Dan suara-suara itu kian mendera
Setelah lama lebat hujan memenuhi telinganya
Dan salah satu indera yang senantiasa berkaca
Mengingat huruf yang simpang siur tertinggal cerita
Dan mengapa suara itu kini kian menjauh?
Seperti tulisan-tulisan yang tak urung nian berlabuh
Adakah konsonan yang menemani ia untuk kembali bertaruh
Apa yang lebih lebam dari suara dan tulisan kian kemari semakin riuh?
Dunia yang bergerak seiring cerita dan khayalan
Adalah tempat untuk ruang mengingat kematian-kematian
Seperti kabar yang dieja dalam percakapan dan penafian
Dan lisan yang senantiasa tak berhenti merapal nyanyian demi nyanyian
Sebab, nyanyian adalah doa yang panjang
Bagi musim untuk menghangatkan nafas yang hilang
Kuharap kabar tak urung berhenti berkurang
Sebab nyanyian itu terkadang memelukku dengan tenang
Dan malam pun jatuh dalam kabar yang luruh
Seperti embun yang menyublim dan menghabiskan waktu untuk berlabuh
Pelan pelan ia meninggalkan pesan tulisan demi tulisan yang memaruh
Seperti menangkap cahaya, semakinku tertinggal jauh
Bias lampu menyapa
Getar hati bertanya
Adakah waktu tersisa?
Menjaga kita tetap sejiwa
Tetapi jika kau mencintai dan harus memiliki keinginan, biarlah ini menjadi keinginanmu: Untuk mencair dan menjadi seperti sungai yang mengalir yang menyanyikan melodinya untuk malam. Untuk mengetahui rasa sakit dari kelembutan yang berlebihan. Untuk terluka oleh pemahamanmu sendiri tentang cinta; Dan untuk berdarah dengan rela dan gembira.--Kahlil Gibran. 1923. Sang Nabi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI