Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cinta yang 'Bloon'

7 Oktober 2016   16:14 Diperbarui: 7 Oktober 2016   16:21 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam tulisan saya sebelum ini yang berjudul : Sebentuk Cinta, saya memberi definisi Cinta ini : “Cintakasih adalah relasi antar insan yang saling merespon positif terhadap kenyataan obyektif yang saling mereka hadirkan.”

Salah satu kritik pokok yang saya mau sampaikan disana adalah banyaknya penyaji kupasan Cinta sering menekankan peran dan mutu Cinta dari sisi pelaku. Banyak kupasan menyoroti dan  kurang kritis bahwa cinta juga di tentukan mutu dan kwalitasnya oleh sasaran atau subyek yang tercinta.

Sebab secara mendasar resep Cinta saya :  Dua model:  Cinta segitiga pertama Tuhan –Suami-Isteri, sama berkesungguhan dan intent seperti intensitasnya Cinta Segitiga kedua, Ayahanda-Bunda-anak. Tetapi spesifik berbeda cara. Demikian selanjutnya cinta sesama yang pasti sangat ditata oleh hukum kepatutan di masyarakat, dengan intensitas sama seukur cinta kepada diri sendiri.

Dalam frase alinea ketiga inilah terletak semua pertanggungan jawab kwalitas, intensitas dan cara saya mencintai Tuhan, Sesama siapa saja pada posisinya, dengan caranya, dengan kesungguhannya, terukur oleh Hati dan Suaranya, serta terukur oleh kwalitas /volume cinta pada diri sendiri.

Dalam permenungan dan refleksi ulang serta singkat ini, dua hari setelah tertayang tulisan saya tadi, saya terjebak oleh sebuah lontaran di Facebook ini :   “Mendoakanmu adalah salah satu cara bagiku untuk memelukmu dari jauh”. Tulisan itu sedemikian memikat hati bagiku. Banyak orang yang saya cintai berada ditempat jauh. Isteri, anak anak sendiri, cucu, saudari saudaraku kami biasa berpelukan. Bahkan sahabat sahabat pun pada kesempatan tertentu kami berpelukan. Kebanyakan tanpa ada momentum istimewa jujur saya jarang mendoakan mereka. Rutin dalam doa bagi saya hanya mendoakan isteri dan anak cucu. Akan tetapi membaca kalimat : “Mendoakanmu adalah salah satu cara bagiku untuk memelukmu dari jauh.” .. membuat justru mereka perlu saya doakan.

Aduhai  doa.!  “Doa bukan sekedar perilaku yang bisa dilatih dipelajari tetapi komunikasi dengan Tuhannya”. Doa juga bukan melulu permohonan  tetapi Komunikasi dengan Roh Maha Agung dan Sempurna itu sesuatu banget. Itu bukan semudah orang memeluk orang. Akan tetapi saya mempunyai dua cara kehidupan dalam doa. Doa seorang pertapa, komunikasi dalam kemesraan dengan Tuhan. Dan Doa seorang aktivis, hidupnya itu bentuk dari doanya, dia melihat Tuhan dalam realitas semua sesamanya. Hidup sosialnya adalah kontemplasi doanya. Kehidupan memang bukan hitam putih. Nuansa hitam putih, baik buruk, suka duka, jiwa cerah  sekali waktu jiwa kelam, tanpa sepercik sinar pun. Dalam situasi gelap mungkin justru sulit berdoa. Gelapnya jiwa terjadi dikala dunia ramai kita sedang gegap gempita penuh canda ria. Apabila dalam situasi dikhianati separo lebih teman baru berfikir akan doa. Jadi lagi2 peran refleksi mengingatkan kita selalu dalam keseimbangan jiwa raga, lahir batin.

Nah pengalaman batin yang bloon, ketika hati tersentuh oleh kata-kata dalam med-sos beberapa hari lalu sayapun tak banyak berfikir menulisnya kata-kata itu : “Mendoakanmu bagiku adalah serasa memelukmu dari jauh.” kepada 3-4 sahabat melalui WA, Pesan, Status/Fb. Dan sepertinya terhayati ada kemesraan persahabatan itu dalam Ridlo Tuhan dalam doa. Seorang mengirim balasan :”Mengharukan, Terima kasih sekali.”  Saya berfikir dan bercinta sesama (platonic) sebenarnya lebih banyak lagi mereka yang pantas saya kirim doa dan pelukan itu.

Mamang pantas kata orang ini saya sertakan disini :

“Too often we underestimate the power of a touch, a smile, a kind word, a listening ear, an honest compliment, or the smallest act of caring, all of which have the potential to turn a life around.” ~Leo Buscaglia

" terlalu sering kita meremehkan kekuatan sentuhan, senyuman, perkataan yang baik, telinga yang mendengarkan, pujian yang jujur, atau tindakan terkecil yang peduli, yang semuanya memiliki potensi untuk mengubah kehidupan di sekitar." ~ Leo buscaglia.

Salam sayang dihari Senyuman Sedunia……..

Tolong terima salam hormat itu dari saya,

Yogyakarta, 7 Oktober 2016 Emmanuel Astokodatu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun