Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rekaman Kakek (1)

10 Februari 2016   08:40 Diperbarui: 10 Februari 2016   09:12 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kakek menutup ceritanya pada Cerita Kakek 5: “ Nah lanjutkan perbincangan kalian, kami yang tua ini, Kakek, dengan tulus iklas legawa bahwa generasi muda semakin menunjukkan jati dirinya semakin matang dan mengambil peran kami juga dalam hal berwawasan.” Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/astokodatu/cerita-kakek-5-merespon-jemput-bola-dan-move-on_56b8e220f39273ad11425958

Maka selanjutnya Kakek mendengar dan melihat serta merekamnya..
Sangat sering seorang kakek tidak dipahami oleh cucunya. Bahkan ayahpun tidak dipahami anak dan menantunya. Alkisah teman kakek curhat pada kekek. Cucunya ngambek gegara dia tahu bahwa ayahnya membatalkan belikan motor buat sang cucu akibat omongan sang kakek.
Teman Kakeknya menjelaskan : “Tidak batal, Cuma tunggu dulu, uangnya belum cukup.”
Sang cucu berani menangkis katanya : “Tidak juga, uang ayah sudah cukup.”
Teman Kakek tidak juga cukup sabar, katanya : “Juga tunggu umurmu, belum 17”.
Sang cucu belum juga mau kalah: “Tunggu umur, teman2 seklas saya sudah pada punya, kapan lagi aku boleh belajar bersama dirumah teman atau bermain kerumah mereka. Diboncemg mlulu”. ……
Akhirnya bapak anak itu membelikan juga motor untuk sang cucu.
Teman kakek itu mengeluh dalam curhatnya yang direkam kakek. Kakek menghiburnya.
“Memang, seorang kakek sangat protektif dan sayang pada cucu, kadang lebih daripada ayahnya. Dan seorang kakek melihatnya jauh kedepan, sabar, memperhitungkan banyak resiko yang mungkin mengancam cucunya. Ayah si cucu melihat praktisnya saja”
“Tidak dipahami itu barang sangat biasa. Generasi penerus pada umumnya lebih berpandangan dinamis, kita kakek-kakek tua ini, mengikuti saja. Biarkan mereka memilih jalannya sendiri. Kebijaksanaan kakek-kakek kadang ketinggalan selera muda yang serba mau cepat. Perbedaan pertimbangan yang praktis itu biasanya hanya selisih tipis, tak perlu terlalu diperdebatkan. Meski kita bisa bilang “tidak dipahami itu sakitnya disini” tetapi legawa dan iklas yang tulus memberi kepercayaan generasi penerus memegang peran dengan keputusannya sendiri, itu lebih layak dan pantaslah adanya. Kita harus merasa cukup bahagia dengan itu karena mereka berkembang berproses secara alami.”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun