal adalah fatwa tertulis Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan kehalalan produk sesuai syariat islam melalui pemeriksaaan yang terperinci oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI). Sertifikat halal menjadi syarat untuk mendapatkan izin pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang. 

Labelisasi adalah perizinan pemasangan kata "halal" pada kemasan produk dari suatu perusahaan oleh badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Peran sertifikasi kehalalan dalam kemasan produk pangan sangat penting. Hal tersebut sudah dimulai sejak 1976, namun pengaturan kewajiban baru diatur dalam surat keputusan menteri kesehatan nomor 280 tahun 1976 tentang ketentuan peredaran dan penandaan pada makanan yang mengandung berasal dari babi (Suparto et al, 2016).

Dari kesepakatan diatas, kedudukan MUI sebagai lemabaga sertifikasi halal melakukan audit, penetapan fatwa dan menerbitkan sertifikat halal semakin kuat. Akan tetapi, pemerintah bersama DPR melalui UU jaminan produk halal tahun 2014 sepakat memindahkan kewenangan menerbitkan sertifikat halal produk dari MUI ke badan penyelenggara jaminan produk halal (BPJPH). Sementara itu, departemen agama menjelaskan dalam "Panduan Sertifikat Halal" yaitu produk halal merupakan produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syarat islam, antara lain (RI, 2008) :

  • Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi
  • Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti bahan-bahan yang berasal dari organ manusia, darah, dan kotoran
  • Semua bahan yang berasal dari hewan yang disembelih sesuai dengan syariat islam
  • Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, tempat pengolahan, dan transportasi tidak boleh dicampurkan atau disamakan untuk babi dan/atau barang tidak halal lainnya. Jika pernah digunakan maka harus dibersihkan terlebih dahulu sesuai syariat islam
  • Semua makanan dan minuman tidak mengandung khamr

Perlunya sikap kritis terhadap kehalalan produk pangan menjadi hal penting dalam memerankan sebagai seorang muslim. Sertifikasi kehalalan produk pangan menjadi solusi yang tepat mengimbangi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pembuatan pangan atau bahan pangan saat ini. Sertifikasi halal MUI pada produk pangan, obat-obat, kosmetika dan produk lainnya dilakukan untuk memberikan kepastian status kehalalan, sehingga dapat menenteramkan batin konsumen dalam mengkonsumsinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun