Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Rumah Kami Pangkal Bersyukur

6 September 2016   15:14 Diperbarui: 6 September 2016   15:18 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Hari ini saya makan siang dirumah kami sambil bercerita kesana kesini. Namanya keluarga pernah besar sekarang tinggal berdua. Besokpun isteri akan tengok cucu. Saya cerita tentang penulisan saya di Kompasiana baru saja ditolak, dikatakan terlalu banyak kutipan. Memang setelah kutipan terbesar saya hilangkan menurut saya saya masih menulis gagasan orisinil 650 kata dari 1013 kata semula dengan judul “Rumah Kita”, mau menanggapi akibat penggusuran. Maka sekarang ini saya mau bicara tentang pembicaraan saya dengan isteri dengan judul “Rumah Kami”.

Sebenarnya akhirnya hanya ada satu kesimpulan “Kami Bersyukur”, kami punya Rumah. Namun sedemikian mudahkah dan tanpa proseskah kami punya rumah ? Belum lagi empat anak kami, dua orang anak kandung dua orang anak asuh, semua sudah mempunyai rumah. Seorang di Bandung, (anak asuh) seorang di Tangerang, seorang di Bekasi,(2anak kandung) seorang lagi di Jakarta Barat. Semua itu terpikir ketika beberapa kali disiarkan masalah sengketa tanah dan penggusuran tempat hunian di banyak tempat di negeri ini. Sengketa hukum maupun tidak ada sengketa, toh ada penggusuran. Keluarga, anak isteri dan manula menjadi menderita.

Rumah besar kami peninggalan orang tua kami, yang disampingnya kami mendirikan rumah sendiri lagi. Demikian sehingga rumah kami sungguh besar yaitu 16m x 10m rumah lama, 8m x 10m rumah baru. Sejak mendiang ayah kami kami keluarga pokok tidak besar tetapi selalu menerima saudara saudari sepupu kami untuk kepentingan sekolah. Pada saat saya pulang merantau dan menjadi penjaga rumah mendampingi ayahanda, kami juga menerima anak asuh, dan belakangan rumah kami menjadi tempat kost.  

Tentang rumah besar kami, hamper 4 tahun proses hukum kami jalani. Sekitar satu tahun memerlukan kesepakatan pewaris.  Anak Ayahanda ada 6 yang hidup dewasa. Cucu saat itu hanya 24 orang. Sekitar 30 orang harus bertanda tangan, ada yang diluar Jawa, ada yang di Amerika, ada banyak tersebar di Jawa Timur dan Tengah, dan hanya ada dua di Jakarta. Keempat anak anak kami dua orang sudah memiliki sendiri lunas terbayar.

Rumah adalah Rahmat Tuhan. Orang Jawa bilang rumah dan halaman itu “pulong”, ada pengertian keberuntungan tetapi bagi kami yang beriman:  itu adalah Rahmat melalui antara lain orang tua dan bahkan leluhur.

Bagi yang mengalami persoalan dengan persengketaan, “no comment” demi tidak mengadilinya, akan tetapi:  apakah tidak pernah sedia payung sebelum hujan. Memang biasanya “keterpaksaan dan kesempitan ekonomi” yang selalu menjadi tempat berpijak. Juga yang jelas menggunakan fasilitas bukan miliknya apakah itu tidak sempat berfikir membahayakan keluarga ? Maka bagi yang masih boleh bersyukur seperti kami alami, kiranya sedikit pemikiran dibawah ini bisa menjadi urutan pemikiran untuk bersyukur, yang ditimba dari banyak pemikiran.

Untuk mereka yang sedang diluar Rumah, ingatlah Rumah. Untuk anda yang sedang dirumah pandanglah rumah anda dari langit, lalu diatas atap dan lalu masuki setiap sudut rumah anda. Dan bagi orang yang mempunyai sendiri Sweet Home pasti suka diajak meneliti dan mengenali lebih dalam tentang rumahnya. Bagi yang baru mau beli rumah, jangan tergesa-gesa baca dulu tulisan ini.

Ada Rumah Sakit, Ada Rumah Makan, Ada rumah tinggal rumah penginepan, itu bukan rumah kita. Rumah kita adalah Rumah Tangga. Kita terbiasa dengar istilah Ibu Rumah Tagga, ada Pembantu Rumah Tangga, ada Kepala Rumah Tangga ( Istana, Gedung Negara). Nah marilah kita bicara tentang Rumah dan Rumah Tangga. Apa saja yang ada dan harus ada dirumah kita dimana kita tinggal.   

Rumah kita adalah rumah tinggal. Dalam bahasa Latin : Domus berarti  Rumah (Indonesia), sebagai tempat tinggal, maka lalu ada domisili kedudukan, alamat, dikaitkan dengan lingkungan rumah. Disamping itu kita kenal istilah habitat, tempat tinggal dan lingkungannya bagi hewan. Habitat dari kata “habitare” artinya menghuni, mendiami kediaman masing2 sendiri. Dahulu ada isu di Jawa, bila rumah itu disenangi burung wallet/sriti akan banyak rejeki bagi penghuninya.  Memang sudah layak:  asal, rumah,dan lingkungannya memberi kekhasan kepada penghuninya. Demikian lekatnya orang dengan “rumahnya” maka orang Inggris mempunyai istilah bagus menunjukkan sifat peran rumah, dengan membedakan HOUSE bangunan rumah, sifat fisik rumah, sementara yang disebut HOME adalah Sweet Home, rumah dalam suasananya yang membuat orang krasan (merasa nyaman) dirumah MASING2 sendiri. Bahkan dalam sastra dan pembicaraan orang bisa mengatakan dilapangan yang nyaman mereka bilang “It’s sweet home, here”.

Para Pengusaha Properti rumah dewasa ini mencoba menciptakan model (gaya, susunan ruang, interior) rumah yang katanya sesuai dengan kebutuhan kenyamanan keluarga dewasa ini. Menghadapi pelbagai tawaran tentunya perlu kita renungkan beberapa prinsip rumah yang sesuai dengan keinginan khas keluarga kita.

Yang pertama-tama perlu dihadirkan diciptakan dijaga dan dilestarikan adalah bahwa :  Rumah itu tempat tinggal keluarga :  ayah ibu dan anak-anak. Dimulai dengan cinta naluriah lelaki perempuan membangun cinta manusiawi yang luhur budi, membuahkan anak yang mereka kasihi dan anak anak merasa dikasihi dan dilindungi di rumah itu dalam rumah yang sweet home. Realitas rumah sebagai demikian itu yang paling utama, berharga dewasa ini banyak mengalami kendala. Pertama dari sisi orangnya selain mungkin dari status rumahnya, fasilitas yang juga perlu dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun