Mohon tunggu...
Astri Arnamalia
Astri Arnamalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Asisten Riset di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Jika kamu bukan anak seorang raja, bukan pula anak seorang ulama besar, maka MENULISLAH (Imam Al-Ghazali). Menulislah untuk menembus jutaan kepala dengan niat lillah.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengetahuan, Senjata dalam Beradaptasi (Review Film Sokola Rimba)

3 Juni 2022   23:27 Diperbarui: 3 Juni 2022   23:34 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengantarkan dirinya bertemu dengan anak-anak rimba. Semangat terpatri dari anak-anak rimba yang terus ingin belajar. Bu guru butet namanya. Ditengah perjalanan salah satu anak bernama bungo menempuh perjalanan yang jauh dari hilir menuju hulu untuk dapat belajar bersama. Nampak jelas anak bernama bungo, yang membawa bu guru butet datang ke hilir. Dia ingin belajar agar tidak dibodohi orang-orang luar yang terus merenggut satu persatu pepohonan, dimana merupakan tempat tinggal orang-orang rimba.

Tergerak bu guru butet untuk mendatangi hilir bersama 2 muridnya. Dengan adab berkunjung menurut adat orang rimba, bu guru butet membawa bekal untuk diberi. Berkomunikasi dengan diawali berkenalan dan dilanjutkan menyampaikan tujuan datang. Disini bu guru butet menyampaikan dia menjadi tempat belajar dan cerita anak-anak rimba hulu dan mereka senang belajar dengan bu guru butet.  Beberapa hari mengajar di hilir anak-anak semangat terus belajar. Namun terjadi pro dan kontra antar orang-orang rimba hilir lainnya, dianggap kertas dan pensil membawa penyakit. Orang limba hilir sungai makekal, rombong temunggung belaman badai. Sudah berapa kali berpindah karena masalah zonasi perluasan perkebunan kelapa sawit.

Bungo namanya! Betapa dia sangat ingin membaca! Selalu dia membawa selembar kertas yang dibawa ia kemana-kemana. Selembar kertas tersebut berisi surat perjanjian. Tak ada satupun dari mereka (orang-orang rimba hilir) yang bisa membaca.  Perjanjian itu berisi perjanjian pengambilan kayu diwilayah adat mereka.  mereka setuju dalam kertas yang diberi cap jempol diatas ketidaktahuan mereka mengenai isi dari surat tersebut. Dengan bayaran beberapa kaleng biskuit, gula dan rokok. Jelas saja hal ini mempengaruhi tempat tinggal hingga kesediaan pangan. Berburu 3 malam hanya mendapat 1 babi atau bisa jadi tidak mendapat apapun untuk dimakan. Tidak nyaman juga untuk berladang karena akan melanggar hukum taman nasional. Bungo seorang anak yang cerdas menganalisis mengapa orang rimba selalu berpindah tempat hingga 3x. Karena perjanjian yang bahkan mereka tak tau isinya.

Terdapat cuplikan interaksi antar doktor astrid dengan bu guru butet, yang membawa penonton terenyuh dalam kelembutan sudut pandang yang diberikan "orang rimba bukan seseroang yang bodoh dan primitive, mereka lebih memiliki rasa pengertian terhadap lingkungan dalam banyak hal".

Seakan menjadi pelita, bu guru butet mengajarkan untuk membawa cahaya dari belahan arah manapun. Bukan diantara kegelapan namun diantara tumpukan jerami dan tumbuhan berduri yang terdesak oleh arus pembagunan zaman. Membuat anak-anak untuk terus menjalani hidup dan beradaptasi. Bungo mengingatkan untuk menggunakan pengetahuan menjadi senjata dalam beradaptasi.

Diakhir cerita, berkat dukungan sekeliling bu guru butet berhasil mendirikan sekolah atau 'sokola' dalam bahasa orang rimba, karena pendidikan yang penting adalah pendidikan yang membuat mereka siap untuk menghadapi tekanan perubahan.

#SOKOLA RIMBA

#PENDIDIKAN

#FILM BUATAN ANAK NEGERI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun