Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pola Hidup Sederhana

17 April 2011   08:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:43 2179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lifestyle saya pahami sebagai pola hidup. Pola hidup meliputi kebiasaan, cara hidup, cara merasa, melihat, memahami, berfikir, cara bertindak, berkomunikasi dan beberapa yang lain. Perilaku dalam pola hidup itu menggambarkan, mengekspresikan visi, misi, pilihan akan tujuan, sasaran, target, methoda pencapaiannya dari/oleh orang, kelompok orang atau bahkan bangsa atau generasi.

Demikian luasnya aspek, dan banyaknya unsur-unsur kehidupan itu. Maka demikian banyak tulisan orang membahas banyak hal dalam kerangka pola hidup. Dan tulisan itu ada yang menyajikan sepotong-sepotong,hingga yang demikian banyak panjang lebar keluasan potongan kehidupan.

Ada demo dan pameran pola hidup glamur, mewah, seperti disajikan oleh banyak tayangan tv dari kebanyakan stasiun TV. Pola hidup kemewahan keluarga orang kaya, sering di “banding”-kan dengan kekumuhan hidup miskin di desa ataupun kota. Setiap agama pada dasarnya juga mau menawarkan pola hidup keagamaan, sekaligus sikap hidup beriman, bermasyarakat, bernegara, sesuai dengan ajaran agamanya. Ada kecenderungan suatu aliran falsafah juga hendak menguasai seluruh pola kehidupan orang bukan saja terbatas padabidang yang awalnya digeluti aliran itu.

Bung Karno presiden RI pertama dalam usaha “NationBuilding”, menawarkan beberapa sikap hidup untuk membangun kesatuan dan persatuan bangsa. Sementara itu bebarapa tawaran nampaknya sebagai upaya menanggulangi meresapnya pengaruh budaya asing. Menghadapi “kultur asing” yang mewah, yang kapitalistik, dan mahal untuk bangsanya, ditawarkan cara dan “Pola Hidup Sederhana”. Pada era Ordo Baru pun pernah dilarang diperdengarkan jenis musik tertentu bahkan gaya potong rambutpun disosialisasikan oleh pejabat negara.

Sebenarnya saya ingin menyampaikan juga serentetan opini menurut cara berfikir wong cilik. Tetapi justru sudah saya postingkan tiga kali sebelum ini. Tentu pola pikir sederhana itu saya kira dapat menumbuhkan pola hidup yang sederhana pula. Cara berfikir wong cilik itu boleh dibilang sederhana tetapi “menyeluruh”, holistic, nuansa dari penderitaan, harapan, iman dan tradisi (baca : sejarah, legenda sebagai kemasan dari pesan dan ajaran moral peninggalan nenek moyang) Pola pikir mereka menurut kita mencampurkan pandangan politik, agama, moral, social keseharian . Itulah pola pikir yang diungkapkan secara sederhana, tetapi muatannya luas sesuai perasaannya. Ungkapan perasaan hati wong cilik, pada kenyataannya tidak pakai pandangan politis, tidak juga berkacamata ilmiah. Akan tetapi semua itu membuahkan tindakan nyata yang sesuai dengan hati nurani, rasa keadilan, kepatutan keseharian, sehingga menghasilkan komitmen yang sesungguhnya. Pola pikir yang demikian untuk diubah menjadi pemikiran maju, rational, analitis, bukan pekerjaan sehari selesai. Apakah mereka harus tidak didengarkan.? Hal itu mendorong saya membuat ungkapan falsafah awam hasil penelusuran pengalaman lapangan, diolah diteropong dari perspektip-perspektip kehidupan nyata wong cilik dalam keseharian.

Saya memprihatinkan adanya pidato-pidato tinggi, proyek proposal teliti, janji-janji manis untuk kesejahteraan rakyat, tetapi tanpa komitmen, tanpa tindal lanjut, dan tanggungjawab yang professional.

Salam damai.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun